Mohon tunggu...
Ruslan Yunus
Ruslan Yunus Mohon Tunggu... Peneliti dan Penulis -

Belajar Menyenangi Humaniora Multidisipliner

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan featured

Sebuah Renungan di Hari Bumi 22 April: Manusia Virus bagi Bumi?

22 April 2019   10:02 Diperbarui: 22 April 2020   07:41 1920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pixabay.com

Deddy Corbuzier, pembawa acara TV Hitam Putih mengemukakan teorinya, sebuah teori tentang konspirasi bencana. 

Teori yang di unggah melalui kanal youtube (26/12/2018) ini adalah sebagai "respon" atas bencana tsunami di Tanjung Lesung yang baru saja terjadi. Dan tentu juga, atas bencara- bencana alam lainnya yang belakangan ini cenderung semakin sering terjadi di muka bumi ini.

Di dalam video "Tanjung Lesung dan Konspirasi Bencana", yang berdurasi 10 menit 40 detik itu, Deddy Corbuzier mengibaratkan bumi sebagai sesuatu yang hidup. Layaknya seperti manusia.

Bila suatu virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh manusia, apa yang tubuh lakukan untuk "melawan" virus atau bakteri tersebut? Perlawanan itu karena virus atau bakteri itu telah mengancam dan "menyakiti" tubuh. 

Otak dan tubuh lalu berkonspirasi, dan melakukan cara yang tak "menyenangkan" untuk melawan virus atau bakteri itu. Misalnya, tubuh menaikkan suhunya sehingga kita merasa demam. Saat tubuh panas, sebenarnya ditujukan untuk membunuh virus atau bakteri itu dan membuangnya dari tubuh.

Lalu bagaimana jika bumi melakukan hal yang "sama", melakukan perlawanan bila ada yang mengancam atau "menyakiti" nya? Tapi pertanyaan nya, siapakah virus atau bakteri itu? Jangan kaget, menurut Deddy Corbuzier, makhluk hidup yang bernama manusialah virus atau bakterinya.

Ketika manusia membakar hutan, membakar bahan bakar "fosil" dan mengepulkan gas CO2 ke atmosfir secara tak terkendali, bumi akan melakukan "perlawanan" melalui global warming. 

Ketika tsunami yang ditandai oleh gelombang air laut yang tinggi lalu menghempas ke daratan, itu ibaratnya bumi sedang mengeluarkan "ingus" nya. 

Seperti kita melawan virus atau bakteri yang ada di udara yang terisap masuk melalui hidung kita. Bencana alam seperti gunung meletus dan angin topan adalah ibaratnya seperti kita sedang batuk.

"It is the way the earth trying to trow the viruses and bacteria out from its body", ungkap Deddy Corbuzier. Karena itu, manusia harus berpikir ulang bagaimana cara yang tepat untuk hidup di muka bumi ini.

Sebagai sebuah teori yang disebutnya teori yang "kacau", Deddy Corbuzier meminta kita untuk tidak memperdebatkan nya.

Deddy Corbuzier menutup teori konspirasi bencananya dengan video animasi Steeve's gods. Di situ ada "orang" yang dengan seenaknya terus merusak bumi dan ekosistemnya, menggerusnya, dan mengotorinya dengan sampah dan "racun". 

Pada gambar lainnya ditampilkan pula aktivitas produksi yang "terkesan" begitu masif. Mungkin saja, kata Deddy Corbuzier, gambaran animasi itu saat ini sedang terjadi di bumi kita ini (khususnya sejak enam dekade terakhir ini, pen.)

Tentang global warming, saya mengutip sebuah laporan dari Inter Govermental on Climate Change, the Third Assessment Report, Cambridge University, UK 2001.

Bila laju emisi gas CO2 ke atmosfer tidak dikendalikan, maka suhu bumi diproyeksikan akan naik antara 1,4°C sampai 5,8°C sampai akhir abad ini. 

Kenaikan suhu bumi ini akan memicu naiknya permukaan laut dari 9 sampai 88 cm akibat salju di kutub retak dan mencair. Pada skenario perubahan iklim kategori "sedang" dengan kenaikan suhu bumi 3°C, permukaan laut diproyeksikan akan naik 40 cm menjelang tahun 2080-an. Pada skenario kategori "tinggi", kenaikan permukaan laut diproyeksikan bisa melebihi 80 cm. Ngeri kan?

Sementara pada musim dingin suhu udara di sejumlah negara Eropa, Amerika Utara dan Cina saat ini dilaporkan bisa luar biasa dinginnya. Bisa sampai 30°C- 50°C dibawah nol. 

Aliran udara dingin yang berputar berlawanan arah dengan arah jarum jam di daerah kutub yang bertekanan udara rendah, tiba- tiba menjadi tidak stabil. 

Lalu mengalir secara acak dan merembes ke daerah- daerah lain. Fenomena ini dikenal sebagai Polar Vortex. Pada saat yang bersamaan suhu udara di Alaska yang berdekatan dengan kutub utara malah hanya 11°C dibawah nol (CNN Indonesia, 02/02/2019).

Itu baru efek global warming terhadap kenaikan suhu bumi dan permukaan laut. Belum lagi efeknya terhadap pola penyakit, emosi manusia, pola tanam dan efek- efek sosial lainnya akibat frekuensi dan intensitas gelombang panas (heat waves), banjir dan kekeringan yang terbilang cukup ekstrim (Abd. El Aleem Desoky, Global Adv. Research J. of Agric. Sci., 6(10), 2017, Doherty & Clayton, American Psychologist, 66(4), 2011).

KTT Perubahan Iklim yang digelar di Paris Perancis, 30 November-11 Desember 2015 mengingatkan kembali akan komitmen dunia untuk mengurangi emisi gas buang. Data European Commission and Nederlands Environmental Assessment Agency (ECNEAA) yang dirilis tahun 2013 menyebutkan total emisi CO2 dunia mencapai 35,27 juta kt. 

Dari 10 negara penghasil CO2 terbesar dunia, Cina menempati urutan pertama dengan emisi CO2 sebesar 10,33 juta kt. Disusul oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa di urutan kedua dan ketiga masing- masing 5,30 dan 3,74 juta kt. Indonesia menempati urutan kesepuluh sebesar 0,51 juta kt (CNN Indonesia, 30/11/2015).

Sebagai pembanding pada tahun 1990 sebelumnya, total emisi CO2 dunia sebesar 22,67 juta kt (ECNEAA, 2018). Untuk menjaga kenaikan suhu bumi pada kisaran 1,5°C sesuai dengan Kesepakatan Paris, maka emisi gas rumah kaca ini pada tahun 2030 perlu diturunkan sampai 55% dari tingkat emisi saat ini.

****

Bila mengikuti teori konspirasi bencananya Corbuzier ini, fenomena likuifaksi, tanah berjalan, atau tanah terbalik misalnya, mungkin adalah seperti kita sedang mencret. 

Bakteri campilobacter, salmonella dan E. Coli yang masuk ke dalam usus, menyebabkan tubuh bereaksi. Bakteri itu mungkin masuk ke tubuh melalui makanan atau minuman. Usus terasa "diulek- ulek", sampai bakteri- bakteri itu berhasil kita buang keluar dari tubuh kita dengan cara "mencret".

Bencana banjir, mungkin seperti kita pipis tak terkendali. Ditengarai karena enteroviruses yang masuk ke dalam tubuh dan menyerang pankreas ditambah dengan faktor- faktor lainnya, organ tubuh ini mengalami gangguan untuk melakukan metabolisme glukosa menjadi energi. 

Mengutip Prof. Dr.dr. Sri Hartini dari resensi bukunya "Diabetes? Siapa Takut!" (29/07/2010), kadar gula darah yang meninggi berakibat urine menjadi kental. 

Untuk mengencerkannya, darah mengambil cairan dari tubuh. Akibatnya, tubuh menjadi sering merasa haus. Karena itu kita menjadi lebih sering minum dan lebih sering pipis. 

Reaksi menjadi lebih sering pipis dan dalam volume yang banyak adalah cara tubuh untuk membuang kelebihan gula (yang mengganggu) di dalam darah.

Analogi-analogi -saya- ini lebih "kacau" lagi, ya? Hehehe....

****

Maka, arifkah jika kita terus "memaksa" bumi dan ekosistem nya untuk "memproduksi" semua keinginan- keinginan kita tanpa batas? Diluar kemampuan atau "daya dukung" bumi dan ekosistemnya? Lalu kita membuang lagi "sampah" nya ke bumi secara serampangan, sehingga bumi jatuh "sakit"? 

Jangan sampai kita baru kaget ketika kita harus berkata, "it is possible that the earth --and its ecosystems-- try to destroy us because we destroy them first". 

Seperti kata Deddy Corbuzier mengingatkan kita. Padahal sangat mungkin banyak dari "keinginan-keinginan" kita itu sesungguhnya bukanlah "kebutuhan" kita untuk kita dan anak cucu kita menikmati indah dan damainya hidup di planet bumi ini.

Kembali kepada judul esai, manusia virus bagi bumi? Janganlah sobat-sobatku, di belahan benua manapun saat ini Anda berada. Bukankah Tuhan telah memberikan kepada kita sebuah kehormatan yang begitu luhur dan tinggi? Kehormatan untuk menjadi wakil-Nya di muka bumi (khalifah), sekaligus sebagai "sahabat" bagi bumi. 

Menjadi khalifah dan sahabat yang memakmurkan bumi -dengan menjaga keseimbangan ekosistemnya- dan tak membuat kerusakan di atas bumi. Tentu saja kehormatan itu kelak akan kita pertanggung jawabkan di hadapan-Nya.

Bukit Baruga-Makassar, 22 April 2019.
kompasiana@ruslanyunus. All rights reserved.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun