Mohon tunggu...
Tumpal Beckham
Tumpal Beckham Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa, manusia biasa

Mahasiswa yang senang menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rasisme di Benua Seberang Terlihat, Rasisme di Negeri Sendiri Pura-Pura Tidak Lihat

7 Juli 2020   11:53 Diperbarui: 7 Juli 2020   12:15 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lalu apa kaitannya dengan isu rasialisme yang kemudian merebak menjadi kemarahan massa di Amerika Serikat? Apa hubungannya dengan isu rasisme dalam negeri?

Jauh sebelum George Floyd lahir, sekitar abad ke-20, kekerasan berdasarkan ras merupakan hal yang sering terjadi di Amerika, apalagi terhadap orang berkulit hitam. Kekerasan ras ini juga banyak terjadi di belahan dunia lain seperti Afrika. Kasusnya serupa, orang kulit putih merasa punya kuasa atas orang berkulit hitam, yang dikenal sebagai Apertheid. 

Di Amerika, rasisme ini seringkali terjadi dan seringkali dilakukan oleh pihak kepolisian. Dimana ketika petugas kepolisian menangkap seorang pelaku kejahatan berkulit putih, perlakuannya berbanding terbalik dengan pelaku kejahatan berkulit hitam. Ini sudah menjadi stigma buruk masyarakat Amerika terhadap kepolisian, puncaknya berada di kasus pembunuhan George Floyd 25 Mei kemarin. 

Lalu muncul tagar BlackLivesMatter, apa hubungannya? Tagar yang mulai populer sejak 2013 ini kembali muncul baik di massa demonstran maupun di media-media sosial, awalnya merupakan postingan Alicia Garza di Facebook yang marah terhadap George Zimmerman yang dibebaskan dari tuduhan pembunuhan seorang remaja berkulit hitam bernama Trayvon Martin. 

Tagar ini berpesan bahwa nyawa orang kulit hitam juga berharga sebagaimana sama dengan manusia lainnya. Kemudian Black Live Matter menjadi gerakan yang fokus pada rasisme anti Afrika-Amerika di AS. Ya, pada intinya perlakuan tidak adil terhadap orang berkulit hitam lah yang menjadi penyebab kemarahan massa di AS. Kemudian, apa hubungannya dengan isu rasisme di dalam negeri?

Rasisme di luar negeri menjadi euforia tersendiri bagi masyarakat Indonesia, banyak orang yang ikut meramaikan tagar Black Lives Matter dan memasang foto profil kepalan tangan sebagai tanda perjuangan atas keadilan dan kesetaraan. Niatnya memang bagus, untuk menunjukkan empati terhadp negara lain. Namun sudahkah kita berkaca pada diri sendiri? 

Masih banyak saudara kita di luar sana mengalami diskriminasi ras. Bahkan mungkin, kita yang saat ini ikut-ikutan tagar tersebut, sebenarnya adalah pelaku. 

Obby Kogoya contohnya, seorang mahasiswa Papua yang hendak masuk ke Asrama Papua Kamasan I di Yogyakarta pada 15 Juli 2016. Ketika itu asrama mahasiswa Papua dikepung oleh gerombolan ormas, polisi dan tentara. 

Mahasiswa yang berada dalam asrama tidak bisa keluar, Obby datang membawa makanan. Namun ia disiksa oleh polisi, hidungnya dicolok dan kepalanya diinjak. Kemudian ia ditahan dan diadili hukuman penjara 4 bulan, alasannya? Karena melawan petugas kepolisian.

Diskriminasi terhadap ras, agama dan suku harus segera kita hentikan dari diri sendiri, tidak perlu kita berempati pada sesuatu yang jauh. 

Sudahkah kita berhenti mendiskriminasi oranglain berdasarkan ras, agama dan suku mereka? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun