Hal-hal sepele menurut kita, malah bisa jadi istimewa buat orang bule. Ketika mereka susah membeli pisang di negeri eropa sana, di sini tinggal petik langsung dari pohonnya. Disini untuk makan keluar (warung) bisa dilakukan dengan beberapa lembar uang, disana hanya orang kaya yang bisa makan diluar rumah saking mahalnya harga makanan. Disini, kalau malas beli bahan dapur, tinggal tunggu pedagang sayur keliling mampir ke kompleks perumahan. Disana? Perlu bayar jasa kurir kalau malas belanja ke supermarket. Bahkan urusan harga bensin pun, mereka iri karena katanya dikita lebih murah.
Oh ya, rupanya Berit juga sadar soal orang Indonesia yang begitu sopan. Ia tahu orang Indonesia tidak biasa dikritik secara langsung tanpa basa basi. Jadi, ketika ia menuliskan banyak kritikan soal perilaku orang Indonesia di buku ini, ia cukup sadar bagaimana untuk sekedar menurunkan tensi pembacanya. Iya, Bab Indonesia dan Estonia: dari Ujung ke Ujung Berit menuliskan perbandingan tentang perbedaan-perbedaan antara Indonesia dan Estonia. Di Bab Indonesia dan Estonia: dari Ujung ke Ujung Dari sini ia mengemukakan alasan mengapa ia (dan umumnya bule-bule sono) terkaget-kaget ketika datang ke Indonesia. Di ujung buku, pada bab Yang Kita Butuhkan Cuma Senyuman Ala Indonesia bahkan ia menulis beberapa perubahan positif yang telah terjadi di masyarakat. Ada cerita soal budaya antri sudah banyak diterapkan dimana-mana, atau soal seorang gadis yang sadar memungut bekas botol air mineral untuk kemudian dimasukkan ke tong sampah.
Dari sini seolah Berit ingin berpesan; Iya, Indonesia memang ruwet tapi Indonesia juga sedang bebenah menuju perbaikan disana sini. Sementara itu, cukuplah menyikapi hal-hal ajaib disekitar kita dengan senyum ramah saja.
Rasanya Buku ini cocok juga untuk bacaan menjelang akhir tahun ini. Merenungkan hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki dan kemudian mencoba menjadi lebih baik lagi  tahun depan. Iya, besok sudah berganti tahun…
Â
Sumber gambar:Â
kamuindonesiabangetkalau.wordpress.com