Dalam satu pekan terakhir, kasus keracunan yang diduga berasal dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali melonjak di sejumlah daerah. Data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menunjukkan lebih dari seribu orang menjadi korban baru, dengan sebaran kasus terbesar di Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Berbeda dari kasus sebelumnya, kini korban tak hanya berasal dari kalangan siswa sekolah dasar, tetapi juga guru, balita, ibu hamil, dan anggota keluarga yang ikut mengonsumsi makanan MBG yang dibawa pulang.
Penyebab dan Pola Penyebaran
Menurut laporan, sebagian besar kasus terjadi karena masalah kebersihan dan pengawasan mutu di dapur penyedia MBG. Makanan yang disimpan terlalu lama, suhu penyimpanan yang tidak sesuai, serta proses distribusi yang tidak higienis menjadi faktor utama dugaan penyebab keracunan.
Ahli mikrobiologi Universitas Gadjah Mada menjelaskan bahwa keracunan makanan berbeda dengan alergi. Keracunan biasanya disebabkan oleh kontaminasi bakteri atau toksin yang menimbulkan gejala seperti mual, muntah, dan diare beberapa jam setelah makanan dikonsumsi.
Dampak dan Respons Publik
Lonjakan kasus ini menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap program MBG. Banyak orang tua mulai ragu untuk membiarkan anak-anak mereka mengikuti kegiatan makan bersama di sekolah. Beberapa sekolah bahkan menunda pelaksanaan MBG sambil menunggu hasil pemeriksaan dari dinas kesehatan.
JPPI menilai masalah ini bukan sekadar kesalahan teknis, tetapi menunjukkan kegagalan sistemik dalam pengawasan program. Mereka mendesak pemerintah untuk menghentikan sementara operasi dapur MBG, melakukan audit independen, serta memperketat standar kebersihan makanan.
Langkah Pencegahan
Agar kejadian serupa tidak berulang, pemerintah disarankan untuk:
1. Melakukan pemeriksaan rutin pada seluruh dapur penyedia MBG.