Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Perang benar-salah,Tuhan versus manusia ?

11 Oktober 2014   23:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:26 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_365648" align="aligncenter" width="360" caption="www.republika.co.id"][/caption]

….

Di dunia ini ada dualisme benar - salah yang menjadi elemen dasar dari ilmu pengetahuan dan tentunya elemen dasar dari konsep ‘kebenaran’.dan sulit membayangkan bagaimana ilmu pengetahuan-konsep ‘kebenaran’ bisa ditegakkan-bisa difahami dan dikenali oleh umat manusia tanpa adanya dualisme benar-salah sebagai elemen dasar pembentuknya

Konsep benar-salah itu terbentang berantai mulai dari dunia alam lahiriah hingga ke dunia alam abstrak-gaib-metafisik,artinya bila ada benar-salah di dunia alam lahiriah-dunia empirik maka demikian pula hal nya di alam gaib.artinya dunia abstrak-alam gaib bukanlah dunia yang absurd-yang chaos-yang tidak memiliki konstruksi benar-salah yang jelas.dan itu artinya dunia gaib itu ber konstruksi ilmu pengetahuan dan konstruksinya bisa dibaca oleh cara berfikir akal fikiran manusia.hanya cara membaca dualisme benar-salah yang bersifat abstrak di alam gaib tentu tidak semudah membaca benar-salah di dunia alam lahiriah yang cukup mengandalkan pengalaman dunia inderawi+bantuan peralatan sains

konsepsi benar-salah itu di mulai dari benar-salah yang bersifat empirik (yang bisa di verifikasi oleh pengalaman dunia indera) sampai kepada benar-salah yang bersifat non empirik (yang bisa ditangkap dan difahami oleh peralatan berfikir yang abstrak : akal-hati nurani)

ilmu pengetahuan itu berstruktur hierarkis demikian pula dengan ‘kebenaran’ ( karena tahapan akhir-muara-tujuan ilmu adalah merumuskan ‘kebenaran’).ada ilmu pengetahuan empirik-ilmu pengetahuan rasionalistik dan ilmu pengetahuan essensialistik.ilmu pengetahuan empirik melahirkan pemahaman terhadap adanya konsep kebenaran empirik, yaitu bentuk kebenaran yang bisa diverifikasi pengalaman dunia inderawi,ilmu pengetahuan logika-rasionalistik melahirkan pemahaman terhadap adanya bentuk kebenaran rasional, yaitu bentuk kebenaran yang bisa ditangkap dan difahami cara berfikir logika akal fikiran,dan ilmu pengetahuan essensialistik-hakikat melahirkan pemahaman terhadap adanya bentuk ‘kebenaran hakiki’- bentuk kebenaran sesungguhnya-essensial-yang menjadi landasan terdalam dari seluruh eksistensi yang nampak

analogi sederhananya: semua gerak-perbuatan lahiriah seorang ayah yang bisa diamati oleh dunia inderawi itu hakikatnya-essensi terdalamnya sebenarnya berasal dari rasa cintanya kepada anak-isterinya.tetapi bila perbuatan lahiriahnya itu bisa di amati-diverifikasi oleh pengalaman dunia inderawi maka essensinya : rasa cintanya itu hanya bisa dibaca oleh hati-nurani,karena hati-nurani adalah alat baca hal hal yang essensial-mendasar

contoh lain : dengan dunia inderawi manusia menangkap wujud wujud yang tertata-terdesain di alam semesta,lalu akal menangkap adanya grand konsep-grand konstruksi-cetak biru dibalik fenomena empirik itu,dan hati-nurani menangkap yang lebih dalam lagi-yang bersifat essensial yaitu adanya kehendak yang Ilahiah-lalu adanya makna terdalam-yang hakiki dibalik semua yang nampak .jadi makin tinggi-makin ilmu menuju ke ketinggian-ke kedalaman maka ia akan makin berjalan menuju ke wilayah hati-ke wilayah yang bersifat essensial, tempat keyakinan hakiki manusia bersemayam

………………………………………………………..

Bila pada permukaan yang nampak lahiriah realitas itu nampak beragam-beraneka dan ‘berwarna-warni’ (adanya agama-kepercayaan-kebudayaan-pemikiran-ideologi-bahasa dlsb.yang beragam-beraneka warna) maka makin ditarik kedalam-ke essensi maka ilmu pengetahuan akan semakin membawa kita menuju satu substansi yang tunggal,dan pada akhirnya kita akan melihat adanya desain yang tunggal yang melahirkan yang beragam, dan apa makna-maksud tujuan dari yang tunggal mendesain kehidupan yang beraneka warna maka itu adalah salah satu teka teki ilmu pengetahuan terbesar di sepanjang zaman tentu saja bagi yang bisa memahaminya

Sampai disini anda bisa mencoba mengukur diri;sudah pada tingkatan mana pemahaman anda terhadap dualisme ‘benar-salah’-‘ilmu pengetahuan’ lalu ‘konsep kebenaran’ (?) .. bila pemahaman anda terhadap dualisme ‘benar-salah’ masih dibingkai kacamata empirisme-positivisme,lalu pemahaman terhadap konsep ‘ilmu pengetahuan’ masih terpaku pada paradigma saintisme yang menganggap ‘ilmu’ terbatas hanya sebatas segala suatu yang terverifikasi pengalaman dunia inderawi-bisa dibuktikan secara empirik, lalu pemahaman terhadap konsep ‘kebenaran’ masih terpaku pada anggapan bahwa kebenaran itu mutlak harus bersifat empirik atau menganggap kebenaran itu bersifat relative-tak ada kebenaran mutlak - sehingga beranggapan semua agama ‘benar’-memiliki cara pandang pluralistik (menyamaratakan hal hal yang essensinya berlawanan) maka itu artinya pemahaman anda terhadap dualisme benar-salah,terhadap konsep ‘ilmu pengetahuan’,terhadap konsep ‘kebenaran’ baru sebatas permukaan kulit luar-belum sampai pada memahami grand konstruksi nya dan apalagi belum sampai memahami essensinya yang terdalam. sebab pada tingkatan grand konstruksi-essensi-hakikatnya maka ilmu-kebenaran akan memperlihatkan wujud ketunggalan-kesatuan,bukan menampakan keterpecahan-terpotong potong (pada lapisan permukaan kebenaran akan nampak terpotong-potong-terpecah-belah)

Ketika kita menelusur dunia sains untuk menangkap-merumuskan dualisme benar-salah yang bersifat empirik maka hal itu nampak lebih mudah karena manusia bisa memverifikasinya dengan pengalaman dunia indera sehingga mana yang empirik dan mana yang hanya sekedar ide-gagasan-hipotesa (belum terbukti secara empirik) bisa kita tentukan secara hitam-putih. manusia mudah bersepakat terhadap benar-salah yang bersifat empirik sebab itu kebenaran empirik disebut juga kebenaran ‘obyektif-umum’ artinya bentuk kebenaran yang bisa ditangkap dan ditetapkan secara bersama sama oleh semua manusia yang memiliki dunia inderawi

Tetapi konsep ‘kebenaran’itu ternyata bersifat kompleks dan ternyata tak bisa berhenti di sebatas ‘kebenaran empirik’ semata. ada problem keilmuan yang membuat akal fikiran harus bekerja ekstra keras karena menyangkut obyek-problematika ilmu pengetahuan yang sudah bersifat non empirik.nah sebab itu makin meningkat pada hal hal yang bersifat abstrak-non empirik maka dualisme ‘benar-salah’ terkadang mulai nampak rancu-samar- kompleks sehingga sulit difahami oleh sebagian orang secara ‘hitam putih’,mengapa (?) … diantaranya karena banyaknya ‘sudut pandang manusia’ yang juga bersifat abstrak (semisal ‘isme’-ideologi dlsb.),dan kedua, karena adanya benturan antara sudut pandang manusia dengan sudut pandang Tuhan.sebab itulah menapak menjelajahi dualisme ‘benar-salah’ yang sudah meningkat ke wilayah non empirik sebagian manusia ada yang tak mau lagi berpegang pada parameter yang berasal dari kacamata sudut pandang manusiawi yang beraneka warna itu tetapi mencarinya pada konsep Ilahi untuk menemukan ‘yang hakiki-yang sesungguhnya’ dan juga untuk menghindari ketakjelasan-absurdisme yang diakibatkan tak tuntasnya serta saling berkontradiksinya pandangan pandangan manusiawi

Artinya di wilayah abstrak-metafisika manusia menciptakan definisi benar-salah nya sendiri sendiri sehingga seringkali bertubrukan dengan definisi benar-salah yang berasal dari Tuhan, sehingga suatu yang didefinisikan Tuhan sebagai ‘benar’ bisa saja di anggap sebagai ‘salah’ oleh isme tertentu.misal benar menurut Tuhan salah menurut sudut pandang materialisme-eksistensialisme-liberalisme-humanisme dlsb.,salah menurut Tuhan benar menurut sudut pandang materialism-eksistensialisme-liberalisme-humanisme dlsb.

Nah .. untuk agar tidak semakin bingung maka langkah pertama adalah : mari bercermin kepada apa yang ada dalam diri kita sendiri-yang bersifat hakiki maka dari situ kita akan mulai memiliki pandangan mana yang sebenarnya benar dan mana yang sebenarnya salah.dalam diri kita ada dunia inderawi-ada akal fikiran ada hati nurani ,semua adalah peralatan berfikir yang harus dioptimalkan sehingga melawan akal-melawan nurani sama dengan melawan kenyataan dan kebenaran hakiki yang ada pada diri sendiri. sebab ada banyak orang yang mengacuhkan akal fikiran dan nuraninya sendiri karena memaku diri pada ideology tertentu semisal ideology materialisme ilmiah-ideologi saintisme-ideologi empirisme-positivisme yang merumuskan bahwa ‘yang benar’-‘kebenaran’ hanya segala suatu sebatas yang bisa diverifikasi oleh pengalaman dunia inderawi semata

………….

Problem ilmu-kebenaran-dualisme benar-salah memang seperti sebuah teka teki ilmu pengetahuan yang panjang-yang tak pernah selesai-selalu ada disetiap zaman dan semakin maju zaman problemnya senantiasa semakin kompleks, tetapi benang merah para pemeran utamanya atau sang protagonist-antagonis nya selalu Tuhan vs manusia dalam arti benang merah ceriteranya adalah selalu berupa pergumulan antara kacamata sudut pandang Ilahiah yang terkonsep dalam agama vs kacamata sudut pandang manusiawi khususnya yang terkonsep dalam bentuk isme-isme. dan hingga saat ini keduanya masih terlibat perang ‘benar-salah’ yang makin berkecamuk walau tak selalu nampak ke permukaan dan tak selalu terekpose media tetapi sebenarnya juga berlangsung dalam alam bawah sadar manusia

Dan semakin maju ke akhir zaman perang benar-salah itu semakin mengerucut kepada kutub kutub yang semakin jelas apa-bagaimana-siapa nya

………….

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun