Mohon tunggu...
Ofi Sofyan Gumelar
Ofi Sofyan Gumelar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Warga Kota | Penikmat dan rangkai Kata

Today Reader Tomorrow Leader

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tak Perlu Panik di Kala Pandemi

26 April 2020   16:19 Diperbarui: 26 April 2020   16:13 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perang Melawan pandemi Covid-19 (Sumber gambar : diolah dari freepix.com)

"Dalam skenario terburuk, akan terjadi peningkatan jumlah angka kemiskinan di tangah wabah Corona (Covid-19) hingga 3,78 juta orang."

Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani selepas rapat kabinet tentang penanganan virus Covid-19 pada hari Selasa, 14 April 2020 lalu. Selain itu, beliau menyebut angka pengangguran diprediksi akan naik hingga 5,2 juta orang.

Virus Corona tak hanya menyerang kesehatan fisik saja, tapi juga sendi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. 

Lembaga riset Moody menyebut sejumlah industri pada sektor garmen, otomotif, konsumer, pariwisata, maskapai penerbangan, hingga pengiriman menurun drastis pendapatannya. Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut Industri Kecil Menengah (IKM) menghadapi ancaman gulung tikar.

Fakta nyata efek pandemi covid-19 ini saya temui langsung di lingkaran pertemanan saya. Seorang teman yang berprofesi sebagai pengemudi ojek online (ojol) mengeluhkan pendapatannya menurun tajam. Ia kelimpungan bagaimana membiayai hidup keluarganya. Belum lagi urusan kredit motor, bayar kontrakan dan iuran listrik bulanan.

Teman lain yang berprofesi guru les nganggur karena kelas ditiadakan. Padahal selama ini pendapatannya bergantung pada banyaknya jam mengajar. Beruntung ia punya sedikit tabungan sehingga masih bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. "Entah nanti gimana kalau tabungan saya habis," begitu keluhnya.

Di televisi, saya mendapati fakta lainnya. Tempo hari, di  acara Indonesia Lawyer Club seorang ibu pedagang kaki lima mengeluhkan nasibnya yang tidak bisa menggelar lapak dagangan akibat kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Malangnya, ia juga tertahan tak bisa pulang kampung karena kebijakan ini. Ia bingung bagaimana mengebulkan dapurnya.

Setali tiga uang, karyawan dan buruh pun dilanda gelisah. Beberapa industri merumahkan karyawan mereka.  Ada yang memotong gaji dan yang terburuk sampai mem-PHK karyawannya. Kalaupun masih ada yang bekerja, jadwal shift kerja pun diperpendek.

Pengaruh Covid-19 juga terasa pada lonjakan harga barang. Badan Urusan Logistik (Bulog) mengakui kalau sejumlah harga bahan pokok mengalami kenaikan. Alasannya semua negara menahan ekspor bahan pangan mereka sebagai antisipasi pemenuhan dalam negeri mereka. Sementara kebutuhan pangan kita sangat bergantung pada impor.

Beberapa harga sembako memang melejit. Setidaknya begitu kata isteri saya yang kerap berbelanja ke pasar maupun di tukang sayur keliling. Ia menyebut kalau bumbu dapur dan rempah-rempah pun ikutan naik. Mungkin gara-gara pemberitaan soal empon-empon, jahe, dan sejenisnya yang berkhasiat menangkal covid-19.

Potret buram di atas tampaknya bisa jadi alasan logis buat harap-harap cemas. Demi menjaga kemungkinan terburuk, bisa jadi Anda memborong sembako dalam jumlah besar (panic buying) sebagai antisipasi kelangkaan di pasar. Bisa juga Anda menarik semua uang di bank (rush money) karena takut bank gagal menjamin simpanan dan investasi anda. Tapi apakah itu tindakan yang tepat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun