Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Terkait Pencalonan Gibran, Jangan Salahkan Jokowi

22 Juli 2020   16:24 Diperbarui: 22 Juli 2020   16:21 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo dan Gibran Rakabuming Raka | Gambar: tribunnews.com

Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka (alias Gibran) telah resmi menjadi bakal calon Walikota Solo untuk periode 2020-2025. 

Ia dipasangkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan Teguh Prakoso yang diposisikan sebagai bakal calon Wakil Walikota, yang kini sedang berstatus Ketua DPRD Kota Solo.

Usai peneguhan pencalonan Gibran, ada banyak reaksi muncul di tengah publik. Mulai dari pertanyaan mengapa bukan Achmad Purnomo yang diusung karena dianggap lebih berpengalaman (tengah menjabat wakil walikota), hingga protes keras sebab dinilai bakal menyuburkan politik dinasti. Untuk poin terakhir, protes tampaknya dialamatkan kepada Jokowi.

Mengapa bukan Achmad Purnomo, melainkan Gibran? Jawabannya, sila tanya internal PDIP. Partai itulah yang punya kewenangan, pertimbangan, dan hitung-hitungan untuk menentukan siapa yang pantas dan layak diusung. Partai itu pula nantinya yang menanggung risiko di balik keputusannya.

Baca: Kita yang Merasa "Lebih Gibran" daripada Gibran dan "Lebih PDIP" dibanding PDIP

Bahwa pencalonan Gibran tidak terlepas dari pengaruh Jokowi, betul adanya. Jokowi adalah kader PDIP sekaligus Presiden Republik Indonesia. Namun salahkah Jokowi karena membantu putranya, entah bagaimana pun caranya? Bukankah seorang ayah yang baik mesti mendukung niat baik anaknya?

Muncul juga spekulasi bahwa, dicalonkannya Gibran berpotensi hadirnya "kotak kosong". Maksudnya, Gibran dan Teguh tidak ada saingan. Keduanya diprediksi jadi pasangan tunggal, sebab mayoritas partai memberi dukungan. Kecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang masih bimbang dan ragu.

Mirip dengan keputusan PDIP. Parpol-parpol lain tentu punya pertimbangan tersendiri, mengapa mereka harus mendukung Gibran dan Teguh. Barangkali mereka tidak punya calon mumpuni atau merasa pesimis karena menduga akan kalah. Ingat, PDIP merupakan "penguasa" di Jawa Tengah, lebih khusus di Kota Solo.

Lalu, Gibrankah yang salah bila di Pilwalkot Solo hadir "kotak kosong"? Jelas, bukan. Gibran tidak ada urusan dengan ada tidaknya "kotak kosong". Mungkin Gibran berharap tidak terjadi demikian. Dan jika benar seperti itu yang dipikirkan Gibran, maka sudah seharusnya semua pihak berpikiran sama.

Mengapa sebagian pihak pusing dan begitu fokus mempersoalkan pencalonan Gibran, sementara tidak proaktif mengangkat sosok-sosok potensial lainnya? Bila tidak suka Gibran karena dinilai terlalu muda dan kurang berpengalaman, mereka seharusnya mencari sosok lain untuk dipopulerkan dan disodorkan ke beberapa parpol.

Kembali ke pengaruh (dan dukungan) Jokowi atas Gibran. Salahkah Jokowi yang membebaskan anaknya menentukan pilihan? Jawabannya sudah diulas di atas. Ayah yang baik pasti mendukung langkah anaknya, selama niatnya baik dan tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku.

Soal politik dinasti, sampai sekarang tidak ada aturan yang melarang seseorang mencalonkan diri menjabat di sebuah posisi hanya karena anggota keluarganya (ayah, ibu, dan saudara) sedang menjadi pejabat. Artinya, Gibran berhak jadi walikota meskipun ayahnya seorang presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun