Akses Bahasa: Keadilan
Setiap 23 September, kita diingatkan lagi tentang Hari Bahasa Isyarat Internasional. Di 2025, tema "Akses Bahasa untuk Semua" bikin kita pause sejenak. Ini bukan lagi soal peringatan doang, tapi soal kesadaran yang harus diwujudin dalam tindakan nyata. Intinya, ada dunia paralel yang hidup di sekitar kita, yang ngobrolnya pakai gerakan tangan dan ekspresi wajah, dan dunia itu sering banget ketinggalan informasi.
Coba deh bayangin kamu lagi liburan ke luar negeri, tapi kamu sama sekali nggak ngerti bahasanya. Kamu coba tanya jalan, tapi orang-orang cuma ngeliatin kamu dengan tatapan kosong atau malah balik ngomong lebih kenceng. Nah, kira-kira begitulah rasanya jadi bagian dari komunitas Tuli ketika akses bahasa isyarat dianggap sebelah mata. Bikin kesel dan bikin merasa sendiri, kan?
BISINDO & SIBI Itu Bahasa Penuh, Bukan Cuma Gerakan Tangan
Masih banyak yang ngira bahasa isyarat cuma terjemahan kata-per-kata dari bahasa lisan. Padahal, bahasa isyarat itu punya dunia sendiri! Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) punya aturan mainnya sendiri---grammar-nya hidup dari ruang, arah gerak, dan ekspresi wajah. Ucapan "aku cinta kamu" dalam BISINDO itu punya rasa dan makna yang dalam, nggak cuma sekadar mengeja.
Nah, kalau kita udah paham, cara pandang kita harus berubah. Ini urusan "keadilan", bukan sekadar kasihan. Sama kayak hak orang Papua atau Batak untuk pakai bahasanya, komunitas Tuli juga berhak punya akses lengkap ke bahasa isyarat di sekolah, rumah sakit, hiburan bahkan dikehidupan sehari hari.Â
Tahun 2025 & Makna "Akses Bahasa untuk Semua" yang Harus Kita Tangkap
Tema tahun ini kayak pengingat yang menohok. Akses bahasa itu kunci buka semua pintu hak lainnya. Anak Tuli bakal susah nyamain pelajaran kalau gurunya nggak bisa ngerti caranya berkomunikasi, Pasien Tuli bisa salah tangkap informasi kesehatan kalau nggak ada juru bahasa, partisipasi sebagai warga negara jadi terhambat karena akses informasi terbatas.
Terus, kita yang mendengar, perannya apa dong?
Kita Bisa Jadi Bagian Solusinya, dengan Cara Simpel
Nggak perlu langsung jadi ahli. Beberapa hal kecil yang bisa kita lakuin:
1. Ganti Rasa Penasaran dengan Aksi.Â
Kepo itu boleh, bahkan bagus! Coba cari video singkat soal BISINDO di Instagram atau TikTok. Belajar ucapan dasar kayak "halo" atau "terima kasih". Satu kata aja yang lo kuasai, itu udah langkah awal yang berarti banget.
2. Â Dukungan Nyata, Bukan Cuma Formalitas.
Pas lagi di acara atau nonton konten di internet, tanya ke penyelenggara: "Ada subtitlenya nggak?" atau "Ada penerjemah bahasa isyaratnya nggak?". Pertanyaan sederhana ini bisa dorong perubahan besar.
3. Â Amplifikasi Suara Mereka, Bukan Bicara Mengatasnamakan Mereka.
Daripada sok jadi juru bicara, mending follow dan share konten dari kreator-kreator Tuli. Belajar langsung dari sumbernya adalah bentuk penghormatan terbaik.
4. Â Ubah Mindset.
Bahasa isyarat itu identitas dan kebanggaan. Bukan sesuatu yang "kurang". Langkah pertama yang paling dasar ya stop memandangnya dengan sebelah mata.
Jadi, Gimana Selanjutnya?
Hari Bahasa Isyarat Internasional 2025 ini ajakan buat kita semua buat membangun dunia yang nggak cuma ramah untuk difabel fisik, tapi juga ramah secara komunikasi. Dunia di mana setiap orang, bagaimanapun caranya berkomunikasi, punya kesempatan yang sama buat disuarakan dan didengarkan.
Mari, jadikan momen ini lebih dari sekadar hashtag di media sosial. Mari kita belajar untuk 'mendengar' lebih baik dengan mata dan hati. Karena percayalah, kadang suara yang paling powerful justru yang nggak diucapkan dengan mulut.
Selamat hari bahasa isyarat internasional 2025 untuk teman teman tuli di penjuru bumi, salam hangat.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI