Mohon tunggu...
turi_042
turi_042 Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Realita Media dan Kehidupan Nyata

22 September 2015   12:48 Diperbarui: 22 September 2015   13:46 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Televisi sudah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat, terlebih lagi televisi menjadi sasaran masyarakat untuk mencari hiburan dari kejenuhannya dan setiap aktivitasnya. Media sendiri mempunyai beberapa fungsi antara lain, sebagai media penerangan, media pendidikan, media hiburan, dan media promosi. Menurut seorang ahli komunikasi Dr. Harold D. Laswell, fungsi utama media masa antara lain: sebagai pemberi informasi tentang hal-hal yang berada di jangkauan penglihatan kepada masyarakat luas, melakukan seleksi, interpretasi dari informasi, dan sarana untuk menyampaikan nilai dan warisan sosial budaya dari satu generasi ke generasi lain. Dalam hal ini maksud dari media massa adalah sebagai sarana pendidikan.

Seperti diketahui bahwa media termasuk televisi tidak hanya dikonsumsi oleh orang dewasa melainkan juga anak-anak. Sejak kecil anak-anak sudah akrab dengan televisi, melalui media tersebut mereka menerima informasi dan pengalaman yang tidak ada dalam diri mereka. Bagi anak-anak dan remaja media merupakan sumber informasi penting bagi dunia disekitar mereka. Di masa kini anak-anak lebih memilih menonton televisi dan program acaranya yang cenderung hanya menonton dan mereka pasif bahkan hampir tidak berpikir sehingga mereka akan menjauhi kegemaran membaca buku-buku pengetahuan yang masih harus dibarengi mencerna. Televisi dapat menjadi pengaruh positif maupun negatif bukan hanya bersumber pada media terebut, melainkan bagaimana memanfaatkannya.

Berdasarkan apa yang telah diungkapkan oleh Patricia Marks Greenfield dalam bukunya Mind and Media bahwa “menonton televisi dapat menjadi suatu kegiatan pasif yang mematikan apabila orang tuanya tidak mengarahkan apa-apa yang boleh dilihat oleh anak-anak mereka dan sekaligus mengajar anak-anak itu untuk menonton secara kritis serta belajar dari apa-apa yang mereka tonton”... Maka dalam hal ini media diharapkan menyajikan program acara yang bernilai pendidikan serta orang tua juga wajib berperan dalam kegiatan menonton televisi anak-anaknya.

Gerbner mengemukakan bahwa televisi adalah sistem penceritaan yang terpusat. Televisi telah menjadi bagian dari kehidupan keseharian kita. Drama, iklan, berita, dan program lainnya menyajikan dunia gambar dan dunia pesan yang sama yang relatif menyatu ke dalam setiap rumah. Televisi sejak awal menanamkan kecenderungan dan preferensi yang diperolehnya dari sumber utama lainnya. Pola mengulang-ulangi pesan dan gambar produksi massal televisi membentuk arus utama dari lingkungan simbolik bersama. Dalam tulisan ini saya menggunakan teori kultivasi sebagai dasar pemahaman saya. Teori kultivasi adalah teori yang memperkirakan dan menjelaskan pembentukan persepsi, pengertian dan kepercayaan mengenai dunia sebagai hasil dari mengonsumsi pesan media dalam jangka panjang. Pencetus dari teori ini adalah George Gerbner.

Terjadinya kultivasi ada dua cara yaitu mainstreaming dan resonansi. Devinisi maenstreaming menurut West dan Turner (2007) maenstreaming adalah kecenderungan bagi penonton kelompok berat untuk menerima suatu realitas budaya dominan yang sama dengan realitas yang digambarkan media walaupun realitas yang digambarkan media tidak sama dengan yang sebenarnya. Cara kedua yaitu resonansi, resonansi terjadi ketika apa yang disajikan ditelevisi sama dengan realitas aktual sehari-hari. Realitas sosial yang ditanamkan kedalam pikiran penonton boleh jadi sama atau sesuai dengan realitas objektif mereka namun efek yang ditimbulkan adalah terjadinya pennghalang untuk terbentuknya realitas sosial yang lebih positif. Realitas yang diberikan televisi dapat menghilangkan harapan bahwa mereka dapat mewujudkan situasi yang lebih baik.

Apa yang diberikan media televisi sangat memungkinkan bagi anak-anak dan remaja untuk menghayati dalam pikirannya mengenai petualangan dan pengalaman baru dan mengenali secara emosional tokoh-tokoh dalam cerita yang digambarkan oleh media. Anak-anak dan remaja bebas dimasuki sinetron-sinetron dengan fantasi yang diberikan. Sinetron produksi Indonesia cenderung identik dengan kehidupan mewah seperti pergi kesekolah dengan mengendarai mobil sendiri,kegiatannya penuh dengan berjalan-jalan di mall, pelajar glamour dengan kehidupan percintaannya, contohnya sinetron baru yang kembali diberikan oleh stasiun tv swasta SCTV, high school love story. Seperti kisah-kisah yang dibuat sebelumnya bahwa SCTV sukses membawakan sinetron dengan cerita kehidupan remaja contohnya sinetron Diam-diam Suka, Ganteng-ganteng Serigala, dan lain-lain.

Sinetron yang diberikan melalui media bukanlah realita yang sebenarnya yang ada di masyarakat. Realita media dan realita kehidupan nyata tidak seimbang. Anak-anak dan remaja menjadi berfantasi dan bahkan meniru apa yang ada dikehidupannya sama seperi yang ada di sinetron dan film yang ditonton. Sungguh menarik cerita dari sinetron high school love story. Seperti keidentikkan sinetron Indonesia lain yang dalam ceritanya selalu ada pemeran kaya dan miskin lalu si miskin yang jadi center di sinetron ditindas oleh tokoh kaya. Seperti judulnya sinetron tersebut tak luput dari kisah percintaan remaja di masa SMAnya. Dengan cerita menarik yang disukai oleh remaja sekaligus suguhan pemeran dalam sinetron yang sedang digandrungi remaja-remaja, sinetron high school love story mempunyai banyak penonton setia.

Namun disamping itu berbagai dampak pun muncul. Sinetron yang juga ditonton anak-anak itu membuat anak-anak mengerti tentang berpacaran dan percintaan, sehingga amat sangat memungkinkan jika mereka akan melakukan hal tersebut dikehidupan nyatanya. Secara usia sebenarnya mereka belum siap menerima hal itu. Sinetron tersebut juga tak lepas dari kekerasan sebagai contoh adegan dimana tokoh yang kaya menindas dan memperlakukan hal buruk terhadap tokoh miskin. Dalam kehidupan nyata, anak-anak dan remaja dapat dengan mudah meniru perlakuan seperti itu. Tak hanya hal-hal tersebut yang terjadi di kehidupan anak-anak dan remaja saat ini. Mereka jadi membentuk identitas baru dengan gayanya yang ditiru melalui televisi, kembali lagi bahwa apa yang diberikan media tidak imbang dan sangat berbeda dengan kehidupan nyata.

Kita sebagai khalayak wajib membimbing anak-anak dan remaja dalam kegiatan menonton televisi dan acaranya yang dipilih. Mediapun seharusnya memperhatikan jam tayang program-program acaranya. Mana acara yang patut ditonton oleh anak-anak dan remaja di jam santainya. Dengan ini maka diharapkan televisi tidak hanya kreatif dalam memberi hiburan bagi khalayak namun juga lebih kreatif memberikan sesuatu yang bernilai pendidikan bagi pemirsanya.

Referensi

Burton, Graeme. (2012). Media dan Budaya Populer. Yogyakarta: Jalasutra
Darwanto. (2005). Televisi Sebagai Media Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Morissan. (2013). Psikologi Komunikasi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia
Tondowidjojo. (1985). Media Massa dan Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun