Mohon tunggu...
Adhityo N Barsei
Adhityo N Barsei Mohon Tunggu... Blogger

Orang sering kesulitan memahami apa yang saya sampaikan. Mungkin lewat tulisan saya bisa memberikan pemahaman lebih sederhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gara-gara "Body Shaming" Malah Bikin "Self Blaming"

10 Juli 2018   07:00 Diperbarui: 10 Juli 2018   11:43 3543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Silaturrahmi merupakan sunah dari rasulullah yang harus kita jadikan budaya. Bertemu kerabat, keluarga dan teman sekolah adalah sebuah bentuk silaturrahmi. Banyak hal yang bisa diobrolkan ketika reuni dengan teman lama.

Namun, ada saja hal-hal yang kadang tidak mengenakkan hati dan menjadi suasana pertemanan menjadi tidak akrab lagi.

"Udah lama ga ketemu yaa.. kok lo gendutan sekarang? 

"Dietlah, nanti susah lakunya," 

"Kapan punya anak? Gue aja udah mau 2,"

Berbagai tanggapan mungkin pernah kita rasakan dan membuat kita menjadi nyesek dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Niat awalnya pengen ketemu teman lama ngobrol masa-masa kuliah, sekolah dan masa kecil malah dirusak oleh first impression orang yang secara spontan mengomentari fisik kita.

Ketika kita ga terima kalau dibilang kerempeng/gendutan, mereka malah bilang "biasa aja dong, kok baperan sih?" Hey! Seriously, "jangan baper" bukanlah justifikasi buat tidak berempati, dan bukanlah pembenaran kalo body shaming itu diperbolehkan.

Kita tidak pernah tahu apa yang telah mereka lalui sehingga menjadi seperti sekarang...

Teman saya pernah bercerita, dia pernah dibilang "kok gendutan sih?" dan tahu gak, dia langsung nangis. Orang yang nanya gitu tidak tahu kalo dia habis hamil, dan keguguran. You know-lah, dampak selama hamil ya berat badan naik, dan kegugurannya juga barusan banget. Tapi kita ga pernah tahu kan kan story behind siapapun.

Menurut saya, orang itu sangat tidak sopan dan tidak bisa mengontrol hati dan pikirannya sehingga pernyataannya membuat orang sakit hati

Akhirnya self blaming...

Saya pun pernah mengalamin hal seperti ini. Temen saya spontan komen di sosial media mengenai feed saya, "badan lo jelek banget kaya bapak-bapak anak 3". Awalnya saya anggap hanya candaan yang bikin kita lebih deket aja sih dibawa santai aja. Tapi lama-kelamaan saya sering mendapatkan kesan pertama dengan pernyataan demikian dari orang-orang.

Lama-lama saya menjadi menyalahkan fisik saya sendiri dan menyesalkan apa yang pernah dilakukan dan menyebabkan fisik saya kurang enak dan tidak layak dipandang teman.

Saya minder dan tidak percaya diri

Padahal saya sangat mensyukuri apa yang saya miliki selama ini sebelum "negara api tersebut menyerang". 

Di luar negeri, begitu ketemu orang, pertanyaan pertama kali yang dilontarkan adalah "apa kabar?", "lagi ada kesibukan apa sekarang?". Pertanyaan-pertanyaan seperti ini menurut saya lebih membangun dan berkualitas dibandingkan dengan basa-basi yang mejurus ke fisik seseorang. Ingat, sebelum justifikasi orang kita ga pernah tahu story behind-nya seseorang.

Sebaiknya, bersikaplah lebih sopan jika bertemu dengan orang-orang. Excited boleh, tapi harus bisa dikontrol sebelum berbicara dan lebih mementingkan perasaan dan kasih sayang. 

Peneliti Kristin Neff, PhD dari California University mengatakan agar kita tidak melakukan body shaming dan self blaming, kita perlu memiliki 3 hal ini:

  • Self-kindness: ketika diri kita mendapat penolakan atau kritik terhadap fisik kita, kita sering menyalahkan diri sendiri dan mengakibatkan stress lalu merasa gagal terhadap apa yang seharusnya diinginkan orang. Bersikaplah dengan berbelas kasih dan pengertian terhadap diri sendiri, maka kita dapat lebih meredam dampak buruk self blaming.
  • A Sense of Common Humanity: Pada umumnya manusia itu menderita, fana dan tidak sempurna. Kita tidak pantas untuk berbasa-basi tidak sopan dengan pernyataan yang menjurus ke fisik seseorang. Kita tidak pernah tahu apa yang telah dialami sesorang sehingga menjadi seperti sekarang. Pekalah terhadap rasa kemanusiaan.
  • Mindfulness: berpikir lebih sadar terhadap hubungan pikiran dan perasaan. Semakin mampu kita mengontrol diri semakin tinggi tingkat kesadaran seseorang. Jika kita tidak bisa mengontrol ketika mengalami body shaming, maka kita akan mudah mengalami depresi dengan menyalahkan diri secara berlebihan. 

Saya pribadi pun pernah melakukan hal ini kepada orang. Namun, dengan semakin maraknya fenomena ini saya temui dari cerita teman dan feed sosial media, saya lebih banyak belajar dan memahami bahwa bad things, caused the worst impact for someone.

Kita memang tidak bisa mengontrol jempol dan lidah, tapi kita punya hati dan otak untuk mengontrol jempol dan lidah itu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun