Mohon tunggu...
MARAMUDA
MARAMUDA Mohon Tunggu... Administrasi - Berusaha , bersyukur dan berdoa

Seorang warga biasa yang punya harapan luar biasa...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Cabut Hak Dipilih dan Memilih PNS

11 September 2020   21:14 Diperbarui: 11 September 2020   21:01 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Setiap PEMILU dan PILKADA merupakan hari hari penuh harap dan cemas bagi setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) ataupun Aparatul Sipil Negara (ASN). 

Bagaimana tidak mereka diperintahkan melalui peraturan perundang-undangan harus NETRAL disaat yang sama harus tunduk dan patuh kepada Kepala Daerah petahana yang

menjadi atasan mereka. Hal ini seperti sebuah dilema atau buah simalakama. Bagaimana bisa netral ? bila mereka tetap bekerja dibawah perintah atasan petahana mereka?

Sebenarnya hal ini sudah menjadi wacana sejak beberapa dekade lalu khususnya setelah Indonesia memasuki pasca reformasi. Namun tidak ada kalaupun dibilang belum ada minat bagi politisi di daerah dan di tingkat pusat yang masih enggan membahas wacana ini. Hal ini karena PNS/ASN merupakan objek politik sebagai lumbung suara yang menggiurkan dan lebih gampang disetir untuk kepentingan mereka.

Netralitas ASN sendiri merupakan azas yang terdapat di dalam Undang-undang No. 5/2015 tentang Aparatur Sipil Negara. Azas ini termasuk kedalam 13 azas dalam penyelenggaraan kebijakan dan manajemen SDM.Netralitas ASN telah diatur dalam PP No. 42/2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS dan PP No. 53/2010 tentang Disiplin PNS.

Pengukuran netralitas pada ASN dibagi menjadi empat indikator. Indikator tersebut adalah netralitas dalam karier ASN, netralitas dalam hubungan partai politik, netralitas pada kegiatan kampanye, dan netralitas dalam pelayanan publik.

Dengan pengukuran diatas sangat sulit bagi PNS/ASN bersikap netral dalam kancah PEMILU dan PILKADA.Mereka akan mendapatkan tekanan dari luar maupun dari dalam birokrasi yang sedang berkuasa.

Berkaca dari kasus pelanggaran netralitas ASN/PNS dari tahun ketahun terus meningkat. Di pilkada serentak tahun 2017, tren pelanggaran netralitas ASN naik menjadi urutan pertama. Adapun pada pilkada serentak 2018, Bawaslu Republik Indonesia merilis terdapat adanya 721 kasus pelanggaran netralitas ASN.(https://nasional.kompas.com/read/2020/03/05/17402941/netralitas-asn-dalam-pilkada-2020?page=all)

Tindakan pencegahan dan sanksi sudah banyak dilaksanakan tetapi seperti tidak mampu mencegah ASN/PNS berlaku tidak netral. Mari bagi pengambil kebijakan terutama Presiden dan DPR untuk tidak lagi berwacana menghapuskan hak pilih dan memilih PNS segera mengambil tindakan dengan merubah Peraturan Perundang-undangan yang ada. 

Agar PNS bisa seperti TNI/POLRI bersikap netral yang dilindungi undang-undang dan fokus menjalankan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun