Mohon tunggu...
khoirotun nisak
khoirotun nisak Mohon Tunggu... Sejarawan - perempuan

2001-05-05

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Ogoh-ogoh pada Hari Raya Agama Hindu di Bali

22 Juni 2022   15:15 Diperbarui: 22 Juni 2022   15:22 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menyatakan Nyepi dengan ogoh-ogohnya merupakan salah satu bukti bahwa seni dan agama Hindu di Bali sangat erat hubungannya dan saling mengisi. 

Konsep kebenaran, kebajikan, keindahan yang sangat mempengaruhi pola pikir berkesenian di Bali. Agama Hindu menjadi sumber segala karya seni di Bali dan sebagai pendorong ide dari segala karya baru dalam masyarakat Bali pada umumnya. 

Sejarah Ogoh-Ogoh Dalam Pelestarian Budaya, Pada mulanya tahun 1985 (sehari menjelang tahun caka 1907) acara kelanjuatan menyuara bunyikan yang sangat menarik perhatian. 

Ketut Wirata menyaksikan peristiwa tersebut yang berasal dari Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana terinspirasi untuk membuat sesuatu yang bermakna dan ada keterkaitannya dengan upacara mebuwu-buwu/magegobog. 

Dari diri Ketut Wirata terdapatlah ide untuk membuat semacam patung ringan yang menyerupai wujud Butha kala bermuka menyeramkan sebagi simbol keburukan yang akan dibersihkan dengan cara di sembayangi setelah diarak keliling atau menyusuri jalan utama pada hari pengerupukan.Ide tersebut di diwujudkan pada tahun 1986 (hari pengerupukan menjelang tahun caka 1908) pada pagi harinya Ketut Wirata, seorang seniman dari Desa Yehembang juga, untuk membuatkan sejenis Topeng/Tapel raksasa terbuat dari blongkak/kulit kelapa. 

Ketut Wirata dibuatlah patung ringan seperti yang diinginkan, krangka badan, tangan dan kaki dibuat dari bambu, dibungkus dengan ikatan padi diselimuti dengan kain putih dan loreng sedemikian rupa sehingga terbentuk wujud yang menggambarkan butha kala. 


Awal mula ogoh-ogoh tidak memiliki hubungan lansung dengan upacara hari nyepi, karena itulah jelaslah ogoh-ogoh di anggap tidak benar ada dalam upacara tersebut. Namun karya seni itu dibuat agar memiliki tujuan yang jelas dan pasti sebagai pelengkap memeriahkan dan mengagungkan upacara.  

Ogoh-ogoh di lambangkan sebagai sifat buruk yang kebanyakan di gambarkan dengan raksasa, iblis atau makhluk yg menyeramkan lainya dengan tujuan di buat ogoh-ogoh yaitu untuk membersihkan sifat negatif dari manusia. 

Dalan kenyakinan orang hindu pada ogoh-ogoh yang telah di sembahyangi akan semakin berat di karenakan sifat buruk yang ada dalam diri manusia pindah ke ogoh-ogoh tersebut. 

Kata ogoh-ogoh berarti di goyang-goyangkan sebab karena itu di pawaikan dan di goyang-goyangkan dan kemudian di bakar dengan tujuan membakar sifat buruk yang ada dalam diri manusia yang biasanya di lakukan pada sore hari. Pawai ogoh-ogoh adalah tahapan ketiga yang dilaksanakan setelah umat Hindu selesai melaksanakan upacara pada sehari sebelum ibadah Nyepi. 

Ogoh-ogoh adalah tradisi budaya baru dengan bagian-bagian dasar yang berakar dari unsur-unsur tradisi lama. Ogoh-ogoh yang merupakan ide-ide masyarakat Bali untuk menyambut hari raya Nyepi adalah suatu raut wajah budaya hasil karya seni yang dipakai sebagai sarana ungkap rasa bakti dalam agama Hindu di Bali. Yang mana pada saat ini ogoh-ogoh masih dibudi dayakan di kalangan umat hindu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun