Aku bisa menerima kurangmu, tapi aku tidak ingin diterima apa adanya olehmu.
...
Aku bisa menerima segala kurangmu entah tentang apapun itu. aku akan berusaha membuatmu menyadari bahwa ada aku disini, aku tidak kemana-mana. Aku akan membuatmu merasakan hadirku. Namun dibalik itu, aku tidak ingin kamu menerimaku apa adanya. Aku ingin kamu mengatakan tentang inginmu atasku. Meskipun tidak bisa kuwujudkan secara langsung, tapi aku akan berusaha. Katakan bahwa aku terlalu berlebihan, ya, teman-temanku juga berkata begitu. Apakah aku telah dibutakan? Tidak, aku hanya ingin membuat nyaman orang yang sedang membersamaiku.
Karena aku tidak ingin ditinggalkan.
"kenapa kamu memilihku? Padahal banyak sekali yang datang, dan kamu hanya memberi kesempatan padaku untuk masuk" kamu membahas hal ini lagi.
"bukankah kita sudah sering sekali membahas ini? Tidak ada alasan khusus. Alasanya adalah karena itu kamu. Aku tidak pernah memikirkan tentang alasan, karena perasaan tidak bisa lahir dari sebuah pemikiran, bukan?"
Kamu diam agak lama, seolah-olah sedang mengumpulkan keberanian untuk menyatakan kalimat lain.
"apa lagi yang menganggu pikiranmu?" Tanyaku pada akhirnya.
"aku sempat berpikir begini, benar, kamu memang mengizinkanku masuk. Tapi, hanya sebatas masuk. Seakan-akan ada ruangan lain yang kamu sembuyikan. Yang siapapun tidak boleh mengusik ruangan itu termasuk aku. kenapa? Kamu sudah mengetahui hampir semua tentangku, bukankah aku layak untuk diberi kesempatan untuk tahu juga?"
"...." Aku diam. Aku tidak siap untuk pertanyaan itu.
"memang, ini terdengar seperti aku yang tidak tahu diri. Seharusnya aku sudah sangat cukup saat pada akhirnya kamu mau menerimaku. Tapi, aku juga tidak bisa mengelak atas pemikiran itu. aku... aku hanya merasa tidak berguna untukmu" lanjutmu dengan kepala yang semakin menunduk, seakan-akan kalimatmu itu adalah beban berat yang sudah lama kamu tanggung.