Mohon tunggu...
Ulil Lala
Ulil Lala Mohon Tunggu... Administrasi - Deus Providebit - dreaming, working, praying

Bukan penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berjuang Melalui Pena, Pelajaran Berharga R. A. Kartini

21 April 2021   08:46 Diperbarui: 21 April 2021   08:51 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perempuan sederhana berkebaya dan bersahaja yang di dalam jiwanya ada api berkobar untuk menaikan derajat kaum wanita. Berjuang tidak harus mengangkat senjata, penjajahan tidak selalu harus penyiksaan fisik. Namun wanita dari bumi Jepara ini yang lahir pada tanggal 21 April 1879 telah membuktikan bahwa melalui coretan penanya ia berusaha memperjuangkan keseteraan hak bagi wanita khususnya dalam dunia pendidikan.

Hari ini, 21 April 2021 kembali bangsa Indonesia memperingati salah satu tokoh, pahlawan wanita yang berjuang melalui tinta penanya untuk harkat kaum wanita. Kartini. 

Wanita lembut kelahiran Rembang, 21 April 1879 adalah sosok bersahaja sebagai wanita bangsawan, karena ayahnya seorang Adipati Jepara bernama R. M. Aryo Sosroningrat. Sebagai seorang anak bangsawan Kartini bisa mendapatkan pendidikan di ELS (Europes Lagere School), meski hanya sampai usia 12 tahun saja. 

Terbatasi oleh adat dan budaya bahwa wanita setelah berusia 12 tahun harus tinggal di rumah, istilah Jawanya dipingit hingga menjelang pernikahan, tidak menyurutkan semangat Kartini untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasannya akan dunia luar. Fisik yang terpenjara, di rumah saja, tetap menyalakan semangat Kartini untuk belajar dengan membaca buku-buku berbahasa Belanda dan menulis surat kepada sahabatnya di negeri Belanda.

Selanjutnya pada tahun 1903 R. A. Kartini menikah dengan Bupati Rembang bernama Raden Adipati Joyodiningrat dan meninggal dunia pada 17 September 1904 setelah melahirkan seorang putra bernama Soesalit Joyodiningrat.

Asa yang tak lekang oleh kematian, namun justru dengan kematian muncullah tunas harapan sebagai sebuah perjalanan perjuangan yang terus berlanjut.

Setelah Kartini wafat, surat-surat Kartini yang dikirim kepada teman-temannya di Belanda dikumpulkan dan dibukukan oleh Mr. J. H. Abendanon yang kala itu menjadi Mentri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda. Kumpulan surat yang dibukukan itu diberi judul dalam bahasa Belanda Door Duisternis tot Licht dan diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang.

Buku Habis Gelap Terbitlah Terang, seperti secercah nyala lilin yang memberikan semangat kepada kaum perempuan untuk bangkit dan berani memperjuangkan harkatnya. Tidak perlu ikut berperang mengangkat senjata, namun dengan memperluas cakrawala pengetahuan lewat pendidikan. Hal inilah yang mendorong berdirinya sekolah bagi wanita yang didirikan oleh Yayasan Kartini di beberapa kota di Jawa. Pada tahun 1964 Presiden Soekarno menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional melalui Kepres No. 108 tahun 1964.

Kartini Modern, menjadi inspirasi positif untuk sesama dan wanita pantang menyerah.

Sudah lebih dari satu abad sejak wafatnya R. A. Kartini dan kemajuan kaum perempuan sudah bisa dilihat dengan mata kepala dan rasakan dampaknya, bahwa wanita bisa memperoleh pendidikan setinggi-tingginya, pekerjaan yang tidak hanya ditingkat bawah, tapi menengah dan atas, wanita menjadi pimpinan bahkan menorehkan prestasi-prestasi luar biasa untuk nama Bangsa melalui karyanya. 

Hal sederhana yang dapat kita petik dari sejarah kehidupan Kartini, bahwa perjuangan tidak perlu muluk-muluk. Segala sesuatunya dimulai dengan kebiasaan sederhana. Melalui tulisan yang selalu menginspirasi atau ketrampilan yang terus ditingkatkan hingga menjadi prestasi adalah hal-hal sederhana yang bisa dikembangkan.

Peringatan sederhana untuk pahlawan emansipasi wanita, R. A. Kartini hari ini, tidak ada upacara bendera, karena siswa masih melakukan pendidikan secara daring. Namun salah satu sekolah menengah pertama tetap merayakannya dengan mengenakan pakaian adat untuk seluruh pegawainya dan memutar melodi lagu-lagu perjuangan, tentu lagu Ibu Kita Kartini ciptaan WR Seopratman tak akan terlewatkan.

Menjadi wanita mandiri apapun profesinya asalkan terus bersedia belajar adalah cara sederhana mewujudkan cita-cita R. A. Kartini. Belajar tidak harus di sekolah kan? Tetaplah uptodate, mencari informasi-informasi positif yang berguna menambah wawasan, kompetensi diri dan membawa manfaat. 

Di Kompasiana ini, banyak wanita-wanita cerdas bukan hanya remaja putri milenial tapi wanita generasi sebelumnyapun sangat terbuka dalam pola pikirnya, sehingga menghasilkan karya tulisan yang luar biasa. 

Di sini, melalui menulis wanita bisa membagikan berbagai macam informasi positif yang menginspirasi, dengan tetap saling menghormati dan akrab berbalas melalui tarian jari diatas tuts atau layar sentuh. Karena emansipasi bukan mengubah wanita menjadi seperti pria tapi memperluas dunia wanita dalam keseteraan pendidikan dan pekerjaan sepadan dengan pria, tanpa meninggalkan kodratnya.

Selamat hari Kartini untuk kaum wanita se-Indonesia Raya, mari tetap berkarya meski lewat tulisan sederhana.

Sumber : Satu dan dua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun