Mohon tunggu...
Ulul AlbabAnnury
Ulul AlbabAnnury Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Hobi saya banyak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gerakan Feminis di Indonesia: Eksplorasi Sejarah, Realitas, dan Masa Depan

7 April 2024   19:06 Diperbarui: 7 April 2024   19:37 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama beberapa dekade terakhir, gerakan feminis di Indonesia telah menjadi kekuatan yang semakin masif, mengubah lanskap sosial, budaya, dan politik. Dari perjuangan untuk kesetaraan gender hingga penolakan terhadap kekerasan terhadap perempuan, gerakan ini telah mengalami evolusi yang menarik, mencerminkan perubahan yang berlangsung dalam masyarakat kita. Berikut kita kupas sedikit tentang perjuangan dan realitasnya.

1. Sejarah Feminisme di Indonesia

Lahirnya gerakan feminisme dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kondisi sejarah bangsa Indonesia, program pembangunan, globalisasi, reformasi, dan juga religius. Perubahan pandangan terhadap wanita mulai sering terjadi seiring awal era globalisasi pada permulaan abad ke-20, yang juga menciptakan sebuah pandangan yang berbeda terhadap feminisme di setiap era. Masalah ketenagakerjaan wanita semakin terangkat setelah era industrialisasi merambah ke daerah perkotaan, khususnya setelah era reformasi pada tahun 1999 yang menyebabkan krisis ekonomi yang mengacaukan cita-cita bangsa. Diketahui proporsi angka pekerja wanita pada sektor industi saat itu tidak lebih dari 47,5%.Pengaruh tekmologi informasi juga memainkan peran penting, membawa kebermanfaat sekaligus tantangan bagi kaum perempuan. (Djoeffan, 2001).

Sebelum itu sang Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia "Ir. Soekarno" juga memperjuangkan feminisme modern melalui ideologinya yang terkenal, yakni "Marhaenisme". Dalam ajaran marhaenisme, perempuan merupakan kaum yang wajib dilindungi dan dimuliakan oleh laki-laki. Tidak hanya itu, perempuan juga wajib diberi hak-hak yang setara selayaknya kaum laki-laki.

Pada zaman kolonial banyak dijumpai di penjuru negeri tentang peran wanita dalam memperjuangkan kedaulatan tanah air. Tokoh-tokoh seperti Cut Nyak Dien, Cut Meutia dari Aceh, Martha Tiahahu yang membantu Pattimura di Maluku. Sejarah feminisme nasional dipelopori oleh R.A Kartini pada akhir abad ke-20. Beliau menekankan pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan. Ia merasa terhina oleh praktik poligami kala itu oleh sebabnya Kartini membuka sekolah dan pendidikan bagi perempuan dalam perjuangan pergerakannya. Akibat dari gerakan tersebut, lahirlah Tokoh feminisme dari Jawa Barat, yakni Dewi Sartika. (Djoeffan, 2001).

2. Permasalahan Perempuan Masa Kini

Pengaruh dominasi budaya yang dipimpin oleh laki-laki atau maskulin di Indonesia menentukan bagaimana perempuan seharusnya bertindak dan menempatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Di ruang publik, perempuan kerap mendapatkan perlakuan yang kurang adil. Meski pada dasarnya perempuan modern percaya bahwa mereka telah mendapatkan hak yang proposional atau setara, akan tetapi mereka masih terjebak dalam peran budaya yang lebih menekankan dalam urusan domestik. Hal ini dapat diperkuat dengan bagaimana perempuan atau seorang istri dalam menjalankan tugas-tugas rumah yang berat seperti mengepel, memasak, merawat anak, mencuci piring dan baju. Tentu ini menjadi indikator bahwa kesetaraan gender di Indonesia masih belum mencapai hasil yang diimpikan.

Respon pemerintah Indonesia dinilai lamban terhadap modernisasi, khususnya di tengah situasi politik yang kompleks. Peraturan Presiden No.25 tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang pembentukan Satgas Anti Pornografi untuk mengatur moralitas masyarakat dan mencegah pelecehan seksual. Bagi pemerintah, langkah ini mungkin dianggap sebagai solusi untuk masalah moral. Namun, hal ini juga menimbulkan kesan bahwa perempuan dan tubuh mereka dianggap sebagai akar masalah moral. Lebih lanjut, fokus pemerintah pada regulasi tubuh masyarakat mengabaikan isu hak asasi dan eksploitasi.(Suhada, 2021).

3. Gerakan Feminisme yang Abadi

Gerakan feminisme di Indonesia terus berkembang seiring perkembangan zaman. Dalam era kontemporer, isu tersebut tidak hanya berfokus pada isu tradisional seperti pendidikan dan pekerjaan, tetapi juga tentang perlindungan terhadap kaum perempuan, hak reproduksi, dan representasi perempuan di segala bidang. Meskipun terdapat resistensi dan penolakan dari berbagai pihak, gerakan feminisme di Indonesia terus mempertahankan kegigihannya. Dukungan dari para aktivis, akademis, bahkan masyarakat mendorong gerakan ini untuk mencapai kesetaraan sejati. Gerakan feminisme Indonesia juga terhubung dengan feminisme global, memperluas kesetaraan dan memperkuat solidaritas antar perempuan di seluruh dunia yang diharapkan mampu mendorong perubahan sosial yang positif demi harapan bangsa yang adil dan inklusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun