Jalanan berkelok kelok, naik turun gunung dan masuk di gang sempit. Tak ayal membuat hati  sedikit was was "Apa ini tersesat, batinku." Setelah menyusuri hutan, sampailah pada perkampungan padat penduduk. Pemandangan yang unik, melihat wanita tua memanggul buah dengan ketinggian berfariasi, ada yang samapai 1 meter. Sejenak bercengkrama mengenalkan diri, dan mereka sangat ramah.
Wisata Ubud. Disini kita dimanjakan dengan berbagai macam kerajinan unik. Rekomen banget bagi sobat traveller yang hobi koleksi barang unik nan antik, belanjanya di sini saja.
Setelah melewati perkampungan, akhirnya sampai juga di tempat.
Setelah puas menyusuri Ubud, destinasi selanjutnya mengunjungi Desa Adat Panglipuran. Jarak tempuh sekitar 2 jam. Apa yang menarik dari tempat ini? Bagiku sangat menarik. Pasalnya, desa ini sudah ditetapkan menjadi Desa terbersih di dunia. Kearifan lokal juga masih terjaga.Â
Waktu menunjukkan pukul 16.30 WITA. Desa Wisata ini tutup sampai jam 5 sore. Menjelang matahari surut, ibu-ibu biasanya sibuk menyiapkan sajen untuk esok hari. Sejenak kuamati apa yang menarik dari tempat ini? Kenapa orang di sini terlihat rukun dan ayem? Setelah berbincang, orang di sini mayoritas petani sebagai penghasil utama. Penghasil tambahan mereka mengelola homestay, jual souvenir.Â
Harga homestay tergolong stabil. Semua pemiliknya, menaati aturan harga yang sudah ditentukan. Dan reservasi hanya melewati satu pintu. Sempat kucoba untuk menawarnya, karena memang uang yang kubawa tidak mencukupi waktu itu. Homestay disana kisaran 500K untuk satu malam.
Perjalanan masih panjang. Google map juga masih aktif, sayangnya battray pada habis semua. Waktu menunjukkan pukul 17.00 WITA. Matahari sudah tenggelam. Jalanan Bali kalau malam sangat gelap, apa lagi kalau di pelosok seperti ini. Pom bensin juga sangat jaramg ditemui. Memang kita sudah bersepakat untuk mengakhiri petualangan hari ini. Kita pulabg dengan mengambil jalur utara.Â
Kita sudah buta arah. Hanya insting yang kita andalakan. Mau bertanya juga tidak ada orang sama sekali. Waktu itu melwati hutan selitar 1 jam. Semakin ke atas, semakin nanjak lintasannya. Kabud juga sudah berguguran. Padahalan masih jam 19.00 WITA.Â
Akhirnya kita berhenti sejenak bertanya pada warga setempat. Jawaban yang membuat hati kita syok. Kita tersesat di Bedugul. Padahal tidak ada dalam planning untuk berkunjung di tempat ini.
Uang tersisa hanya 200K. Maklum kita berangkat hanya berbekal nekat, menghampiri teman satu ke teman lainnnya. Cuaca semakin tidak bersahat. Hujan mulai turun.Â
Kita putuskan untuk tidur di emperan toko, karena memang tidak ada penginapan sama sekali. Beruntungnya bertemu dengan orang pribumi sana dengan senang hati menawarkan untuk menginap. Kita patungan, akhirnya disepakati satu malam kena 150K. Harga yang sangat terjangkau.