Nah karena itu,bila lalu ada wacana : apakah agama dan filsafat dapat di sintesis kan ?
Maka analisis serta rumusan saya diatas harus difahami terlebih dahulu.jangan lalu membuat simpulan yang salah misal 'agama dan filsafat tidak bisa disintesiskan karena filsafat adalah jalan fikiran rasional dan agama adalah ranah irrasional',ini prinsip serta rumusan yang pasti salah
Sebagaimana artikel saya kemarin bahwa agama dan sains dapat disintesiskan selama sains berpijak pada fakta empirik otentik bukan pada teori teori imajinatif yang tak ada dalam kenyataannya maka demikian pula agama dan filsafat dapat di sintesiskan selama filsafat (dan para pemikirnya) berpijak pada hukum hukum ilmu pengetahuan atau pada hukum hukum logika formal
Sebagai contoh,dimasa silam era failosof klasik, sintesis antara hukum logika formal yang diambil dari filsafat dengan agama itu melahirkan rumusan rumusan teoligis semisal yang dibuat oleh Thomas aquinas
Dengan kata lain,disiplin ilmu teoligi adalah bentuk keilmuan hasil sintesis antara hukum logika formal hasil kreasi para failosof dengan firman Tuhan, sehingga bila ingin mengetahui bagian dari firman yang bisa direkonstruksi akal fikiran maka tinggal baca buku buku teologi
Tapi hubungan harmonis filsafat klasik dengan agama yang berdasar prinsip rasionalitas itu mulai redup di era modern ketika Immanuel kant merubah arah filsafat dengan tak lagi logosentris-tak lagi orientasi-mengacu pada hukum logika formal.Kant lebih memijakkan filsafat pada prinsip empirisme-prinsip logika menjadi dibatasi sebatas yang dapat diterima unsur pengalaman.semua hal diluar pengalaman dimasukkan ke ranah 'noumena' lalu dikunci oleh Kant sebagai 'ranah yang tak bisa diketahui'.hukum logika pun dilarang mengutak atik ranah 'misteri' itu.jadilah dalam ranah Kantian agama lebih bercorak moral ketimbang rasional
Lebih parah lagi hubungan agama dengan filsafat di era post modern ketika hukum hukum ilmu pengetahuan formal yang dibangun oleh filsafat atau hukum logika di dekonstruksi habis habisan sehingga filsafat tak lagi bercorak logosentris-rasionalistik.pemikiran spekulatif yang bercorak subyektif pun merajalela.tak ada lagi unsur keilmuan yang bisa dipakai untuk merekonstrulsi agama sehingga apa agama dalam filsafat kontemporer lebih diserahkan pada pandangan individu masing masing orang
Lebih mudah merekonstruksi agama dengan peralatan logika di era klasik karena peralatannya seperti tersedia komplit,agak sulit merekonstruksi agama dengan peralatan yang dibuat Kant karena sangat terbatas dan sangat dibatasi,dan lebih rumit lagi merekonstruksi agama dengan filsafat kontemporer karena disini hukum hukum logika formal sudah tidak dijunjung lagi,lalu kita akan menemukan pandangan terhadap agama yang beragam dan tentu bisa saling berlainan karena sudah bercorak individualis
Itulah gambaran singkat 'peta' hubungan agama dengan filsafat di sepanjang zaman
Sebab itu kita harus berfikir,ketika kita mencoba mensintesis kan agama dengan filsafat atau merekonstruksi agama dengan menggunakan peralatan filsafat itu memakai cara apa-mana atau kacamata apa sebab teramat banyak cara dan kacamata yang dapat digunakan dan tentunya ada yang cocok-bisa dan ada yang tidak cocok-tidak bisa
Agama mungkin kurang cocok-tidak cocok atau bahkan tidak bisa di rekonstruksi dengan cara atau kacamata materialisme-empirisme-Kantianisme-post modernisme dlsb.itu bukan berarti agama tidak rasional-tidak ilmiah tapi cara-peralatan ilmiah serta kacamata yang dipakai tidak tepat