Novel ini berlatar belakang rezim tahun 98-an atau sejarah yang pernah terjadi sebelum reformasi. Berkisah tentang kehidupan tokoh utama bernama Biru Laut yang merupakan seorang mahasiswa tingkat akhir Sastra Inggris Universitas Gadjah Mada dan teman-temannya yang memperjuangkan hak-hak keadilannya dan memperjuangkan hak-hak rakyat yang dirampas oleh sebuah rezim, terutama menceritakan sebelum Biru Laut diculik, ditangkap, disiksa, dan akhirnya ia dibunuh lalu dieksekusi dibuang ke laut.
Dari dalam lautlah ia mulai bercerita, bagaimana situasi saat itu dan ketika ia ditangkap bersama teman-temannya. Tidak hanya itu saja, novel ini menceritakan hangatnya keluarga Biru. Bagaimana orang-orang yang kritis akan dibungkan karena pada masa itu mengkritik pemerintah dianggap sebagai musuh dan dituduh sebagai seseorang komuni, rakyat hidup dalam tekanan kebebasannya dirampas, kemudian fenomena penghilangan aktivis. Banyak sekali orang-orang yang diculik tidak bisa kembali bertemu keluarga, Biru Laut dan temannya itu merupakan para aktivis dan mahasiswa di masa orde baru yang menjadi salah satu korban kekejian para rezim.
Novel ini juga berkisah tentang Asmara Jati adik  yang merasakan kesedihan dalam membela kebenaran dan mencari keberadaan Kakaknya yaitu Biru Laut dan para aktivis yang ditangkap dan diculik hingga disiksa dengan kejam, bersama para keluarga korban lainnya.
Dari kejadian pada tahun 98-an ini penulis menuliskan kisah dibalik kejadian itu semua yang mana banyak keluarga yang kehilangan anak, kakak, adik, suami atau kerabat karena kejadian ini. Mereka semua diculik atau dihilangkan tanpa ada kepastian dan bukti mereka kemana.
Novel ini menceritakan kisah di balik itu semua dengan dua sudut pandang yang berbeda, pertama sudut pandang dari tokoh Biru Laut dan kedua sudut pandang yang diambil dari Asmara Jati. Sudut pandang Biru Laut lebih menceritakan dirinya dan teman aktivisnya, sedangkan sudut pandang Asmara Jati yang menceritakan kesedihan dan kehilangan keluarga beserta orang-orang terdekat yang ditinggalkan. Walaupun memiliki dua sudut pandang yang berbeda, cerita di dalamnya tidak membuat bingung pembaca, karena terdapat informasi jelas yang menandakan bahwa sudut pandang itu berbeda.
Kisah ini beralurkan maju mundur, dengan diksi dan nasrasi yang indah serta mendalam, diceritakan dengan detail setiap kejadian yang ada, mulai dari penyiksaan para aktifis, emosi setiap pemeran dan lainnya. Novel ini sangat menyetuh bagi pembacanya, karena penggambaran tokoh oleh penulis yang detail dan tidak terburu-buru hingga membuat pembaca bisa dengan gampangnya mengingat para tokoh yang menyentuh dan memiliki jiwanya sendiri.
Â
