"Bermula dari MYCIN yang rigid hingga GPT yang kreatif, evolusi AI adalah saga manusia menciptakan 'Otak Kedua'. Setiap lompatan teknologi bukan hanya terobosan teknis, melainkan cermin ambisi kita untuk menaklukkan batas terakhir; dengan menciptakan kecerdasan yang setara dan atau melebihi manusia."Â
Dari Kode ke Kreator: Revolusi Kecerdasan BuatanÂ
Konsep Kecerdasan Buatan (Artificial Intellegence, AI) telah ada selama berabad-abad, tetapi bidang modern AI seperti yang kita kenal saat ini mulai terbentuk pada pertengahan abad ke-20.Â
Istilah "Artificial Intelligence" pertama kali diperkenalkan pada tahun 1955 oleh John McCarthy, seorang ilmuwan komputer dan kognitif, dalam Dartmouth Summer Research Project on Artificial Intelligence.
"Mesin dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk bahasa, abstraksi, dan pemecahan masalah melalui formulasi presisi dan penelitian intensif."
Kutipan dari "A Proposal for the Dartmouth Summer Research Project on Artificial Intelligence" (McCarthy et al, 1955).
Konferensi Dartmouth sering dianggap sebagai tempat kelahiran AI sebagai bidang penelitian. Pertemuan ini menghimpun para ilmuwan komputer, matematikawan, dan pakar kognitif untuk membahas kemungkinan menciptakan mesin yang dapat meniru kecerdasan manusia (Moor J, 2006).Â
Pesertanya meliputi tokoh-tokoh terkemuka seperti; Marvin Minsky, Nathaniel Rochester, dan Claude Shannon.
Sejak pertama kali muncul, kecerdasan buatan (Artificial Intellegence, AI) telah mengalami transformasi luar biasa, sebuah perjalanan panjang yang tak hanya mengubah teknologi, tetapi juga cara manusia berinteraksi dengan dunia (Russell & Norvig, 2022).
Berawal dari mesin yang hanya mengikuti aturan kaku hingga AI yang mampu mencipta seperti seniman, setiap generasi membawa kita selangkah lebih dekat pada mimpi kuno.Â
Di mana, mesin yang berpikir dan belajar layaknya manusia.
Foto: Pose Para Ilmuan dari kiri: Marvin Minsky, Claude Shannon, Ray Solomonoff dan Ilmuan lainnya (Sumber: cantorsparadise.com/Jørgen Veisdal)Â
1. Symbolic AI (1950–1980): Ketika Logika Manusia Menjadi Kode

Di masa-masa awal, AI masih sangat sederhana. Bayangkan seorang ilmuwan dengan sabar menuliskan ribuan aturan ke dalam komputer, berharap mesin itu bisa meniru cara manusia bernalar.Â
Inilah era Symbolic AI, di mana kecerdasan dibangun dari simbol dan logika yang ditanamkan manusia (Nilsson, 2009).
Sistem seperti MYCIN, atau dalam Akronim Retrospektif adalah "Machine-powered Yeoman-like Clinical Inferencing Navigator"
(Navigator Inferensi Klinis Berbasis Mesin yang Handal) yang membantu mendiagnosis penyakit (Shortliffe, 1975), atau Dendral, yang menganalisis senyawa kimia merupakan pionir yang mengagumkan (Lindsay et al., 1980).Â
Namun, keterbatasannya jelas; bagaimana mungkin kita menulis aturan untuk setiap kemungkinan di dunia yang begitu rumit?
2. Machine Learning (1980–2000): Belajar dari Data, Bukan Hanya Perintah
Revolusi Machine Learning (ML) menandai pergeseran paradigma dari sistem berbasis aturan ke pembelajaran berbasis data (Mitchell, 1997). Algoritma seperti decision trees (Breiman et al., 1984) dan jaringan saraf awal membuka jalan bagi aplikasi praktis, berdasarkan prediksi resiko finansial hingga diagnosis medis.Â
ML mengajarkan mesin untuk "belajar" dari pola historis, mengoptimalkan keputusan tanpa pemrograman eksplisit. Tantangan utama era ini adalah keterbatasan data dan daya komputasi.Â
"Tetapi fondasi yang diletakkan menjadi kunci kemajuan AI modern."
3. Deep Learning (2000–2010): Ketika AI Mulai ‘Melihat’ dan ‘Mendengar’
Dengan ledakan big data dan Graphics Processing Unit (GPU), Deep Learning (DL) menjadi game-changer (LeCun et al., 2015). Kemenangan AlexNet di kompetisi ImageNet 2012 (Krizhevsky et al, 2013) membuktikan DL mampu mengalahkan akurasi manusia dalam klasifikasi gambar.Â
Teknologi ini mendorong terobosan di pengenalan suara (contoh: Siri), terjemahan bahasa, dan otonomi kendaraan. Namun, DL membutuhkan sumber daya masif dan sering dianggap sebagai "kotak hitam" karena kompleksitas interpretasi modelnya.
4. Generative AI (2010–sekarang): Saat Mesin Menjadi Pencipta
Generative AI seperti Generative Adversarial Networks, GANs (Jaringan Adversarial Generatif) Goodfellow et al., (2014) dan Generative Pre-trained Transformer, GPT (Transformer yang Dipra-pelatihan untuk Generasi), sebuah model bahasa revolusioner buatan OpenAI (Brown et al., 2020).Â
Telah mengubah AI dari alat analitis menjadi entitas kreatif, yang mampu menghasilkan gambar, teks, bahkan musik yang mirip buatan manusia.Â
Namun, kemajuan ini membawa dilema etis: deepfakes bisa memanipulasi informasi (Chesney & Citron, 2019).Â
Sementara plagiarisme konten AI mengancam hak cipta. Industri kini berfokus pada alignment (penyelarasan nilai AI dengan manusia) dan watermarking untuk membedakan karya manusia dan mesin (Hoffmann, 2022).
5. OpenAI Sora (2024–??): Dari Teks ke Video
OpenAI Sora adalah model generasi text-to-video terbaru yang memperluas kemampuan multimodal AI dari OpenAI.Â
Model ini memungkinkan pengguna membuat video dari deskripsi teks, secara efektif menjembatani kesenjangan antara teks dan konten visual dinamis (Po LM, 2024).
Integrasi Sora ke dalam kerangka kerja multimodal meningkatkan potensi aplikasi kreatif, memungkinkan pengguna menghasilkan konten multimedia yang kaya dengan input minimal.Â
Perkembangan ini menandai langkah signifikan menuju sistem AI yang lebih intuitif dan interaktif, yang mampu memahami dan menghasilkan bentuk media kompleks.
Foto: Ilustrasi Contoh Sederhana arsitektur dari Masukan-Pindah Model GPT2LMHead menggunakan Phyton (Sumber: DALLE, 2025)

Masa Depan: Neuro-Symbolic AI
Integrasi Neuro-Symbolic AI (Garcez et al., 2022) menjanjikan solusi atas kelemahan DL, dengan menggabungkan kekuatan reasoning simbolyc (seperti logika) dan fleksibilitas pembelajaran mendalam.Â
Pendekatan ini bisa menjawab tantangan transparansi AI (Hitzler et al, 2023), memungkinkan sistem menjelaskan keputusan secara logis, krusial untuk aplikasi sensitif seperti hukum atau kedokteran.Â
Riset terbaru juga mengeksplorasi AI yang mampu common sense, lompatan besar menuju AGI (Artificial General Intelligence).
Rangkuman
Perjalanan AI dari MYCIN hingga Sora adalah refleksi kegigihan manusia menciptakan "Otak Kedua". Setiap era symbolic, machine learning, hingga generative AI tidak hanya menghadirkan terobosan teknis, tetapi juga pertanyaan filosofis dan etis. Kini, di ambang neuro-symbolic AI, kita berdiri di persimpangan antara mimpi dan realitas. Akankah mesin suatu hari benar-benar memahami, atau bahkan melampaui, kecerdasan manusia? Tantangan dan harapan sama besarnya. Revolusi AI adalah kisah tentang bagaimana manusia, dalam upaya menciptakan kecerdasan.Â
"Justru saat ini manusia sedang mendefinisikan ulang arti menjadi cerdas."Â
Bibliografi
Referensi berbasis tautan tanpa detail bibliografi dalam artikel ini.Â
Sebagian besar referensi artikel ini tersedia untuk diunduh. Silakan manfaatkan jika diperlukan.Â
BCC:Â Penjelasan lebih detail mengenai sejarah perkembangan AI dapat dilihat disini: Â "The Birthplace of AI-The 1956 Dartmouth Workshop"
Sekian dari saya hari ini. Sampai jumpa di artikel berikutnya! Terima kasih sudah mampir.
"The brain modification your transmitter"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI