Mata kuliah Teknologi Kesling memberiku sebuah gambaran bahwa ketersediaan air bersih merupakan isu fundamental dalam pembangunan kesehatan masyarakat.
Sistem Penyediaan Air Minum atau yang selanjutnya disebut SPAM di Kota Bandar Lampung merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) di Provinsi Lampung yang sudah dikerjakan sejak tahun 2020. Berdirinya SPAM ini adalah untuk menjamin urusan air bersih untuk rumah tangga. Konstitusi menjamin dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 dan menegaskan bahwa air adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh negara untuk kemakmuran rakyat.
Di pojok-pojok kota, di desa, di warung kopi, dan di obrolan trotoar semua sepakat bahwa air bersih merupakan hak dasar yang harus didapatkan masyarakat. Tidak ada sanggahan di setiap pembahasannya. Maka dari itu pemerintah memasang badan dengan mendirikan Sistem Penyediaan Air Minum sebagai bagian dari PSN salah satunya di kota Bandar Lampung yang memakai anggaran hingga Rp1,38 triliun.
Terasa ambivalen, di mana triliunan rupiah mengalir di antara keran-keran air orang miskin yang masih belum menerima manfaat dari Proyek Strategis Nasional tersebut. Sebelumnya di Kota Bandar Lampung, PDAM Way Rilau menjadi ujung tombak penyedia air bersih yang ditunjuk Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk menyediakan air dalam jumlah yang cukup menggunakan air tanah, air sungai, dan sumber mata air sebagai air baku, dan air yang didistribusikan ke konsumen yang harus diolah terlebih dahulu.
Soedjatmoko, seorang cendekiawan Indonesia, berkata: "Yang lama tidak selalu lenyap, tetapi sering kali kehilangan daya ikatnya. Itulah tanda kepercayaan lama yang mulai memudar." Ungkapan ini seakan relevan dengan kondisi PDAM Way Rilau. Lembaga yang lama mengabdi pada warga kini kian ditinggalkan kepercayaannya.
Kurangnya pemeliharaan membuat PDAM Way Rilau dihantui permasalahan seperti air yang tidak mengalir, kualitas air yang mulai dipertanyakan, hingga kepercayaan masyarakat yang mulai memudar---sering dikeluhkan di teras-teras rumah. Imbasnya, peran PDAM perlahan digantikan oleh SPAM. Namun, meskipun konstitusi telah menjamin hak atas air, praktik di lapangan justru berbeda. Pemerintah memberikan opsi dari pintu ke pintu, menanyakan apakah masyarakat bersedia beralih ke air hasil proyek strategis ini. Skema yang bersifat opsional ini seakan menjadi pembenaran bahwa air bersih hanyalah pilihan---sesuatu yang bisa diterima atau ditolak, bahkan mungkin tidak didapatkan. Padahal, air bersih bukanlah opsi, melainkan keharusan yang wajib dipenuhi oleh negara.
SPAM dapat dipandang sebagai temuan baru di tengah kompleksitas permasalahan air bersih di Kota Bandar Lampung. Akar persoalan pada penyedia layanan sebelumnya, yakni PDAM Way Rilau, terletak pada aspek pemeliharaan yang kurang optimal. Kehadiran SPAM sesungguhnya berpotensi menjadi solusi sepanjang aksesnya dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat kota. Namun, dengan mekanisme yang bersifat opsional, proyek ini justru menimbulkan kesan bahwa hanya kelompok masyarakat tertentu yang memperoleh manfaat dari Proyek Strategis Nasional tersebut.
Sementara masyarakat yang memilih untuk tidak mengganti airnya karena alasan ekonomi bisa apa? Kalau ditarik benang merahnya, inti permasalahan air memang bermuara pada faktor ekonomi. Keterbatasan daya beli masyarakat membuat akses terhadap air bersih tidak merata. Meskipun proyek ini dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum yang berwenang pada pembangunan infrastruktur saja, tidakkah pemerintah memakai kolaborasi lintas sektor?
Misalnya Dinas Sosial agar mengupayakan akses air bersih ke seluruh masyarakat kelompok rentan, sehingga penyediaan air bersih bukan hanya pembangunan fisik, tetapi juga pada aspek di mana seluruh lapisan masyarakat dapat menerimanya dan merasakannya.
Dengan demikian, SPAM dapat dipandang sebagai Solusi jika dibangun dengan pendekatan yang kolaboratif melibatkan lintas sektor dengan meletakan masyarakat sebagai pusat kepentingan. Tanpa semua itu, SPAM hanyalah  sebuah tantangan jika manfaatnya hanya bisa dinikmati oleh sekelompok saja.