Mohon tunggu...
Habirun Rahmat
Habirun Rahmat Mohon Tunggu... -

Assalamu alaikum wr.wb. Salam sejahtera bagi kita semua... Bermottokan sebuah lantunan kata sang pujangga, termotivasi oleh sebuah syair puisi romansa zaman kolonial berbobot kritikan, serta terpanggil oleh hasrat jiwa yang senantiasa ingin tahu sesuatu. sayapun hadir dan bergabung disini. hehehe...sok puitis namun tanpa makna mungkin itulah saya. saya bukan sastrawan apalagi politikus, tapi bukan juga seekor tikus kantor seperti para koruptor dibangsa nelangsa entah berantah ini loh. lalu siapakah saya, sayapun bingung. yang jelas saya adalah apa yang teman-teman saksikan hari ini, hanyalah sang pemimpi yang senantiasa berharap kelak mimpi itu menjadi kenyataan dan sang petualang yang menelusuri apa yang telah digariskan sang khalik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dimana Peduli dan Harga Dirimu

16 Mei 2010   15:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:10 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hatiku ibah teriris haru...
Sementara mereka larut dalam kebahagian dunia yang membahana
Seakan tak peduli, Apalagi simpati...
Suara tawa yang meledak-ledak itu menandakan bahwa mereka telah lupa
Padahal duka yang mengangah itu jelas nampak di depan mata
Bukankah bahagia diatas duka orang lain itu adalah bahagia yang tak bermoral

Aku meratapi negeri tercinta
Karena telah meninabobokan sebuah kemakmuran
Karena telah mengajarkan sebuah pembodohan
Sementara duka yang mengangah itu jelas adalah suatu bukti kehancuran
Dimanakah peduli dan simpatimu...
Adakah harga dirimu?
Bukankah mereka yang berduka itu adalah korban dari kerakusanmu.

.......

Sore itu disimpang jalan ini...
Sang suryapun Nampaknya mulai menyembunyikan sinarnya
Aktivitas warga yang tak kenal waktu itu kini mulai mati suri
Lalu-lalang kendaraan dengan suara ibarat dimedan perang itu kini  mulai sedikit terdiam
Ibu-ibu yang sering ngumpul sambil menggosip dipara-para ini kini telah kabur entah kemana
pintu-pintu rumah warga yang tadinya terbuka kebanyakan sudah ditutup
sepintas pikiran kita akan teralihkan bahwa kini malam telah datang...

namun dibalik semua itu...
duka yang mengangah itu nampaknya tak pernah mengenal waktu...
mereka yang bergelut dengan kerasnya kehidupan itu bahkan tak pernah mengharapkan datangnya malam...
yang lebih ironis lagi, malam bagi mereka adalah siang...
disaat mereka yang bahagia itu terlelap dalam mimpi indahnya
mereka yang bergelut dengan kerasnya kehidupan itu justru tak pernah terlelap, tak pernah menikmati indahnya terlelap dengan mimipi indah dimalam hari.
sungguh sebuah kehidupan yag sangat mencengangkan....
sangat mencengangkan namun hasil yang didapatkan tak senilai dengan besarnya pengorbanan
tak teririskah hatimu menyaksikan kehidupan mereka?????

ironis memang..
Mereka yang berjas dan berdasi diatas sana tak pernah simpati
padahal mereka yang jelata ini  adalah korban dari kerakusan sang penguasa
musnah sudah simpatiku kepada penguasa bangsa dambaan  ini
negeri dambaan ini kini menjadi sarang kaum jelata dan  ladang perjudihan kaum politikus
dimanakah harga diri bangsaku yang sesungguhnya....
ideologis bangsa yang sering dikobar-kobarkan itu perlu dipertanyakan...
landasan hukum negara yang semestinya melindungi mereka kini lebih melindungi kaum borjuis...
jangankan menikmati pendidikan yang selayaknya, untuk mendapatkan sesuap nasipun mereka harus mempertaruhkan nyawa
dan yang lebih mengharukan lagi......
meskipun pekerjaan itu sangat mencengangkan....
mereka masih mampu berbuat sesuatu yang lebih baik demi bangsa ini
bangsa yang tak pernah simpati dan peduli terhadap mereka
namun mereka tetap mengatakan cinta dan berharap banyak pada bangsa ini.
sungguh sesuatu yang amat mulia...

"kutipan ini kupersembahkan kepada seluruh Anak bangsa (ANAK JALANAN) yang terabaikan oleh kerakusan oknum pemerintah, sekaligus sebagai bentuk kritik diri pribadi akan pemerintah yang tak pernah simpati terhadap kehidupan rakyat"

Hai...kau yang sang pendidik itu....
didiklah dan persiapkanlah generasi penerusmu untuk suatu zaman yang bukan zamanmu,
karena mereka akan hidup pada suatu zaman yang bukan lagi zamanmu

<Photo 1><Photo 2><Photo 3>

sebelum Aku akhiri, izinkan aku membacakan puisi untuknya

Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah kemekkah...
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza...
Tapi aku ingin habiskan waktuku disisimu sayangku...
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal.
Atau tentang bunga-bunga yang indah di lembah mandala wangi...
Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom didanau...
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Wiagra...
Tapi aku ingin mati disisimu manisku...
Setelah sekian lama hidup dan terus bertanya-tanya...
Akan tujuan hidup yang tak satu setanpun tahu....
Kesini sayangku......
kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku...
Tegaklah kelangit luas atau awan yang mendung...
Kita tak pernah menanamkan apa-apa...
kita takkan pernah kehilangan apa-apa...
nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan...
yang kedua dilahirkan tapi mati muda...
dan yang tersial adalah berlebur tua...
Berbahagialah...yang mati muda...
makhluk kecil...
kembalilah dari tiada ketiada...
berbahagialah dalam ketiadaanmu...

By:
SOE HOK GIE
(Aktivis UI yang mati muda dipuncak gunung mahameru)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun