Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Keluar dari Bingkai Persepsi

20 Agustus 2018   07:32 Diperbarui: 20 Agustus 2018   10:34 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan salah satu institusi publik yang paling banyak berperan mempengaruhi pikiran umat manusia dalam hal memberi persepsi di zaman ini diantaranya adalah media.media biasanya mempersepsi publik melalui opini-pelabelan-pencitraan yang mana belum tentu semua itu menampilkan hal yang sesungguhnya. 

Mungkin sekian persen yang dihadirkan media adalah murni fakta telanjang-fakta yang belum di bingkai opini tetapi sebagiannya adalah opini-opini atau kacamata sudut pandang sang pemilik media yang bisa saja bekerja untuk kepentingan partai atau ideologi tertentu, sehingga membaca atau melihat media maka bersiaplah untuk terlarut dalam persepsi orang lain atau persepsi luar dan diri sendiri dapat menjadi hilang di dalamnya apabila tidak memiliki prinsip-keyakinan pribadi, institusi formal lain yang biasa mempersepsi publik adalah dunia pendidikan serta lembaga pemerintahan.

Atau, melalui media tanpa kita sadar maka fikiran kita dapat di bingkai oleh bingkai tertentu yang di ciptakan dari 'luar' dan cara kita melihat serta mempersepsi sesuatu dikendalikan oleh persepsi media yang membingkai kita.

Bayangkan apabila kita telah memiliki semacam pengalaman pribadi yang membuahkan pengetahuan tersendiri maka dengan itu kita dapat secara bebas membuat bingkai sendiri atau membingkai alam fikiran kita sesuai dengan niat,hasrat,visi,misi serta pandangan pribadi serta melakukan otokritik terhadap persepsi lain

Salah satu contoh, istilah milenial-ke kinian atau-moderat -modernisme semua istilah tersebut sebenarnya berasal dari persepsi manusiawi dan bukan menunjukkan substansi-hakikat-hal sesungguhnya.karena yang namanya substansi-hakikat itu tidak bisa di bingkai oleh istilah atau persepsi persepsi seperti itu.

Contoh modernisme adalah persepsi manusiawi terkait melihat realitas zaman dengan mengacukannya pada situasi ke kinian di zaman tersebut yang dibedakan dengan masa yang dianggap 'bukan atau belum modern'. tetapi apakah modernisme mengungkap atau mengubah hakikat segala suatu,..tentu saja tidak.

Karena hakikat segala suatu tidak berubah karena adanya pandangan modernisme.yang namanya kebenaran itu abadi yang di abad pertama hakikatnya kebenaran maka hari ini pun tetap kebenaran tak bisa di belokkan menjadi bukan kebenaran oleh persepsi modernisme misal. Karena hakikat kebenaran itu permanen seperti sifat api yang adalah panas maka dari abad satu hingga hari ini itu tetap tidak berubahmencuri atau berzinah misal tak bisa diubah menjadi 'kebenaran' oleh karena pandangan yang mengatas namakan modernisme.

Itulah, menjadi manusia yang sesungguhnya yang bebas dari persepsi persepsi manusiawi apakah yang berbentuk isme-ideologi, istilah istilah-budaya-seni hingga yang menjadi konsep pendidikan dlsb.memang tidaklah mudah tetapi jalan keluar dari itu semua bukan berarti tidak ada, maka belajarlah mengenal diri sendiri melalui pengalaman serta pendalaman tidak mengikuti begitu saja persepsi-opini utamanya misal yang hadir melalui media.

Walau mesti juga ditekankan bahwa bukan berarti persepsi persepsi manusiawi itu selalu mutlak salah tetapi tentu mustahil mutlak benar karena dalam diri manusia benar dan salah selalu saling mengisi kehidupan serta alam fikirannya. Tetapi yang terbaik adalah melalui pengalaman sehingga dengan pengalaman itu kita dapat menyadari mana yang benar yang bersesuaian dengan hati nurani kita dan mana yang salah yang tidak bersesuaian dengan hati nurani atau dapat memahami mengapa sesuatu disebut benar dan sesuatu disebut salah tanpa menelannya secara mentah.

Itulah bila kembali keatas maka untuk menggapai hal yang se benar benarnya serta sesungguh sungguhnya memang kita harus mendalami sendiri dan utamanya mengalami sendiri karena hakikat biasanya memperlihatkan diri melalui pengalaman dan bukan dilukiskan melalui persepsi manusiawi yang bisa beragam dan sebagiannya bisa saja salah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun