Mengungkap ke publik bahwa ada rencana kudeta terhadap dirinya selaku ketua umum oleh beberapa kader dan mantan kader Partai Demokrat, yang turut melibatkan pihak eksternal, di mana disebut yakni Moeldoko, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) jelas mengambil sikap yang salah.
AHY secara tidak langsung membeberkan ke muka umum jika Partai Demokrat di bawah kepemimpinannya sedang tidak sehat atau ada persoalan serius. Cara yang ditempuhnya cukup fatal, karena hasilnya malah berdampak buruk baginya.
Seharusnya, bilamana memang mencium aroma tidak sedap di tubuh partai, langkah bijak yang diambil AHY adalah memperkuat soliditas sesama kader, mendekati para senior berpengaruh, dan menertibkan anggota kader yang membelot. Bukan mengumumkan aib itu ke publik.
Harus diakui, AHY menjadi ketua umum tidaklah lepas dari campur tangan sang ayah, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kiprahnya di partai sesungguhnya belum cukup mapan untuk jadi modal memimpin partai.
Ketimbang AHY, justru Edhie Baskoro Yudhoyono (EBY), sang adik, yang sebenarnya lebih banyak makan garam di bidang politik. EBY telah sekian tahun aktif di partai dan juga beberapa periode menjadi anggota parlemen. Intinya, kapasitas AHY masih kalah dibanding EBY.
Namun demikian, dengan modal pengalaman yang belum seberapa, semestinya tidak menjadi masalah bagi AHY. Sebab, ia tetap punya kesempatan untuk menempa diri dan meningkatkan kapasitas.
Baca: AHY, Hantu Kudeta, dan Ujian Kepemimpinan
Memanfaatkan eksistensi dan pengaruh SBY, kiranya AHY bisa dengan mudah menunjukkan diri sebagai pemimpin. Selain belajar dari SBY, AHY juga harus mampu membentuk gaya kepemimpinan khas dan tepat, tanpa meniru persis apa yang dilakukan SBY.
Selama memimpin partai, apa sejatinya yang perlu dikhawatirkan untuk diantisipasi oleh AHY? Bukan kudeta-kudetaan. Mungkin akhirnya terbaca kudeta, yakni ancaman perpecahan di internal, kemunculan "partai tandingan", dan keluarnya kader potensial membentuk partai baru.
Wajib disadari AHY, memimpin partai yang kian besar dan pernah berjaya, tidaklah mudah. Mengarahkan orang-orang hebat di samping dan di bawah bukan pula perkara gampang.
Berikutnya, Partai Demokrat adalah milik semua kader. Bukan semacam perusahaan keluarga yang memberikan hak istimewa kepada pemilik dalam mengatur sesuai keinginan. Sudahkah AHY memahami semuanya?