Mohon tunggu...
Nursinta
Nursinta Mohon Tunggu... pekerja swasta

Menulis dengan Passion. Berpolitik dengan Passion

Selanjutnya

Tutup

Politik

Keterangan Palsu di Dewan Etik Golkar? Ancaman Pidana Baru Hantui Skandal PAW Maluku

25 Juli 2025   22:33 Diperbarui: 25 Juli 2025   22:33 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Dok. Pribadi PAW Maluku Partai Golkar)

Kompasiana, Jakarta - Sebuah dugaan praktik yang mengarah pada penggagalan proses Penggantian Antar Waktu (PAW) terhadap Aziz Mahulette, peraih suara terbanyak kedua dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) Anggota DPRD Provinsi Maluku Daerah Pemilihan Maluku 3 (Kabupaten Maluku Tengah), kini mengemuka. Isu ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya permainan dalam proses demokrasi, bahkan memunculkan sentimen "No Viral, No Justice".

Laporan dugaan pelanggaran kode etik Partai Golkar diajukan oleh Hanny Ricky Pariela, Faisal Latuconsina, S.H., dan Theodoron M. Soulisa, S.H., tertanggal 25 Maret 2025. Laporan ini menyoroti adanya dugaan menghadirkan saksi yang tidak memiliki kapasitas sebagai saksi fakta. Keterangan dan dokumentasi yang diberikan saat klarifikasi di Dewan Etik Partai Golkar Partai Golkar diduga tidak sesuai dengan kenyataan.

Praktik ini diduga dilakukan secara sistematis dan terstruktur, dengan sebuah figur sentral yang mengatur seluruh proses di Dewan Etik Partai Golkar. Tujuannya diduga untuk menjatuhkan sanksi etik kepada Aziz Mahulette. Keputusan sanksi tersebut diduga diambil tanpa melalui penilaian pelanggaran yang semestinya. Prosesnya diduga langsung berasal dari tingkat atas partai, tanpa adanya teguran yang seharusnya dilakukan sebelumnya. Penilaian justru dilakukan ketika proses PAW sedang berjalan.

Muncul pertanyaan kritis mengenai keberlangsungan laporan ini Muncul pertanyaan, apakah laporan ini akan tetap ada jika Rapel (Raja Pelauw) tidak meninggal dunia, atau jika Aziz Mahulette bukan peraih suara terbanyak kedua?. Situasi ini semakin diperparah dengan adanya dugaan bahwa saksi yang dihadirkan di Dewan Etik Partai Golkar ternyata bukan saksi fakta. Hal ini berpotensi memicu kasus hukum baru karena memberikan keterangan palsu yang dapat mengakibatkan kerugian material dan immaterial bagi pihak yang dirugikan.

Situasi yang terjadi di Maluku ini dinilai sangat memprihatinkan dan disamakan dengan kasus Harun Masiku versi Maluku. Kasus ini dapat mencoreng nama baik Partai Golkar jika terbukti melakukan praktik semacam ini. Selain itu, kasus ini berpotensi berlanjut menjadi kasus perbuatan melawan hukum.

Dugaan kuat menyebutkan bahwa keterangan Saksi Arahman Usemahu (dikenal sebagai Man Hantu) dan Raffi Ameth saat proses di Dewan Etik Partai Golkar digunakan untuk memberikan sanksi kepada Bapak Aziz Mahulette. Harapannya adalah agar Bapak RM yang akan di-PAW. Diduga ada proses transaksional yang luar biasa dalam modus operandi ini.

Proses PAW anggota DPR RI,DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten menurut Undang-Undang Pemilu telah diatur secara rinci. KPU memiliki kewenangan dalam proses ini, termasuk melakukan pemeriksaan terhadap seluruh anggota KPU RI dan KPU Provinsi terkait dengan penggantian anggota DPRD terpilih. Bahkan, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga memiliki peran dalam memeriksa dugaan pelanggaran yang terjadi dalam proses kepemiluan, termasuk yang berkaitan dengan PAW.

Dalam konteks hukum, memberikan keterangan palsu di muka umum atau di hadapan lembaga yang berwenang merupakan tindak pidana. Hal ini dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kejaksaan Republik Indonesia memiliki peran dalam penegakan hukum di Indonesia.

Situasi di Maluku ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas proses demokrasi dan penegakan hukum. Jika dugaan praktik seperti ini benar terjadi, maka akan ada implikasi serius terhadap kepercayaan publik terhadap partai politik. KPU memiliki tanggung jawab untuk memastikan setiap tahapan pemilu dan proses legislatif berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) juga memiliki kewenangan dalam menguji undang-undang dan menyelesaikan sengketa pemilu, yang mungkin relevan jika ada perselisihan terkait proses PAW. (NT)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun