Books are mirrors: You only see in them what you already have inside you - Carlos Ruiz Zafon, Novelis Spanyol.
Dahulu sekali di dekat pasar Youtefa lama, ada sebuah kios majalah dan koran. Hanya berdinding tripleks, berukuran tidak lebih 4 x 4 meter, rasa-rasanya. Ia dijaga seorang bapak yang selalu bersedia memberi jawaban dari pertanyaan, "Om, koran Bola sudah ada?"
Dari kios yang kecil ini, koran-koran penting di zaman itu seperti Bola dan Kompas, atau majalah Tempo beredar di tangan pembaca yang bermukim tidak saja di sekitar Abepura. Hampir setiap Jumat, saya ke sini untuk membeli koran Bola jika memiliki sisa uang jajan.
Dengan sirkulasi koran Bola yang teratur, saya bisa mengikuti laporan-laporan Rayana Djakasuria, misalnya. Dari Om Rayana, cerita Serie A yang tengah berada di puncak liga-liga dunia merekam dirinya di kepala saya. Kami yang berada di ujung paling Timur Indonesia jadi tahu bakat-bakat cemerlang yang tengah bersinar di Serie A. Termasuk mengikuti cerita-cerita Kurniawan Dwi Yulianto yang sedang merantau ke Swiss. Dan, cerita sepakbola tanah air juga cabang olahraga lainnya.
Singkat kata, dari kios majalah yang tak seberapa besar dan terbuat dari bahan yang sederhana ini, saya selalu bisa berhubungan dengan perkembangan yang terjadi di negeri-negeri yang jauh.
Di tahun-tahun ini, ada sebuah toko buku yang begitu terkenal di pusat kota Jayapura. Letaknya berdekatan dengan Taman Imbi. Toko buku Labor (atau Labour?).
Toko ini lebih dikenal menjual perlengkapan anak sekolah. Salah seorang sahabat di bangku SMA sering sekali ke sini hanya demi membeli bolpen "Boxy" yang legendaris itu.
Ketika pulang ke Jayapura di tahun 2011, kios ini sudah tak ada lagi. Labor telah berubah menjadi toko buku Gramedia. Jayapura atau Abepura makin sesak dengan pembangunan ruko-ruko. Tak banyak tersedia toko buku.
Letaknya berada di ujung deretan ruko, berhadapan dengan gedung bank BNI 46. Kompleks ini berada di area Taman Kesatuan Bangsa (TKB) yang dahulunya penuh sesak dengan pedagang kaki lima.