Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ini, Panduan Dasar Mengenal Konsep 'Ilmu Pengetahuan' Serta Kepercayaan

28 Juni 2016   15:46 Diperbarui: 28 Juni 2016   17:22 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images : www.konsultasiaja.com

Konsep ‘ilmu pengetahuan’ itu adalah suatu yang bukan hanya ada di dunia empirik tetapi juga masuk ke wilayah metafisik karena ilmu pengetahuan itu adalah ‘grand konsep’ yang merangkum keseluruhan realitas,keliru bahkan sangat picik kalau ada yang berpandangan bahwa ilmu pengetahuan itu hanya berkaitan atau hanya dikaitkan dengan fakta-bukti empirik-positivisme-metodologi empirisme-sains. sebab,bagaimana umat manusia harus memandang serta menyelesaikan beragam problem keilmuan serta kebenaran yang bersifat kompleks itu kalau tak ada kerangka ilmiah yang merangkum serta mengkonstruks dunia metafisik ? kalau tak ada kerangka ilmiah baku di dunia metafisik maka yang akan terjadi adalah, manusia akan menyelesaikan semua problem metafisis nya hanya dengan berspekulasi-meraba raba - tak akan lahir konsep kebenaran yang bersifat mutlak.nah kerangka ilmiah yang mengkonstruks dunia metafisik itu yang akan menetapkan proposisi metafisis tertentu sebagai ‘kebenaran mutlak’

Pandangan yang memparalelkan ilmu pengetahuan dengan konsep ‘keseluruhan’ demikian itu disamping pandangan filsafat tertentu juga menjadi pandangan Ilahiah yang menjadi konsep ilmu pengetahuan versi kitab suci agama Ilahiah

Pandangan yang mengaitkan ilmu pengetahuan hanya dengan hal hal yang serba bersifat empirik itu bukan pandangan Ilahiah tetapi pandangan sebagian orang yang ber ideology materialisme ilmiah. mereka mengaitkan ilmu pengetahuan hanya dengan obyek atau hal hal yang bersifat fisik,dunia metafisik mereka anggap hanya sebagai wacana pemikiran filsafati bukan dianggap sebagai realitas, beda dengan konsep agama yang menjadikan dunia abstrak-metafisik sebagai realitas

Sebenarnya semua berawal dari pemahaman terhadap konsep ‘realitas’,kaum materialist memandang realitas hanyalah perwujudan dunia materi-tak ada realitas lain dibalik itu, dalam pandangan mereka materi adalah satu-satunya substansi, ‘Materialisme tidak mengakui entitas-entitas nonmaterial seperti roh, hantu, setan dan malaikat. Pelaku-pelaku immaterial dianggap tidak ada.tidak ada Tuhan atau dunia adikodrati,realitas satu-satunya adalah materi dan segala sesuatu merupakan manifestasi dari aktivitas materi’.(wikipedia). sebab itu ilmu pengetahuan yang dapat berdiri diatas cara pandang demikian tentu saja hanya ilmu pengetahuan yang bersifat materialist dan kebenaran yang lahir dari padanya pun hanya sebatas kebenaran empirik bukan kebenaran universal bukan juga kebenaran rasional, karena untuk menegakkan rasionalitas-kebenaran rasional itu memerlukan berpijak pada obyek non fisik

Sedang konsep ‘realitas’ versi Ilahi memandang realitas secara menyeluruh sebagai suatu yang terdiri dari dunia fisik serta dunia non fisik-metafisik sebagaimana sebagai salah satu cerminnya adalah manusia yang terdiri dari jiwa-raga.sebab itu konsep ilmu pengetahuan yang dilahirkan dari cara pandang demikian itu pun bersifat menyeluruh pula sebagaimana konsep kebenaran yang dilahirkannya pun bersifat menyeluruh,dimana makna ‘menyeluruh’ disini adalah selalu ‘mencakup atau merangkum atau membingkai persoalan dunia fisik serta metafisik, sehingga problem keilmuan yang dapat diwadahinyapun memiliki spectrum yang lebih luas, bandingkan dengan ilmu pengetahuan empirik seperti sains yang tidak dapat merangkum serta menyelesaikan problem keilmuan-problem kebenaran yang bersifat metafisik

(sebab itu sangat ganjil apabila ada kaum materialist yang sampai mengklaim sebagai ‘rasionalist’ atau mengklaim ‘kebenaran rasional’ sebab rasionalitas itu sebuah konsep ‘lintas wilayah’-ia menjelajah mulai dari  dunia fisik hingga wilayah non fisik,rasionalitas tak akan dapat ditegakkan bila hanya di jejakkan di dunia fisik semata sebab memerlukan kerangka dualistik untuk membangunnya,sedang materialisme berkerangka monolistik,)

Sebab itu kita mungkin telah terbiasa mendengar orang orang yang mendefinisikan agama khususnya sebagai ‘bukan wilayah ilmu-hanya wilayah moral’,nah pendefinisian demikian itu sebenarnya bermula dari cara pandang manusia terhadap pertama,konsep ‘realitas’ dan kedua terhadap konsep ‘ilmu pengetahuan’ yang serba bersifat materialist. istilah ‘ilmiah’ pun di zaman ini mungkin lebih banyak disandarkan pada hal hal yang berkaitan dengan atau memiliki bukti empirik langsung.lalu makna ‘ilmu pengetahuan’ pun lebih diparalelkan dengan ‘sains’,bandingkan,dalam wilayah Ilahi ilmu pengetahuan itu juga berkaitan dengan hal hal yang bersifat metafisis yang tidak memiliki bukti empirik langsung,sebab itu bila agama berbicara tentang ‘kebenaran’ maka itu tak melulu bersifat empirik seperti dalam sains tetapi juga bersifat atau berspektrum metafisis

Dengan kata lain,sudut pandang materialist memandang ilmu harus berangkat atau berpijak hanya kepada fakta-bukti empirik langsung sedang agama tidak,dalam pandangan agama rasionalitas-hal hal yang terfahami oleh akal adalah bentuk ilmu pengetahuan tersendiri yang kebenarannya dapat dipegang dan dapat dijadikan pedoman

Dalam pandangan kaum materialist dunia indera adalah penangkap serta pengelola ilmu pengetahuan yang utama dan peran akal hanya difungsikan sebagai ‘pembantu’ dunia inderawi-tidak memiliki kekuatan otonom untuk menentukan kebenaran,karena akal harus tunduk mutlak pada fakta empirik langsung,sedang dalam pandangan agama akal itu memiliki kedudukan yang tinggi karena  ia dinilai memiliki kapasitas untuk dapat menetapkan kebenaran secara otonom dan terlepas dari keharusan untuk tunduk serta bergantung secara mutlak hanya kepada fakta empirik langsung melulu.itu sebab ‘rasionalitas’ dalam agama memiliki kedudukan lebih tinggi ketimbang dalam sains misal,karena fungsi sains memang hanya mencari kebenaran empirik-bukan kebenaran rasional

Seperti yang sudah saya tulis,realitas itu berlapis sehingga ilmu dan kebenaran pun otomatis menjadi berlapis karena ilmu itu bersandar atau berangkat dari realitas bukan dari ilusi.dan sebagaimana penangkap serta pengelolanya yang ada pada manusia itupun berlapis : dunia indera untuk menangkap serta mengelola bentuk kebenaran empirik,akal untuk menangkap serta mengelola bentuk kebenaran rasional-non empirik serta yang terdalam mata batin-nurani menangkap essensi-hakikat dari keseluruhan.walau tidak semua orang dikaruniai kemampuan memaksimalkan semua potensi demikian.kaum materialist contohnya,hanya berhenti pada optimalisasi perangkat dunia inderawi

Dan bentuk bentuk kebenaran yang ditemukan oleh berbagai perangkat yang ada dalam diri manusia itupun tidak sederajat,konstruksi ilmu pengetahuan Ilahiah mengenal bentuk 'kebenaran tertinggi' itu karena kebenaran empirik itu tidak dipandang sebagai kebenaran terakhir melainkan dipandang sebagai 'bahan baku' bagi  eksploitasi keilmuan lebih lanjut

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun