Halmahera, Pulau Bacan...saat mendengar namanya di meeting bareng klien saya langsung takjub dan rasanya mau pergi saat itu juga. Sebenernya ada nama destinasi lain yang buat penasaran Labuan Bajo.Â
Tapi entah kenapa Halmahera begitu mistis dan menarik karena jarang terdengar. Makanya entah kenapa saya begitu percaya diri akan keberangkatan ini. Apalagi perjalanan selama 9 hari ini jadi perjalanan ulang tahun saya. Wah spesial banget kan.
Jadi dalam ekspedisi ini kami menumpang kapal milik klien yang singgah di 8 pulau. Wih kebayang dong serunya gimana wkwkwk. Saya pun merelakan Labuan Bajo untuk junior saya termasuk perjalanan ke Taiwan.Â
Sungguh Halmahera bikin saya semringah setengah mati membayangkannya. Apalagi melihat Google tak ada informasi yang banyak. Itu tandanya daerah ini bagai harta karun bagi kami para jurnalis.
Hari keberangkatan pun tiba, pesawat kami berangkat pagi. Saya, perempuan sendiri berangkat dengan para lelaki. Tak mengapa sudah biasa. Sebelum ke Bacan, kami transit dulu di Ternate, Maluku Selatan baru menyambung langsung ke Pulau Bacan, Ibu kota Halmahera Selatan dengan penerbangan sekitar 45 menit dengan pesawat perintis.
Sampai di bandara Bacan hari menjelang magrib, kami sudah disambut tokoh utama dalam cerita saya. Karena dengannya setiap hari kami beraktivitas dan didampingi.Â
Sore itu, dalam waktu singkat kami sudah disuguhkan senja selamat datang yang bikin merinding banget. Saat langit berubah menjadi jingga menuju biru pekat. Saat matahari benar-benar membulat tepat di atas laut Halmahera. Lalu dipercantik dengan nelayan yang melempar jaringnya ke laut. Duh, Masya Allah banget lho.
Tanpa menunggu mobil kami benar-benar berhenti, saya langsung loncat ke luar mobil untuk menangkap momennya. Jepretan ini adalah jepretan ciamik pertama kami, akan ada banyak momen dramatis lainnya yang menunggu kita.Â
Teman saya pun langsung gercep mengeluarkan drone mereka. Kami benar-benar menikmati momen memikat ini, sampai lupa sendiri kalau lapar mendera hahaha... Akhirnya tanpa perlu kode-kodean kami melipir ke warung makan di pinggir jalan.
Saya melongok teman saya yang senior, dia benar-benar lapar sepertinya makannya bersemangat sekali sampai tak sadar bulir-bulir keringat begitu kentara. Tapi ternyata belakangan saya tahu kalau memang dia selalu semangat itu ketika makan. Wah jadi bikin gak mau kalah.