Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis

Pemerhati Pendidikan dan Pegiat Literasi Politik Domestik

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Anak Saya "Terpaksa" Harus Mahir 4 Bahasa, Ini Alasannya

8 Agustus 2025   20:57 Diperbarui: 9 Agustus 2025   13:53 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak saya sedang berbincang dengan seorang gadis asal Perancis, bernama Léa Orazio | Dokumentasi pribadi

Bahasa adalah napas dari sebuah kebudayaan. Ia bukan sekadar alat untuk mengucap kata, tetapi sebuah jendela yang menghubungkan kita dengan sejarah, adat, dan cara pandang leluhur. 

Sayangnya, jendela itu satu per satu mulai tertutup. Di banyak daerah, bahasa ibu kian jarang terdengar di rumah-rumah, bahkan di kampung halamannya sendiri. 

Anak-anak tumbuh dengan bahasa asing di sekolah, bahasa gaul di media sosial, dan perlahan melupakan bahasa nenek moyang mereka.

Saya sering mendengar keluhan, "Kalau sekarang saja anak-anak tidak paham bahasa daerah, bagaimana nasibnya 20 tahun lagi?"

Itu membuat saya berpikir serius. Sebagai orang tua, saya punya tanggung jawab. Kalau saya biarkan anak saya kehilangan bahasa leluhur, berarti saya ikut memutus rantai sejarah keluarga. Dan itu bukan hal yang bisa saya terima.

Karena itulah saya memutuskan: anak saya harus menguasai empat bahasa, bukan hanya untuk pandai berbicara, tetapi untuk punya akar, identitas, dan sayap.

Bahasa Pertama: Nias, Warisan dari Ayahnya
Saya adalah orang Nias. Pulau kami di barat Sumatra memiliki bahasa yang kaya dengan metafora dan irama khas.

Bahasa Nias bukan hanya soal kosakata, tapi juga cara berpikir. Ketika orang Nias berkata "Ya'ahowu" (salam sejahtera), di situ terkandung doa, harapan, dan rasa hormat.

Saya ingin anak saya mengenal Nias bukan dari buku pelajaran, tapi dari lidahnya sendiri. Supaya ketika kelak ia bertemu keluarga besar di kampung, ia tak merasa seperti tamu asing di tanah leluhurnya. 

Supaya ketika ia mendengar kisah perang, laut, dan adat dari kakeknya, ia memahami setiap kata tanpa penerjemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun