Tilang Elektronik : Antara Takut Kena Tilang dan Akal-akalan Pengendara
Assalamu'alaikum kompasianer!
Ada yang pernah dapat surat cinta tilang elektronik? Duh! rasanya kaget loh! Beberapa bulan lalu, aku mendapatkan pesan WhatsApp dari nomor resmi Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) . Kubuka dengan rasa penasaran, dan... deg! Isinya adalah pemberitahuan pelanggaran lalu lintas melalui tilang elektronik (ETLE). Aku disebut telah melanggar aturan karena sepeda motorku masuk ke jalur busway. Semula akus empat berpikir pesan tersebut adalah scamming, tapi ketika aku  mencari tahu ternyata memang pemberitahuan tilang itu sudah dilakukan menggunakan whatsapp.
Sebagai pengendara motor harian, aku terkejut. Pasalnya bukan sekali itu aku masuk jalur busway sering bahkan kerap haha. Tapi kenapa baru kali ini aku ditilang? Dan aku juga tahu di jalur itu sudah lama dipasang kamera ETLE bahkan awalnya berkedap kedip hingga tak ada kedipan dan aku pikir itu nggak difungsikan lagi. Awalnya sempat panik, apalagi sekarang sistem ETLE terhubung dengan pajak kendaraan. Artinya, kalau aku tak segera bayar, bisa-bisa urusan pembayaran pajak tahunan jadi terhambat.
Namun ternyata, aku masih punya hak jawab. Di dalam pesan tersebut ada menu sanggahan. Aku klik, mengisi formulir, menjelaskan dengan alasan bahwa benar itu kendaraan ku dan aku jelaskan kenapa baru sekarang dikenakan tilang? Dan alhamdulillah, sanggahan ku diterima. Aku bebas dari denda. Di titik itu, aku cukup lega, karena ternyata sistem ini memberi ruang klarifikasi bagi masyarakat yang memang merasa tidak bersalah.
ETLE Bikin Tertib Lalu Lintas?
Lantas apakah ETLE bisa membuat tertib lalulintas? Seharusnya yes! faktanya di Indonesia namanya aturan itu justru membuat orang berpikir kreatif dan bahkan bikin senyum. Alih-alih tertib, banyak pengendara justru mencari cara agar lolos dari pantauan kamera. Ada yang mencopot pelat nomor belakang, menutupi dengan masker wajah, mengecat seluruh pelat jadi putih polos, atau menempelkan stiker hologram agar blur saat difoto. Bahkan ada yang sengaja menutupi satu angka pelat nomor dengan stiker, agar tidak terbaca sempurna.Â
Meski aku mendukung semangat ETLE untuk mewujudkan lalu lintas yang lebih tertib dan transparan, aku juga merasa Indonesia belum sepenuhnya siap untuk menerapkan sistem ini secara menyeluruh.
Contohnya? Banyak.
Salah satu pelanggaran ku adalah saat aku melewati lampu merah nekat? Bukan,jadi ceritanya aku melintas di perempatan besar. Lampu lalu lintas di sisi kanan sudah hijau, kendaraan dari arah itu sudah jalan. Tapi lampu di arahku masih merah. Alhasil, aku diklakson dari belakang karena dianggap menghalangi jalan, padahal aku hanya menuruti lampu merah. Pernah juga aku disuruh jalan oleh petugas polisi di lapangan, padahal lampu masih merah. Aku ikuti perintah polisi eh, malah kena ETLE!