Mohon tunggu...
Nurul Ulfa Mutmainnah
Nurul Ulfa Mutmainnah Mohon Tunggu... -

Mahasiswi sederhana dari universitas fajar Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Patron-klien Like Tuan-budak?

30 April 2016   08:29 Diperbarui: 30 April 2016   08:37 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Assalamualaikum wr.wb

4 hari yang lalu adalah pertemuan terakhir kami dengan antropologi sebelum mid di mulai, meski tak sesuai jadwal kami tetap melaksanakan pembelajaran demi mengejar waktu. Hingga akhirnya, kami memutuskan untuk membuka pembelajaran pada waktu sore di hari rabu kemarin. Pembahasan hari itu mengenai hubungan patron-klien pada suku bugis-makassar.

Istilah itu benar-benar terdengar aneh karena saya memang baru mendengar istilah tersebut, dalam hati bertanya-tanya apa itu patron-klien?

Tapi.......

Tak butuh waktu lama, dosen pengampu mulai menjelaskan secara jelas tentang hubungan patron-klien dan alhamduillah, berkat penjelasan kemudian di bantu dengan buku yang telah saya baca, membuat saya sudah sedikit mengerti tentang hubungan patron-klien. Nah, maka dari itu saya membuat artikel ini bertujuan untuk membagi sedikit tentang hubungan patron-klien yang sudah saya tangkap sedikit dan pastinya untuk memenuhi tugas dari dosen pengampu itu sendiri.

Hubungan patron-klien merupakan istilah yang cukup asing di telinga kita, taukah kita bahwa patron-klien itu ada sejak zaman Belanda? Jika di artikan patron adalah seseorang yang di ikut. Lalu,siapa yang mengikutinya? Yang mengikuti patron di sebut dengan klien.


Pada zaman dulu, klien tak mengikuti patron secara percuma tapi klien mengikuti patron karena menganggap patron tersebut sebagai tuan atau orang yang mereka hormat dan banggakan. Mengapa? sebab saat itu tugas seorang patron ialah melindungi para klien dari patron lain sedangkan klien bertugas untuk mematuhi dan melayani seorang patron.

Lalu, apa sebutan patron yang ada di suku Bugis-Makassar? Di bugis seorang patron di panggil dengan sebutan puang dan petta sedangkan pada suku Makassar di sebut dengan karaeng atau daeng. Dari sebut seperti itu kita sudah bisa mengetahui yang manakah seorang patron dari bugis dan dari Makassar.

Jika, pada zaman dulu seorang klien bertugas untuk melayani seorang patron layaknya seperti budak sangatlah berbeda dengan hubungan patron-klien pada zaman sekarang. Mengapa saya berkata demikian? Karena kita sudah melihat dengan jelas bahwa di masa sekarang seorang klien tak selamanya harus menjadi layaknya seorang budak bagi patronnya.

Contoh:

Seorang anggota DPR di ibaratkan seorang patron dan para pendukung atau tim suksesnya di ibaratkan sebagai klien-nya. Jika kita memperhatikannya saat ini klien itu tak selamanya harus patuh pada patronnya tersebut, bisa saja jika ada sesuatu yang di lakukan seorang patron lalu kliennya tak setuju dengan apa yang di lakukannya, si klien tersebut dapat membantah bahkan dapat meninggalkan patron tersebut dan mencari patron pengganti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun