Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wahai Orangtua, Jangan Buas dalam Mendampingi Anak Belajar Selama Pandemi Ini!

15 September 2020   15:40 Diperbarui: 15 September 2020   16:02 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepolisian dan warga Desa Cipalabuh, Kecamatan Cijaku, Kabupaten Lebak, Banten melakukan pengangkatan jenazah yang diduga korban pembunuhan, Sabtu (12/9/2020) | KOMPAS.com

Menyedihkan, seorang pelajar Sekolah Dasar (SD) harus kehilangan nyawa gara-gara sulit belajar online dari rumah. Anak itu meregang nyawa di tangan orangtuanya sendiri, usai disiksa bertubi-tubi. Ia dicubit, dipukul dengan tangan kosong, dan dihantam menggunakan gagang sapu.

Melansir Kompas.com (sila klik), dikabarkan seorang anak perempuan berumur 8 tahun dan masih duduk di bangku kelas 1 SD meninggal dunia hanya karena sulit diajari mata pelajaran oleh kedua orangtuanya. Ia mengesalkan dan susah diajar, begitu alasan kedua orangtuanya yang berinisial IS (ayah) dan LH (ibu) menyiksanya secara kejam.

Perisitiwa itu terjadi pada Rabu, 26 Agustus 2020, di sebuah rumah kontrakan di Kecamatan Larangan, Kota Tangerang. Kasusnya baru terbongkar pada Sabtu, 12 September 2020, karena warga curiga atas keberadaan makam baru di lingkungan mereka, tepatnya di Taman Pemakaman Umum (TPU) Gunung Kendeng, Kecamatan Cijaku, Lebak, Banten.

Jasad si anak sengaja dimakamkan jauh dari rumah oleh orangtuanya dengan tujuan untuk menghilangkan jejak pembunuhan. Jasadnya diangkut sang ayah menggunakan sepeda motor, lalu dikubur di lubang sedalam setengah meter. Ayahnya meminjam cangkul dari warga dengan alasan ingin mengubur seekor kucing.

Disiksa hingga terbunuh dan dimakamkan tidak layak, nasib si anak sungguh sial. Kedua orangtuanya ternyata lebih buas daripada macan ataupun singa. Ia seharusnya dilindungi dan didik dengan penuh kasih sayang, bukan diperlakukan bagai binatang. Bagaimana mungkin hanya gara-gara belajar online dan demi prestasi di sekolah, nyawa seorang anak tega dihabisi tanpa perasaan?

Materi mata pelajaran apa yang sulit dipahami itu sehingga si anak harus dianiaya? Apa yang diimpikan kedua orangtuanya sampai tega sadis terhadapnya? Bukankah nyawa dan masa depan anak jauh lebih penting ketimbang prestasi belajar? Apakah kasus memilukan tersebut cukup ditangani pihak berwajib saja? Bagaimana dengan sikap pemerintah dan lembaga pendidikan?

Menurut penulis, jangan cuma kedua pelaku yang diproses untuk diperiksa. Para pendidik di sekolah, tempat anak itu menimba ilmu wajib turut diproses dan dievaluasi. Mereka harus ditanya, materi pelajaran apa yang sulit dipahami anak tersebut, serta sudah sejauh mana mereka memberi bantuan.

Masa pandemi Covid-19 ini sebaiknya tidak dimanfaatkan oleh sekolah dan guru untuk melepas tanggungjawab. Meski pembelajaran sedang dijalankan secara online, masalah mendidik anak, utamanya materi pelajaran, tetap menjadi perhatian penuh sekolah dan para guru. Bukan diserahkan kepada orangtua, yang penting materi pelajaran dan pekerjaan rumah sudah disodorkan.

Buat para orangtua, janganlah hilang kendali dan berubah menjadi buas dalam mendampingi anak-anak saat belajar online dari rumah selama pandemi Covid-19. Jika memang sulit mengajar anak, serahkan kembali tanggungjawab itu kepada para guru. Anak cukup didampingi dan dimotivasi. Jangan karena sulit diajar, maka solusinya anak dihajar.

Selanjutnya, sudahkah pihak pemerintah terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendengar kabar ini? Seandainya sudah, maka sebaiknya ada arahan atau ultimatum bermanfaat yang ditujukan kepada orangtua dan lembaga pendidikan. Harus dipahami, persoalan peserta didik selama pandemi tidak sebatas kurangnya kuota internet, melainkan juga kesulitan memahami dan menyelesaikan materi pelajaran.

Pemerintah wajib memastikan materi pelajaran dan pekerjaan rumah dari sekolah bagi peserta didik tidak berlebihan. Tidak semua orangtua paham tugas-tugas yang diberikan para guru kepada anak-anak mereka. Semoga peristiwa memilukan tadi tidak terulang kembali di tempat lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun