Fenomena quarter life crisis belakangan ini sering dibicarakan, terutama oleh generasi muda yang kini sedang menghadapi fase penting dalam hidup mereka. Secara umum, quarter life crisis merujuk pada masa-masa penuh kecemasan, kebingungannya generasi muda di usia 20-an, terutama sekitar usia 25 tahun, di mana mereka mulai merasakan tekanan untuk mencapai tujuan hidup yang telah mereka tetapkan sebelumnya. Ada berbagai faktor yang berkontribusi terhadap munculnya fenomena ini, dan kecemasan yang dirasakan oleh anak muda di era ini memiliki banyak akar yang mendalam.
Di era modern ini, banyak anak muda yang tumbuh dalam lingkungan yang sangat kompetitif. Mereka diberi ekspektasi tinggi sejak kecil untuk berhasil di berbagai bidang. Mulai dari pendidikan yang memaksa mereka untuk terus unggul di sekolah, hingga tuntutan untuk mencapai karier yang gemilang setelah lulus kuliah. Tekanan ini sering kali disertai dengan dorongan untuk segera mencapai kestabilan finansial dan sosial. Dalam konteks ini, fenomena quarter life crisis bukanlah sekadar cemas karena perasaan tidak siap menghadapinya, tetapi juga karena realita kehidupan seringkali tidak sesuai dengan ekspektasi yang sudah dibangun selama bertahun-tahun.
Banyak dari anak muda saat ini merasa bahwa mereka harus mencapai segala hal dalam waktu yang singkat. Mereka melihat teman-temannya yang sudah mulai sukses atau memiliki keluarga, sementara mereka sendiri merasa belum mencapai apa-apa. Dalam dunia yang semakin terhubung lewat media sosial, perbandingan diri dengan orang lain menjadi semakin sering terjadi.
Platform seperti Instagram atau LinkedIn memberikan gambaran yang seringkali diselewengkan tentang kehidupan orang lain yang tampak sempurna. Ini menciptakan tekanan besar, karena setiap pencapaian yang ditampilkan orang lain seolah menjadi tolok ukur keberhasilan pribadi. Padahal, kenyataannya, setiap orang memiliki perjalanan hidup yang berbeda, dan tidak ada patokan yang benar-benar sama dalam mencapai tujuan hidup.
Selain itu, perubahan sosial dan ekonomi juga memainkan peran besar dalam munculnya fenomena quarter life crisis. Di banyak negara, termasuk Indonesia, banyak anak muda yang lulus kuliah dengan beban utang pendidikan atau tekanan untuk segera mandiri secara finansial. Namun, di sisi lain, banyak peluang pekerjaan yang tidak sesuai dengan pendidikan yang mereka tempuh atau bahkan sulit didapatkan sama sekali.
Ketidakpastian ekonomi ini memicu kecemasan yang besar, karena mereka merasa terjebak dalam situasi yang tidak ideal. Lebih jauh lagi, banyak yang merasa mereka belum cukup mempersiapkan diri untuk menghadapi kehidupan yang penuh tantangan ini. Belum lagi faktor inflasi dan biaya hidup yang terus meningkat, sehingga banyak anak muda yang merasa kehabisan harapan untuk meraih kehidupan yang stabil.
Kecemasan ini juga diperburuk dengan kenyataan bahwa banyak dari mereka yang tidak tahu apa yang mereka inginkan dalam hidup. Setelah bertahun-tahun disibukkan dengan tuntutan akademik dan sosial, tiba-tiba mereka merasa terlempar ke dunia nyata tanpa bekal yang cukup untuk membuat keputusan besar.
Mereka tidak tahu apakah mereka sudah memilih jalur yang benar, apakah pekerjaan mereka saat ini adalah yang mereka impikan, atau apakah mereka memiliki tujuan yang jelas untuk masa depan mereka. Perasaan bingung dan tidak yakin ini adalah salah satu ciri khas dari quarter life crisis, dan hal ini bisa menjadi sumber kecemasan yang luar biasa.
Selain itu, banyak anak muda yang mulai merasakan adanya konflik dalam diri mereka antara mengikuti passion atau mengejar kestabilan. Di satu sisi, mereka ingin mengejar pekerjaan yang mereka sukai, namun di sisi lain, mereka sadar bahwa kehidupan yang stabil dan aman sering kali datang dari pekerjaan yang lebih “konvensional” atau bergaji tinggi. Ketidakpastian ini menambah kecemasan, karena mereka merasa bahwa apa yang mereka pilih bisa jadi akan menentukan jalur hidup mereka di masa depan.
Akhirnya, fenomena quarter life crisis adalah hal yang sangat manusiawi dan alami. Ini adalah fase di mana anak muda mulai menyadari bahwa hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana dan bahwa tidak ada jawaban pasti dalam menentukan jalur hidup.