Mohon tunggu...
Mustyana Tya
Mustyana Tya Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis, jurnalis dan linguis

Seorang pejalan yang punya kesempatan dan cerita

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menjejak Pantai dengan Pasir Terhalus Sedunia di Kei

24 Juli 2021   20:06 Diperbarui: 24 Juli 2021   20:36 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekspedisi Kei adalah salah satu ekspedisi yang paling berkesan selama saya dinas ke luar kota. Bagi kamu yang emang pecinta pantai perawan, kamu bisa masukkan Kei jadi daftar kunjungan di bucket list-mu. Saya jamin gak nyesel! Saya bisa ngomong gitu karna saya sudah merasainya selama hampir seminggu. Hwaaa! puas banget!

Jadi ekspedisi ini disponsori dari salah satu kementerian yang mau lihat nih kemajuan program yang mereka buat. Tapi asyiknya ikut proyek ekspedisi ini kita dilepas blas blas... mulai dari agenda sampai anggaran walaupun kreativitas dan pencarian narsum jadi tantangan banget buat saya yang punya tanggung jawab bikin konten yang menarik, harum semerbak dan juga banyak yang baca!

Alhamdulillah saya jadi penanggung jawab project ini makanya saya bisa memilih KEI sebagai tempat tujuan sekaligus menyertakan diri saya sendiri untuk ikut perjalanan ini. Sebenernya dari atasan saya ogah-ogahan mengiyakan karna saya waktu itu sering ninggalin dia dinas dan juga abis dari Siau. Tapi berkat usaha persuasif, dia pun 'terpaksa' mengiyakan wkwkkww....

Alhasil, seperti sebelum-sebelumnya saya hubungi penanggung jawab di sana yang bisa mengantar saya menuju para narasumber di sana. Setelah perjanjian sudah smooth, saya langsung meeting praperjalanan ternyata daftar orang-orangnya asik-asik makin seneng deh. Salah satunya, lelaki yang pernah kerja sama juga dengan saya dan ternyata di lapangan nanti dia berubah menjadi orang yang sangat bisa diandalkan.

Ambon 

Sebelum ke Kei, kami menginap dulu di Ambon dan bertemu penanggung jawab di sana. Selepas makan siang seafood ikan yang tampak tak biasa, saya menemuinya sambil ngopi. Tak disangka juga banyak tempat kekinian di Ambon, termasuk tempat ngopi. Kami bertemu dan saya menggali semua informasi dari dia yang keluar bak derasnya arus sungai. 

Apalagi seolah saya sendiri yang memahami isu. Tenaga saya habis meladeni, Alhamdulillah salah rekan saya bisa membantu mengimbangi. Karena di sesi ini saya bener-bener menghindari namanya freeze moment, menjaga arah pembicaraan tetap cair. Ini penting sebagai salah satu pendekatan interpersonal untuk mendapatkan informasi. Setelah dirasa cukup, kami bergerak ke sekitar yang ternyata di sekitarnya ada banyak seafood gerobakan dengan ikan segar poool! Wah! Diiringi gerimis kami santap berbagai udang dan ikan (lagi) hahhaa...

Menuju Kei

Dari Ambon kami menuju Bandara Karel Sadsuitubun yang merupakan salah satu pahlawan revolusi, korban G30S PKI (nanti ada ceritanya), waktu tempuhnya sekitar 1 jam karena harus transit dulu di Tual yang awalnya kita mau eksplor tapi gak jadi karena lebih menarik Kei hahah. Sampai di Kei sudah ada sopir yang menjemput dan mengantar kami untuk segera mengejar Bupati yang lagi ada seremonial.

Kami langsung bergegas menyiapkan segala peralatan karena cuma hari ini kami ketemu Bupati gegara dia mau ada touring. Saya dan seorang teman langsung gercep masuk seremoni itu dan tau-tau sudah dipersiapkan tempat duduk dan tetiba DIPANGGIL SAMA BUPATI BUAT MAJU KE PANGGUNG, ajegile apaan nih! Langsung syok tapi gak punya pilihan. Si Bupati dengan santainya memperkenalkan kami yang jauh-jauh dari Jakarta mau ke Kei untuk meliput. Duh jadi malu. Saya yakin waktu itu muka saya cengegesan aja, senyum-senyum gak jelas wkwkkww. Untung ga disuruh speech hahaha.

Jadi pas banget emang di sini emang lagi ada seremoni program kementerian tersebut makanya banyak perangkat desa. Langsung bleehhh.... hajar semua narasumber yang kembali lagi ternyata jauh dari kata tertinggal. Mereka rata-rata brilian dan visioner saya salut banget! Namun ada isu yang menarik di sini, bahwa semua kepala desa biasanya harus keturunan raja meski cuma ijazah SD. Padahal di aturan itu, kepala desa haruslah lulusan minimal SMA atau S1 saya lupa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun