Mohon tunggu...
tukiman tarunasayoga
tukiman tarunasayoga Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat Kemasyarakatan

Pengajar Pasca Sarjana Unika Soegiyopranata Semarang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Strategi "Cundhuk Larisnya" Mas Nadiem

7 Agustus 2020   13:43 Diperbarui: 7 Agustus 2020   13:44 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bagaikan orang sedang berjualan, peta pasar terkini Program Organisasi Penggerak (POP)-nya Kemendikbud adalah sebagai berikut: Di "pasar sana" POP sangat laris manis tanjung kimpul (dagangan habis, uang terkumpul) nyaris mulus tanpa permasalahan dan kesulitan apa pun;  namun di "pasar sini," -yang semula sangat diandalkan- ,  Mas Nadiem (MN)  justru harus turun langsung menempuh strategi "cundhuk laris." Bukti lain betapa MN ini orang muda potensial dan temuwa (Jawa:  bersikap sangat dewasa), sebuah sikap jitu yang tidak selalu menyertai orang yang katanya sudah kenyang  makan asam garam sekali pun..

Dalam ulasan saya di Kompasiana 27 Juli lalu, saya antara lain menulis bahwa "di pasar sana" POP laris manis karena MN menempuh strategi yang ternyata pas, yaitu "dagang tuna andum bathi," sebuah strategi gawe kabecikan lumantar wong liya, memanfaatkan berbagai jejaring agar mau mendukung program demi kepentingan bersama di dunia pendidikan kita: kepentingan anak bangsa Indonesia.

Strategi "cundhuk laris" di pasar sini yang saat ini sedang dijalankan oleh MN mengindikasikan akan berhasil, karena nilai-nilai budaya (lama?) tetap dilaksanakan namun dengan cara  terus diperbaharui demi tercapainya suatu tujuan mulia, "Cundhuk laris" adalah strategi (berdagang) yang mengutamakan dua langkah substansial komplementer, yaitu (a) pendekatan personal dalam rangka menempatkan dan mengakui diri sebagai pihak yang memerlukan dukungan kepada pihak yang memang memiliki otoritas sosial; dan (b) tetap berpegang tidak menurunkan kualitas program, tetapi berlaku seolah-olah harganya tidaklah mahal lagi. Kedua langkah itu sedang dijalankan oleh MN (hebat yang lain!), dan sebenarnya keduanya adalah nilai-nilai budaya leluhur yang sudah teruji puluhan bahkan mungkin ratusan tahun. Pendekatan personal itu nguwongke (Jawa, hormat secara pribadi), dan tetap jaga kualitas namun caranya ngudhunake rega kareben laris.

Inilah arti "cundhuk laris" kekinian, yaitu membangun persepsi baru bahwa harganya (baca: tuntutannya)  itu tidak mahal dan sulit kok, sertamerta tidak ada kualitas atau pun hak-hak personal yang akan dilanggar/diabaikan. Tidak berlebihan kalau strategi "cundhuk laris" kekinian ini pantas dipakai sebagai contoh revolusi mental bagi para pejabat; yaitu pertama, harus selalu bersedia membaharui cara-cara pendekatan personal kepada siapa pun (lebih-lebih kepada mereka yang masih berpegang pada prinsip "aku kan lebih tua/senior/berpengalaman,"). Pendekatan birokratik memang tetap harus dilaksanakan, namun ada saatnya justru pendekatan personallah yang harus diutamakan. Kedua, tetap menjaga kualitas program dan pelayanan tidak bisa ditawar-tawar. Ada pun cara yang mau ditempuh, silahkan pilih cara mana yang terbaik.

Mengetuk hati

Dengan kata lain strategi "cundhuk laris" adalah strategi mengetuk hati lewat membangun persepsi bahwa  harga dan tuntutannya (seolah-olah)  diturunkan. Pengalaman menunjukkan, program apa pun akan berhasil (baik) jika langkah pertama mengetuk hati juga dilakukan dan berhasil lebih baik. Maka, pandai-pandailah para pejabat untuk pertama-tama mengetuk hati siapa pun yang perlu dan harus Anda ketuk. Jangan melaksanakan program lebih dahulu jika langkah mengetuk hati belum tuntas. Cara jitu mengetuk hati adalah turun langsung kepada siapa pun, jangan diwakilkan, jangan pula hanya basa-basi apalagi hanya model setengah-setengah atau seakan-akan telah melaksanakannya.

Pasti ada yang bertanya: Cundhuk itu apa? Cundhuk itu artinya mahkota, hiasan, juga berarti  kembang (bunga), yang umumnya dipasang di sanggul perempuan. Suatu saat Anda melihat perempuan bersanggul dan hiasan di sanggulnya itu gemerlap terayun-ayun, itu namanya cundhuk mentul karena memang ia bergerak mentul-mentul naik turun. Sedangkan cundhuk laris adalah ungkapan khas untuk menggambarkan kondisi sebagaimana contoh di atas telah panjanglebar menjelaskannya.

Simpulannya ialah, langkah temuwa MN berhasil mengetuk hati, -seandainya ada yang tidak terketuk, yahhh kebanngetanlah- , dan itu menunjukkan betapa nilai   budaya (lama) tetap relevan sejauh terus diperbaharui sesuai tuntutan dan konteksnya. Jiwa pelayanan dan strategi pendekatan yang dijalankan oleh MN adalah contoh revolusi mental sebagaimana awal pemerintahan Presiden Joko Widodo dulu selalu mendengungkannya. Rasanya pantas dikembangkan oleh pejabat di mana pun  dan siapa pun pejabat itu.

Wahai para pejabat, jangan lelah untuk terus berstrategi! .       

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun