Saya selalu merasa tidak nyaman dengan terjemahan *"kebijaksanaan"* sebagai padanan dari kata **Praj ()** dalam konteks Buddhisme maupun Hindu. Perasaan ini bukan semata prasangka, melainkan hasil dari pengamatan mendalam terhadap makna filosofis dan spiritual yang dikandung oleh kata tersebut. Ternyata, perasaan itu benar: terjemahan "kebijaksanaan" memang tidak sepenuhnya tepat, meskipun sering digunakan secara umum dalam literatur keagamaan maupun akademik.
Secara etimologis, kata *Praj* berasal dari bahasa Sanskerta --- bahasa klasik yang menjadi fondasi banyak ajaran spiritual India kuno seperti Hindu, Buddha, dan Jain. Terdiri dari dua unsur, yaitu *pra* yang berarti "sebelum", "lebih tinggi", atau "penuh", serta *j* dari akar kata *j* yang artinya "mengetahui", "mengenal", atau "memahami". Secara struktural, Praj dapat dimaknai sebagai *"memahami lebih dalam", "pengetahuan tertinggi", atau "pemahaman transendental"*.
Dalam tradisi Hindu, khususnya pada aliran Vedanta dan Yoga, Praj merujuk pada bentuk kesadaran tertinggi. Dalam *Taittiriya Upanishad*, manusia dianalogikan memiliki lima lapisan kesadaran (*kosha*), dan Prajna Kosha merupakan lapisan paling dalam --- tempat *Atman* atau jiwa sejati bersemayam. Dalam filsafat Advaita Vedanta, Praj adalah realisasi bahwa diri individual (*Aku*) dan Brahman (*Realitas Tertinggi*) adalah satu. Di sini, Praj bukan sekadar pengetahuan teoretis, melainkan kesadaran langsung akan Realitas tertinggi.
Dalam Buddhisme, Praj menempati posisi istimewa sebagai salah satu dari enam *paramita* (kesempurnaan) yang harus dikembangkan oleh seorang Bodhisattva untuk mencapai kebuddhaan. Enam paramita tersebut adalah: *Dna* (kedermawanan), *la* (moralitas), *Knti* (kesabaran), *Vrya* (semangat), *Dhyna* (meditasi), dan *Praj* (pemahaman mendalam). Praj dalam konteks ini adalah kemampuan untuk melihat realitas sebagaimana adanya, tanpa distorsi ego, nafsu, atau ilusi. Ia mencakup pemahaman langsung tentang hukum karma, sebab-akibat, sunyata (kekosongan), anicca (ketidakkekalan), dan anatt (tanpa-diri).
Jika kita membandingkan kata *"kebijaksanaan"* dalam bahasa Indonesia dengan konsep Praj, maka ketimpangan makna mulai terlihat. Jika "kebijaksanaan" sering diasosiasikan dengan nasihat bijak, pepatah, atau pengetahuan praktis, maka Praj jauh lebih dalam: ia adalah wawasan transformatif yang muncul dari meditasi dan penyelidikan batin. Praj adalah cahaya yang menerangi kegelapan samsara, bukan hanya sekadar nasihat hidup.
Sebagai ganti dari kata "kebijaksanaan", saya lebih suka menggunakan istilah **"Wawasan Mandala"** untuk menggambarkan makna Praj. *Mandala* merujuk pada lingkaran atau ruang kesadaran yang utuh dan sakral. "Wawasa Mandala" mengandung makna sebuah pemahaman yang tidak hanya luas, tetapi juga bulat, menyeluruh, dan mendalam --- layaknya Praj itu sendiri.
Malang, 1 Juni 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI