Mohon tunggu...
Tri Sunarti
Tri Sunarti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa FISIP

penikmat musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketika Soekarno Mewarnai Bangsa Indonesia

1 Agustus 2021   23:30 Diperbarui: 1 Agustus 2021   23:37 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

KETIKA SOEKARNO MEWARNAI BANGSA INDONESIA

(Indonesia Di Masa Demokrasi ala Soekarno)

Demokrasi Parlementer Pada Masa Soekarno

Salah satu pemikiran Soekarno yang paling menggugah hati adalah cara pandang dia tentang demokrasi. Menurut dia demikrasi politik merupakan hak untuk memilih dan dipiih menjadi anggota parlement sebagai peluang bagi seluruh masyarakat agar mempunyai hak yang sama atau memberikan suara untuk ikut campur tangan didalam politik kenegaraan.

Indonesia mengalami masa Demokrasi Parlementer dari tahun 1950 sampai dengan tahun 1959. Pada masa awal perkembangan paham demokrasi di Indonesia, ia mampu memberikan pengaruh  yang  positif dalam perkembangan pemikiran dan  cara pandang  bangsa  ini. 

Setelah terbitnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Bung Karno memiliki kekuasaan pemerintahan lebih banyak, baik dalam aspek politik maupun ekonomi. Di masa Demokrasi Parlementer Indonesia menghadapi banyak gerakan separatis. Yang dimana gerakan-gerakan tersebut mengakibatkan ketidakstabilan negara.

Selain itu, di masa Demokrasi Parlementer pergantian kabinet terjadi berulang kali, sehingga program-program yang telah dirancang tidak dapat dijalankan dengan penuh. Akibatnya, pembangunan ekonomi pun tidak berlangsung dengan lancar. Politik dan ekonomi menjadi pengaruh terkuat sebagai penguasa untuk menggertak kaum lemah. Di masa pemerintahan ini masih saja banyak dijumpai rakyat yang menderita secara ekonomi.

Jumlah partai pada masa Demokrasi Parlementer sangatlah berkembang pesat. Dan salah satu pencapaian terbesar yaitu saat pemilihan umum tahun 1955. Karena itu adalah salah satu pemilihan umum atau pemiu yang sangat demokratis sepanjang sejarah Indonesia. Walaupun pada masa ini tercatat ada 7 kali pergantian kabinet. Kabinet-kabinet tersebut menggunakan nama perdana Menteri untuk digunakan sebagai nama kabinetnya.  

Beberapa kabinet pada saat Demokrasi Parlementer antara lain :

  • Kabinet Natsir (6 September 1950 -- 21 Maret 1951)
  • Kabinet Sukiman (27 April 1951 -- 3 April 1952)
  • Kabinet Wilopo (3 April 1952 -- 3 Juni 1953)
  • Kabinet Ali Sastroamidjojo I (31 Juli 1953 -- 12 Agustus 1955)
  • Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 -- 3 Maret 1956)
  • Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 -- 3 Maret 1956)
  • Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 -- 3 Maret 1956)

Pemilihan umum (pemilu) pertama yang diselenggarakan di indonesia sejak awal kemerdekaannya yaitu tahun 1955 pada masa Kabinet Burhannudin Harahap. Ada dua kali pemilihan yaitu pemilihaan umum dilaksanakan untuk memilih anggota DPR dan Konstituate.

Ada 172 partai untuk pemilihan anggota dewan konstituate yang dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 1955 dan pemiihan anggota DPR yang dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955. Pada pelaksanaan pemilu pertama ini yang akan memperebutkan kuri DPR 260, sedangkan kursi konstituante berjumlah 520. Sebelum melaksanakan pemilu tahap pertama yang harus dilakukan adalah pendaftaran terlebih dahulu yang dimulai pada Mei 1954 dan berakhir pada November 1954.

Jumlah warga yang dapat berpartisipasi dan memenuhi syarat berjumlah 43.104.464 jiwa, sebanyak 87,65%  menggunakan hak pilihnya. Dapat dilihat bahwa dari presentase tersebut antusiasme masyarakat sangat tinggi yang ikut serta pada pemilihan dan jumlah partai yang pentas dalam pemilu.

Dari data tersebut membutikan bahwa rakyat Indonesia menginginkan  mereka ikut serta dalam membangun negara ini tanpa memandang kekurangan mereka. Meskipun dibilang pemilu ini berjalan dengan baik tetapi hasil dari pemilu ada berbanding terbalik dikemudian hari. Anggota konstituante gagal dalam menetapkan UUD yang baru sebagai pengganti UUDS, disitulah awal permulaan munculnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Karena peristiwa itulah mulai tidak adanya partai politik yang menang mutlak pada pemilu dan bertambahnya jumlah partai yang mendapatkan kursi mengakibatkan sistem pemerintahan tidak stabil karena kekuasaan terbagi ke dalam berbagai aliran politik.

Salah satu ciri Demokrasi Parlementer adalah suatu pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak. Namun dalam masa Demokrasi Parlementer, suara rakyat terpecah dalam berbagai aliran. Sementara, pers yang diberi kebebasan penuh menyuarakan pendapat masing-masing dan saling serang tanpa adanya larangan.

Pemilu diatas merupakan sebuah gambaran tentang arti demokrasi itu sendiri, dimana pada saat itu pemilu berjalan dengan demokratis tanpa ada kecurangan. Hal ini seharusnya dapat dicontoh bagi demokrasi kita sekarang yang nampaknya sudah tidak menggambarkan arti dari demokrasi itu sendiri.

Salah satu dampak yang bisa kita lihat dari lemahnya demokrasi ini adalah tersedianya ruang kebebasan yang kian cenderung mengecil dan tak terlihat. Setiap suara dan kepentingan memiliki hak yang sama untuk di dengarkan dari berbagai kalangan. 

Namun suara itu cenderung tak didengarkan dan menjadi riuh, keinginan akan menjadi gaduh, bahkan kepentinganpun akan berubah menjadi rusuh. Ketika upaya diwujudkannya tanpa aturaan inilah yang akan kitaa saksikan belakangan ini yang dimana aspirasi rakyat tidak didengarkan.

Lalu apakah Demokrasi Liberal atau Parlementer cocok digunakan untuk Indonesia yang sekarang ini?

Menurut saya jika Indonesia masih menggunakan Demokarsi Liberal sampai saat ini maka akan sangat bertolak belakang dengan kepribadiaan bangsa Indonesia itu sendiri. 

Cocok atau tidaknya diterapkan di Indonesia, menurut saya kurang tepat karena kepribadian masyarakat Indonesia yang selalu bergantung satu sama lain dan selalu bergotong royong serta saling membantu satu sama lain. Jika memang benar-benar diterapkan kembali Demokrasi Liberal maka itu hanya akan merusak jiwa kepedulian bangsa antar sesama dan membuat masyarskat yang bersifat individualis atau lebih mementingakan diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun