Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menelanjangi Filsafat

14 Oktober 2019   06:20 Diperbarui: 14 Oktober 2019   11:01 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images : i Campus indonesia

Bagaimana sebenarnya filsafat bila tampil 'telanjang' persis seperti patung karya Rodin ? 

Makna telanjang disini artinya 'realistis-apa adanya serta menurut kenyataannya'-tidak melihat atau memahami berdasar penggambaran 'ideal'nya semata sebagaimana biasa kita baca serta fahami dalam buku buku pengantar filsafat

Atau adakah buku buku pengantar filsafat yang betul betul berani menelanjangi filsafat bahkan hingga ke akar akar nya ?

Bila kita baca buku buku pengantar filsafat maka sudah biasa kalau kita melihat filsafat dengan memakai 'baju kebesarannya' dan sama sekali tidak nampak 'telanjang'

Disitu digambarkan definisi filsafat sebagai kajian keilmuan yang terstruktur, rasional,konstruktif,mendasar,mendalam serta menyeluruh

Tidak lupa pula dideskripsikan pandangan para pemikir besar tentang filsafat yang tentu mereka berupaya melukiskan nya dengan penggambaran yang se ideal mungkin

Masalahnya lalu adalah,bila kita tela'ah dengan 'fikiran nakal'-fikiran yang diluar mainstream filsafat, maka pertama akan timbul suatu pertanyaan besar sebenarnya : apakah gambaran gambaran ideal tentang filsafat yang biasa kita baca di buku buku pengantarnya itu paralel-klop dengan fakta kenyataannya ?

Adakah buku buku pengantar filsafat yang berani menelanjangi kelemahan-kekurangan-keterbatasan bahkan hingga kemungkinan kesalahan yang dibuat manusia dalam filsafat ?

Karena harus kita fahami bahwa se ideal apapun penggambaran filsafat yang dibuat serta dirumuskan para pemikir besar khususnya tapi filsafat tetaplah harus difahami sebagai suatu yang lahir dari alam fikiran manusiawi bukan lahir dari konsep Tuhan sebagaimana kitab suci

Dan sebagaimana harus kita fahami bahwa sifat manusia itu terbatas serta selalu mungkin jatuh pada benar atau salah. sehingga konsekuensinya,filsafat sebagai suatu yang lahir dari alam fikiran manusia pun otomatis akan terbatas dan bisa jatuh pada benar atau salah.artinya mustahil yang lahir dari filsafat harus kita kategorikan sebagai selalu benar

Tetapi apa serta siapa atau institusi mana yang bisa menilai benar-salah yang lahir dari filsafat ? Nah inilah suatu persoalan besar tersendiri.sebab mustahil manusia mengadili manusia.harus yang bukan manusia yang mengadili manusia.harus institusi yang lebih tinggi dari filsafat yang mengadili filsafat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun