Mohon tunggu...
TSALJI MAGFIROTUS SHOLIHAH
TSALJI MAGFIROTUS SHOLIHAH Mohon Tunggu... Lainnya - English Department Student of IAIN JEMBER

Laa haula wa laa quwwata illa billaah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pandangan Gus Baha pada Hukum Pernikahan Saat Hamil Terlebih Dahulu dan Nasab Anaknya

30 Oktober 2020   08:17 Diperbarui: 30 Oktober 2020   08:30 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

(Tafsir  Jalalain, Al-Ankabut:15-18)

Seperti yang kita ketahui bersama, jika ingin tergolong sebagai orang yang baik maka yang harus kita ketahui pertama kali ialah nasab/dzuriyah yang baik dan jelas.

Dalam Madzhab Syafi'i, pada umumnya orang yang hamil itu tidak boleh menikah karena sedang memiliki janin. Jadi dia harus melalui masa 'iddah (penantian) yakni sampai dia melahirkan. Perlu digarisbawahi bahwa masa 'iddah yang seperti demikian hanya berlaku untuk wanita yang sedang hamil dalam ikatan nikah yang shahih (sah) semisal : Ada seorang suami yang wafat dengan meninggalkan istri yang sedang hamil. Jika ingin menikah lagi, maka si Istri harus melalui masa 'iddah nya yakni selama masa kehamilan nya hingga setelah melahirkan.

Tapi jika ada wanita yang hamil di luar nikah, meskipun Para Kyai pun akan menyuruhnya menikah jika memang ada yang mau untuk menikahinya karena mereka yang hamil di luar nikah tidah memiliki masa 'iddah yang sejatinya masa 'iddah kehamilan hanya disyari'atkan untuk wanita yang hamil dengan ikatan yang sah. 

Semisal ada kejadian wanita yang hamil di luar nikah lalu pihak laki-laki mau bertanggung jawab untuk menikahinya, maka segeralah dinikahkan karena jika tidak, itu juga akan sangat menyulitkan pihak wanita. 

Akan tetapi jika anak yang terlahir adalah perempuan, maka tetap anak tersebut tidak bisa dinikahkan oleh bapaknya karena bapaknya bukanlah bapak secara syari'at atau dalam artian bapak menghamili ibunya saat di luar nikah begitupun juga secara nasab, anak tersebut tidak bisa dinasabkan melalui sang bapak melainkan sanf ibu. Lain halnya saat anak kedua terlahir perempuan, maka bisa dinikahkan oleh bapaknya karena dia sudah menjadi anak dari  hubungan yang sah.

Al Imam Asy-Sya'roni dalam kitab Mizan Qubro menceritakan saat di zaman Nabi Muhammad SAW juga pernah terjadi hal serupa, lalu beliau SAW mendengar kabar bahwa mereka berdua telah dinikahkan. Maka Nabi Muhammad berkata :

"Baguslah, mereka keluar dari tradisi zina menuju tradisi nikah"

Yang bermakna mereka melepas kebiasaan mereka untuk berzina dengan menikah.  Ibi menunjukkan bahwa nikahnya seorang wanita yang hamil di luar nikah itu sah tanpa adanya masa 'iddah kehamilan.

Mohon maaf jika saya berbuat kesalahan dalam penulisan pertama saya ini

Semoga bermanfaat :)

Barakallah

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun