Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pasca BG Menang; Rezim Jokowi-JK dan Opsi Negara dengan Otonomi Relatif!

17 Februari 2015   20:17 Diperbarui: 1 April 2019   10:00 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pendukung Komjen Budi Gunawan melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Kepresidenan, Senin (16/2/2015) | Kompas.com

Sejak awal, sejak KPK menetapkan BG sebagai tersangka, publik berharap Presiden Jokowi segera bertindak. 

Ada pengharapan, ia menganulir proses pencalonan BG. Namun langkah yang diharapkan tak juga muncul, pencalonan BG malah menjadi makin rumit karena DPR memilih meneruskan proses dan menyetujui pencalonan. BG sendiri menempuh jalan praperadilan untuk melawan keputusan KPK dan menang.

Di konteks ini, publik berharap Presiden Jokowi bertindak demi memastikan bahwa agenda besar pemberantasan korupsi harus dimulai dari keberanian dan sikap tegas Presiden sebagai kepala negara. Hal ini sejalan dengan pesan Cicero bahwa negara hukum bakal rusak laksana ikan busuk yang dimulai dari kepala!

Sejak awal juga, kegaduhan politik pascapenundaan pelantikan BG sebagai kapolri baru telah mempertebal spekulasi opini jikalau Jokowi tidak lebih dari sekedar ‘petugas partai’; eksistensinya berada dalam bayang-bayang Megawati. Ia hanya ‘wayang dari kepentingan Megawati dan KIH’.

Di konteks ini, publik berharap bahwa Presiden Jokowi memiliki nyali untuk ‘menghentikan loyalitasnya kepada partai dan menjadi loyal kepada negara’. Tekanan publik yang demikian, dalam hemat saya, sekiranya juga muncul karena-mengutip teks antropologi politik Robert Hefner–pada ruang batin politik publik hari ini, eksistensi negara sebagai kehadiran seorang bapak dalam ‘budaya politik Jawa’ tidak boleh lagi berulang dalam kasus Jokowi, yakni sebagai anak yang melayani kehendak bapaknya (baca: Koalisi KIH).

Lantas, ketika Pengadilan memenangkan ‘perlawanan hukum BG’, semua mata sekarang menunggu Jokowi bertindak. 

Jauh-jauh hari, Buya Syafii Maarif memang sudah gamblang mengatakan Jokowi tidak akan melantik BG. Ini tidak cukup meyakinkan selama Jokowi tidak menunjukkan aksi politiknya. Karena kewibawaan seorang presiden tentulah bukan ’sekelas seorang bapak yang terus saja ngeles kepada anaknya yang menuntut janji untuk liburan yang terus tertunda’ bukan? 

Singkat kata, rezim Jokowi-JK berada dalam tumbukan kepentingan yang mewakili kekuatan-kekuatan politik dominan hari ini. Bukan saja Megawati yang sangat berkuasa di PDI-P, tetapi juga Surya Paloh yang juga kuat secara ekonomi dan politik. Termasuk juga mengalkulasi power Sutiyoso dan Hendropriyono sebagai mantan purnawirawan militer juga kepala BIN.

Belum lagi elemen lain yang menopang tegaknya KIH. Diskusi tentang kepemimpinan Jokowi, baik dari sudut pandang birokrasi, hukum, moral, juga kepemimpinan, agaknya masih lebih banyak berada dalam garis sebagai aktor rasional yang memiliki strategi politiknya sendiri. Dalam pendekatan teori negara, pandangan aktor rasional bergandeng asumsi dengan teori negara pluralisme yang mengatakan bahwa negara adalah arena bagi aktor-aktor berkompetisi dan berebut pengaruh serta legitimasi. 

Tulisan ini hendak melihat posisi rezim Jokowi-JK dalam sudut pandang kepemimpinan populer yang menang dalam pemilu yang sah dan harus bertarung menghadapi kekuatan-kekuatan dominan di dalam negeri. Selain itu, juga menghadapi dinamika internasionalnya sendiri di mana tekanan moda produksi kapitalisme (: pasar bebas) makin terkonsentrasi dalam penguatan regionalisme. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun