31 Desember. Penghujung 2021.
Orang-orang masih membakar udara malam. Dengan ledakan petasan dan cahaya warna-warni. kemudian menyisakan bau mesiu, asap tipis hingga ampas kertas.Â
Juga menyanyi dengan suara yang menyimpang. Lagu sedih dengan suara yang perih. Juga musik-musik berdentam-dentum. Seperti setahun lalu. Setahun sebelumnya. Setahun sebelum setahun yang lalu. Tidak banyak yang berbeda. Â
Pagi-pagi sekali, saya sudah bersiap-siap. Saya telah membayangkan rencana kecil.Â
SAYA INGIN KEMBALI DARI KEHILANGAN!
Hanya kehilangan kecil, sih. Setahun lalu, di tahun kedua pandemi covid-19, saya membaca rilis tentang diri sendiri. Rilis itu diproduksi oleh aplikasi Strava. Aplikasi nomor satu, begitu dia menyebut diri, yang digunakan para pelari dan pesepeda.Â
Menjelang akhir tahun Strava akan mengirimkan videografis yang hanya bisa dibuka dari smartphone dari capaian yang dikumpulkan para penggunanya. Saya telah menerimanya dua kali. Itu berarti sejak 2020 saya sudah belajar berlari. Videografis yang bertajuk Year In Sport 2021.
Jadi saya melihatnya, sebutlah saja dengan, Year-on-year (YoY)
Di tahun yang ditutup dengan terkuaknya jejaring prostitusi dari artis, saya cuma mengumpulkan 28 jam. Berbanding 130 jam di 2020. Capaian elevasi hanya 2000-an berbanding 7000-an di tahun 2020.Â
Saya juga cuma punya 216 km berbanding 621 km, serupa sedang menukar letak angka. Sementara demi menggoreskannya di daftar aktivitas, bukan perkara bimsalabim. Duh, pedih.