Nilai-nilai luhur bangsa Indonesia menghadapi banyak tantangan di tengah kemajuan teknologi. Hal ini disebabkan oleh derasnya arus informasi, globalisasi, serta transformasi digital yang terus menggerus batas-batas ruang dan waktu. Di era digital inilah pemahaman mendalam terhadap Pancasila menjadi semakin penting, bukan sekadar sebagai hafalan, melainkan sebagai kompas navigasi dan fondasi karakter dalam menghadapi kompleksitas zaman. Untuk itu, adanya Pendidikan Pancasila merupakan benteng pertahanan mental-intelektual dan panduan etis bagi mahasiswa sebagai calon pemimpin dan agen perubahan.Â
Bagi mahasiswa, memahami kelima sila Pancasila di era digital adalah seperti memiliki "sistem operasi" moral dan ideologis untuk menghadapi dunia yang penuh dengan tantangan global. Mahasiswa bukan hanya pelajar, tetapi calon pemimpin dan intelektual yang akan membentuk masa depan bangsa. Pendidikan Pancasila memberi kerangka berpikir dan berperilaku dalam menghadapi kompleksitas era digital, sehingga keputusan dan inovasi yang dihasilkan mahasiswa tetap berpijak pada identitas dan nilai-nilai Indonesia.
Penerapan sila pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa" di era digital berarti menanamkan dan mempraktikkan nilai-nilai ketuhanan dalam setiap aspek kehidupan digital. Era digital menghadirkan tantangan etika yang kompleks, seperti penyebaran hoaks, cyberbullying, ujaran kebencian, dan konten negatif. Sila pertama menjadi fondasi moral yang mengingatkan kita bahwa segala tindakan di dunia digital akan dipertanggungjawabkan, tidak hanya di hadapan hukum negara tetapi terutama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.Â
Dunia digital pun seringkali menciptakan rasa anonimitas yang membuat individu merasa lepas dari tanggung jawab. Akibatnya, kasus cyberbullying menjadi fenomena yang sering dijumpai di dunia maya. Pancasila, khususnya Sila Kedua, "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab", menanamkan kesadaran bahwa di balik setiap akun digital ada manusia yang memiliki martabat dan harus dihormati. Nilai-nilai ini mengajarkan mahasiswa untuk selalu berlaku beradab, bahkan ketika mereka merasa "tersembunyi" di balik layar.
Sila ketiga "Persatuan Indonesia" juga menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keutuhan bangsa di atas segala perbedaan. Tanpa pemahaman Pancasila, mahasiswa rentan terjerumus dalam ekosistem digital yang mengkotak-kotakkan berdasarkan suku, agama, atau golongan. Pendidikan Pancasila menguatkan jati diri kebangsaan, mendorong mahasiswa untuk menggunakan kemampuannya untuk merajut narasi kebhinekaan, mempromosikan persatuan, dan melawan segala bentuk ujaran kebencian yang mengancam kohesi sosial.
Era digital dapat menjadi ruang demokrasi yang sangat luas. Namun, perbedaan pendapat sering berujung pada cacian dan bullying, bukannya diskusi yang sehat. Sila "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan" mengajarkan bahwa perbedaan haruslah diselesaikan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat, bukan dengan kekerasan verbal. Untuk itu, Pendidikan Pancasila melatih mahasiswa agar menghargai perbedaan pendapat, berargumentasi dengan santun, dan mencari titik temu yang bijaksana. Hal ini dapat dipraktikkan, misalnya dalam menanggapi perdebatan di media sosial dan mencegah eskalasi menjadi cyberbullying.
Selain itu, kemajuan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI) juga menimbulkan tantangan etika baru. Isu privasi data, bias algoritma, dan ketimpangan digital adalah masalah nyata. Pancasila, dengan sila "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia", memberikan kerangka moral untuk menyikapi hal ini. Pendidikan Pancasila mendorong mahasiswa untuk tidak hanya mengejar efisiensi dan profit, tetapi juga mempertimbangkan keadilan dan dampak sosial dari karya mereka. Pancasila mengingatkan bahwa tujuan akhir teknologi adalah memanusiakan manusia dan menciptakan keadilan, bukan malah sebaliknya.
Oleh karena itu, Pendidikan Pancasila bagi mahasiswa di era digital merupakan hal yang sangat penting. Perkuliahan hendaknya mampu mendiskusikan isu-isu aktual seperti etika digital, ekonomi kreatif, dan dampak media sosial dengan kacamata nilai-nilai Pancasila. Bagi mahasiswa, pemahaman yang utuh terhadap Pancasila bukanlah beban kurikulum, melainkan bekal terpenting untuk menjadi intelektual yang cerdas, berintegritas, dan bertanggung jawab secara sosial. Mereka adalah generasi yang akan membawa Indonesia melompat ke masa depan, dan Pancasila memastikan bahwa lompatan itu tidak kehilangan arah dan jati diri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI