Kata 'fiksi' walau bagaimanapun akan menunjuk sesuatu yang membingkai atau mewadahi imajinasi.bila fiksi itu dianalogikan sebagai sebuah rumah maka kedalamnya keluar masuk imajinasi imajinasi.walau tentu tak selamanya imajinasi itu harus dipandang sebagai sesuatu yang buruk.Sebab ada imajinasi yang baik-bermanfaat serta ada imajinasi yang tidak baik dan tidak bermanfaat.bergantung pemantiknya. imajinasi bisa dipantik oleh akal sehat demi membangun suatu image atau gambaran konsep rasional tetapi bisa pula lahir dari hawa nafsu yang kotor atau bahkan liar
Betapapun misal profesor ahli filsafat-bahasa berupaya mengosongkan 'rumah' itu dari kaitannya dengan majinasi imajinasi yang berkonotasi negatif dan berupaya  memaknainya secara lebih  positif demi kepentingan ilmiah. tetapi dalam pandangan publik umum tetap saja bisa memiliki makna negatif karena kedalamnya terbiasa atau dapat masuk gambaran imajinasi imajinasi yang berkonotasi negatif dan bahkan liar.sehingga membingkai agama dengan atau sebagai 'fiksi' sudah pasti akan memantik permasalahan tersendiri
Terkait sorga-neraka
Kalau meng imajinasikan sorga-neraka terkait penghayatan demi kepentingan penguatan keyakinan maka itu sah sah saja sepanjang tidak keluar dari rumusan atau gambaran baku  kitab suci.tetapi menyatakan bahwa 'sorga-neraka adalah fiksi' dalam artian sesuatu yang lahir dari imajinasi manusia maka itu lain lagi substansi persoalannya,karena pernyataan demikian itu sama dengan telah mengeluarkan sorga dan neraka dari wilayah hakikatnya,dari wilayah ADA ke wilayah tidak ada
Konsep sorga-neraka tidak bisa disebut hasil imajinasi manusia karena merupakan sesuatu yang dinyatakan oleh Tuhan ADA nya.beda antara yang dinyatakan Tuhan sebagai ADA dengan hasil imajinasi manusia yang tidak ADA.misal, Adam yang dinyatakan sebagai manusia pertama tentu otomatis itu bukan hasil imajinasi manusia karena hal itu dinyatakan sendiri oleh Tuhan
Kecuali manusia memiliki anggapan bahwa Tuhan adalah konsep hasil imajinasi manusia semata maka semua konsep turunannya termasuk sorga-neraka pasti akan dianggapnya imajiner pula.jadi untuk mendalami serta memahami makna serta hakikat sorga-neraka harus berawal dari mendalami hakikat Tuhan itu sendiri terlebih dahulu
Memang ada tuhan tuhan fiksioner-tuhan hasil imajinasi manusia yang menjanjikan hal hal yang imajiner pula.tetapi zaman para nabi penyembahan terhadap tuhan tuhan imajiner itu dibabat habis habisan sehingga peradaban paganistik yang bertumpu pada penyembahan tuhan imajiner nyaris lenyap di tanah kelahiran para nabi
Para nabi mengajarkan kepada manusia penyembahan terhadap Tuhan yang real-nyata bukan fiksioner karena bukan hasil imajinasi manusiawi.untuk membuktikan hal itu maka diperlihatkanlah muljizat mukjizatNya yang mustahil dibuat oleh kekuatan imajinasi manusia.dan coba kaji-fikirkan-dalami-renungkan serta pakai akal sehat,apakah suatu yang imajiner yang hanya ada dalam khayal manusia bisa membelah laut merah misal ? Beda dengan tuhan imajiner yang hanya hidup dalam imajinasi manusia maka ia hanya bisa di imajinasikan tetapi tak bisa berbuat apa apa di alam nyata karena ya cuma hasil imajinasi
Kalau para 'ahli agama' semisal Karen armatrong dkk.pemikir dari dunia 'barat' sana menyamaratakan semua agama serta semua tuhan yang disembah oleh berbagai golongan manusia sebagai hasil kreatifitas budaya manusia,maka mungkin ia belum bisa memilah mana Tuhan yang sesungguhnya dengan tuhan yang imajiner.artinya hanya melihat agama agama dari permukaan kulit luar semata hanya karena kemiripannya
Kembali ke persoalan sorga-neraka
Karena dinyatakan oleh Tuhan sebagai ADA,maka dengan cara apa serta bagaimana manusia menggapai pemahaman akan hal keber ADA annya itu ? Apakah dengan cara mengekploitasi daya daya imajinasinya ? .. tetapi kalau persoalan itu diserahkan pada kewenangan imajinasi maka bisa jadi gambaran sorga dan neraka akan berbeda satu sama lain karena imajinasi manusiawi itu bisa berbeda beda satu sama lain