Hari ini, ketika mengamati tulisan anak-anak di kelas, saya mendapati beragam gaya. Ada yang miring, ada yang tegak lurus. Ada yang sambung indah, ada pula yang seadanya. Ukuran huruf pun beraneka ragam: besar, kecil, renggang, rapat. Pemandangan ini mengingatkan saya bahwa tulisan tangan bukan sekadar soal rapi atau indah. Ia adalah cermin kepribadian, latihan motorik, dan bentuk ekspresi diri.
Namun di era digital, keterampilan ini kian terancam. Anak-anak lebih luwes menggeser layar ponsel daripada menulis di buku tulis. Bahkan, ada yang lancar mengetik pesan panjang, tetapi kesulitan menuliskan paragraf dengan tangan.Â
Jika tren ini berlanjut, tulisan tangan bisa benar-benar punah dari generasi mendatang. Padahal, manfaat menulis tangan jauh lebih dalam daripada sekadar menghasilkan huruf yang bisa dibaca.
Motorik Halus yang Tak Tergantikan
Ketika anak menulis, otot-otot jari, tangan, dan koordinasi mata bekerja bersamaan. Proses ini melatih motorik halus, yang kelak memengaruhi keterampilan lain, mulai dari menggambar, memegang alat, hingga kecepatan berpikir.
Penelitian dari University of Washington (2014) menunjukkan bahwa anak-anak yang belajar menulis tangan lebih cepat mengembangkan keterampilan membaca dan menulis dibandingkan dengan yang hanya mengetik.Â
Temuan lebih baru dari University of the Basque Country (UPV/EHU), 2025, menegaskan bahwa anak usia 5-6 tahun yang belajar huruf dan kata baru dengan menulis tangan menunjukkan kemampuan pengenalan dan ingatan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan yang belajar melalui keyboard. Fungsi grafomotor terbukti sangat penting dalam perkembangan literasi awal.
Cermin Psikologis dan Emosi