Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengapa takdir tidak diberitahukan (?)

6 Juli 2014   22:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:14 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

PERSEPSI TERHADAP MASALAH TAKDIR DAN KEBEBASAN YANG KELIRU

Konsep ‘takdir’ seperti sebuah momok yang meresahkan khususnya bagi kaum eksistensialist (aliran liberal) yang tentunya sangat peka terhadap prinsip adanya kehendak bebas manusia yang dengan kehendak bebas nya itu manusia bereksistensi untuk ‘menentukan nasibnya sendiri’.karena dianggapnya konsep itu akan membunuh prinsip kehendak bebas manusia,betulkah anggapan mereka itu atau sebenarnya hanya sebuah bentuk ‘sesat fikir’ dalam berlogika (?) ..

Nah untuk menjelaskan masalah ini secara gamblang terlebih dahulu saya beri anda sebuah pertanyaan : bila Tuhan memberitahu anda bahwa minggu depan anda akan dipanggil Tuhan dan artinya anda hanya punya waktu 7 hari untuk melakukan aktifitas hidup maka, apa efek dari pemberitahuan ‘takdir’ itu terhadap perasaan anda (?) .. tentu saja akan ada perasaan ‘tidak bebas’ dalam diri anda sehingga misal anda tak lagi bisa dengan bebas membuat beragam rencana ke depan seperti rencana menikah, studi, bisnis,karir politik dlsb.dlsb.

Sebaliknya karena anda tidak tahu bahwa satu jam lagi sebenarnya anda akan dipanggil Tuhan (mati) maka beberapa menit sebelum itu anda masih bebas berkhayal kesana kemari membayangkan masa depan yang indah dengan tunangan anda misal,ini contoh bahwa takdir kematian anda tidaklah berbenturan sama sekali dengan kehendak bebas anda,karena : anda tidak mengetahuinya (!)

Nah karena tiap orang tidak diberitahu takdirnya masing masing itulah maka manusia merasa bebas (!), …. bahkan yang esok harinya ternyata meninggal sekalipun karena ia tak mengetahuinya maka sehari sebelumnya ia masih bisa bebas berkhayal kesana kemari berangan angan tentang karirnya kedepan, tentang prospek politiknya dlsb.dlsb.padahal takdir tengah menyergapnya didepan,bahkan tinggal satu hari lagi.artinya takdir Tuhan meninggal di esok hari itu sama sekali tak menggerus kebebasannya sebagai manusia yang bebas bereksistensi …

Nah dari contoh teramat sangat sederhana ini lalu mengapa berfikir terlalu rumit mempermasalahkan masalah takdir-kebebasan hingga harus ada golongan Jabbariyah dan qadariyyah,harus ada perdebatan tanpa henti antara para filsuf eksistensialist dengan para agamawan misal

Saya ingin menyelesaikan masalah ini dengan rumusan sederhana saja yang orang awampun mudah untuk menangkapnya :

KONSEP TAKDIR TIDAKLAH MENABRAK PRINSIP KEBEBASAN KARENA TAKDIR ITU SENDIRI TIDAK DIBERITAHUKAN MELAINKAN HANYA DIKETAHUI SETELAH TERJADINYA

Dengan kata lain manusia tetap memiliki kebebasan penuh karena Tuhan tidak memberitahukan kepada tiap diri manusia takdir mereka masing masing,yang diberitahukan Tuhan kepada manusia adalah ketentuan baku yang berhubungan dengan konsep hukum kehidupan pasti,seperti setelah hidup manusia akan mengalami mati,setelah kehidupan dunia akan ada kehidupan akhirat,tiap amal - perbuatan manusia akan dibalas sesuai dengan kadar baik buruknya,tiap diri manusia akan dihadapkan kepada pengadilan Ilahi dlsb.

Jadi manusia merasa bebas hakikatnya sebenarnya karena ia tak mengetahui takdirnya (!) …. coba kalau sedari awal takdirnya itu diberitahukan …. maka perasaan bebasnya otomatis akan hilang

Problem perihal takdir - kebebasan pun dalam sejarah masuk ke arena perdebatan teologis yang rumit sehingga berujung melahirkan dua golongan yang berbeda sikap terhadap masalah takdir-perbuatan bebas, yaitu kaum qadariyyah dan jabariyyah,dimana yang satu orientasi pada prinsip bahwa takdir lebih ditentukan oleh usaha manusia - segala suatu lebih ditentukan oleh usaha manusia,bukan ditentukan terlebih dahulu oleh takdir.dan yang satu berprinsip bahwa tak ada kemampuan manusia untuk memilih karena semua telah ditakdirkan Tuhan-tak ada prinsip kehendak bebas pada manusia

Apa yang membuat mereka sama … sebenarnya walaupun jalan fikiran mereka berbeda bahkan bertolak belakang satu hal yang membuat mereka sama adalah : mereka sama sama tidak tahu takdir mereka (!) .. jadi apapun pandangan-filosofi manusia terhadap ‘takdir’ ia tetaplah bergerak secara mysterius …

………………………

Lalu apakah diberitahukannya konsep hukum kehidupan pasti (sunnatullah) yang telah berlaku dan yang akan diberlakukan itu menggerus prinsip kebebasan manusia … kalau bagi yang ingin kebebasan mutlak tanpa batas dalam arti segala suatunya mutlak harus ditentukan manusia maka deskripsi konsep hukum kehidupan mungkin bersifat mengerangkeng,tetapi bagi seorang yang menginginkan berdiri diatas kepastian hakiki maka diberitahukannya konsep hukum kehidupan itu merupakan pembebasannya dari ketakpastian hidup harus bagaimana dan akan kemana,(jadi keliru kalau masuk keranah agama justru dianggap masuk keranah ketak bebasan sebab justru bagi yang meyakininya agama membebaskan manusia dari keserba takpastian hidup) .. jadi prinsip ‘bebas’ di sini bisa ditafsir ke arah yang berbeda beda, misal bagi orang yang sedang berada di tengah hutan dimalam hari penuh binatang buas maka tidur di tempat yang terkerangkeng ketat akan membuatnya merasa bebas (dari gangguan binatang buas)

……………………………………

Jadi pada prinsipnya bila takdir tiap diri manusia diberitahukan apalagi secara rinci maka hal itu barulah akan berbenturan dengan prinsip kebebasan dan perlu dipermasalahkan

Konsep takdir hanya akan berbenturan dengan ide-pemikiran-filosofi yang beranggapan manusialah yang menentukan (secara mutlak) arah nasibnya sendiri sebab ini sama dengan penegasian terhadap otoritas kekuasaan Tuhan atas manusia.sebab diungkapnya konsep ‘takdir’ oleh kitab suci tiada lain agar manusia berfikir tentang adanya otoritas Ilahi yang bersifat mutlak atas manusia dan bukan bermaksud untuk melenyapkan perasaan bebas manusia

Memahami realitas takdir pun tak perlu ribet, fahami saja semua yang telah terjadi sebagai kejadian-peristiwa itulah takdir,artinya dalam melihat masalah takdir jangan melihat kedepan karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi tetapi lihat kebelakang kepada apa yang sudah terjadi … kita bebas berencana karena kita tak tahu apa yang ada didepan, tetapi karena ada konsep ‘takdir’ maka kita menyerahkan semua hasil usaha kita itu pada Tuhan disertai do’a dan harapan tidak menjadikan semua usaha dan ikhtiar kita sebagai faktor penentu utama (tidak bergantung pada usaha semata), itulah makna dari adanya konsep ‘takdir’

Dan tak ada seorangpun yang bisa menciptakan takdirnya sendiri atau yang bisa lepas dari takdir Ilahi, misal seorang yang telah tertulis dalam takdirnya bahwa pada tanggal sekian bulan sekian akan terjatuh kedalam parit tetapi lalu ia berhasil lari dari ketentuan itu dengan berhasil meloncat misal sehingga takdir terjatuh kedalam parit itu menjadi gagal .. musatahil hal seperti itu bisa terjadi

…………………….

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun