Mohon tunggu...
Tri Setia Candra Kartika
Tri Setia Candra Kartika Mohon Tunggu... Nutrition Communicator | Digital Storyteller | IPB University – Community Nutrition Graduate | Master’s Student in Public Health

A fresh graduate in Nutrition and Dietetics with a strong passion for public health, community service, and education. Skilled in translating complex nutritional concepts into practical advice, they are dedicated to promoting healthy lifestyles. With growing expertise in social media, effectively uses digital platforms to engage communities and spread evidence-based nutritional information. Eager to make a positive impact, they are committed to advancing their knowledge and contributing to the well-being of society through innovative health promotion strategies.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pentingnya Ventilasi, Cahaya Matahari, dan Material Aman Bagi Penghuni Untuk Menghindari Sick Building Syndrome

22 September 2025   19:00 Diperbarui: 22 September 2025   19:17 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berbagai furnitur (Sumber: Pinterest @mrzeminska)

Bagi mahasiswa, pekerja muda, maupun perantau, kamar kos adalah ruang hidup sehari-hari. Kamar kos menjadi saksi dan naungan untuk kita belajar, beristirahat, bahkan menghabiskan sebagian besar waktu. Sayangnya, banyak orang memilih kos hanya berdasarkan harga atau lokasi, tanpa memperhatikan apakah kamar tersebut benar-benar sehat.

Fenomena kamar kos lembab dengan tembok berjamur (black mold), udara pengap karena jendela kecil, hingga ketergantungan pada pendingin ruangan 24 jam bukanlah hal asing. Padahal, kondisi ini bisa berdampak langsung pada kesehatan penghuni, mulai dari alergi, batuk, hingga berkurangnya produktivitas. Karena itu, sudah saatnya kita lebih cermat dalam memilih kamar kos. Memilih kamar kos sehat bukan soal mahal atau tidaknya harga sewa, melainkan apakah kamar itu mendukung kesehatan tubuh dan juga ramah bagi lingkungan.

Pernahkah kamu merasa pusing, mata perih, kulit gatal, atau cepat lelah setiap berada di dalam kamar kos, tetapi membaik begitu keluar? Jika ya, bisa jadi itu tanda Sick Building Syndrome (SBS). Sindrom ini memang lebih rentan muncul pada ruangan tanpa ventilasi memadai dan kurang cahaya matahari, karena udara menjadi “terjebak” bersama polutan, kelembapan, serta zat kimia dari material bangunan.


Dengan kata lain, masalahnya sering kali bukan ada pada tubuhmu, melainkan pada kamar yang kamu tempati. Jadi, sudahkah kamu tahu apakah kos yang kamu pilih benar-benar sehat?


Lalu, seperti apa kamar kos yang ideal untuk kesehatan tubuh dan lingkungan?


1. Perhatikan ukuran kamar dan ventilasi sebagai paru-paru kamar kos


Standar kesehatan lingkungan merekomendasikan luas kamar tidur minimal 8 m² untuk dua orang. Artinya, kamar yang lebih kecil dari ukuran ini cenderung terasa sumpek karena oksigen cepat habis.

Selain ukuran, ventilasi menjadi faktor utama. Idealnya, bukaan udara permanen (jendela, lubang angin) adalah 10% dari luas lantai. Jadi, kamar 3 × 3 m membutuhkan jendela minimal 90 × 100 cm. Ventilasi yang cukup ibarat “paru-paru” kamar: memberi nafas segar, mengurangi kelembaban, dan mencegah tumbuhnya jamur.


Permenkes No. 1077/2011 juga menegaskan pentingnya kualitas udara dalam rumah. Kelembaban udara ideal dijaga antara 40–60%, sementara suhu nyaman berada di kisaran 18–30 °C. Jika kelembaban terlalu tinggi (misalnya karena sering jemur baju di kamar), jamur akan cepat tumbuh. Sebaliknya, kelembaban terlalu rendah bisa membuat kulit kering dan iritasi.

2. Jadikan cahaya matahari sebagai disinfektan alami


Cahaya matahari pagi bukan hanya membuat kamar terasa hangat, tapi juga berperan sebagai disinfektan alami. Paparan sinar matahari membantu menekan pertumbuhan bakteri dan jamur. Sebaliknya, kamar yang gelap sepanjang hari rentan lembab, berbau apek, dan membuat penghuninya lebih mudah lelah. Setidaknya dalam satu hari, kamar mendapatkan cahaya matahari selama 1 jam.

Permenkes 1077/2011 juga menyebutkan bahwa pencahayaan alami harus mencukupi agar aktivitas penghuni tidak bergantung sepenuhnya pada lampu. Selain mendukung kesehatan, pencahayaan alami juga membantu mengurangi konsumsi listrik.

Kamar dengan Cahaya dan Ventilasi yang Baik (Sumber: Pinterest @lileleleellee) 
Kamar dengan Cahaya dan Ventilasi yang Baik (Sumber: Pinterest @lileleleellee) 


3. Material aman: perhatikan pemilihan plastik dan cat


Banyak kos menggunakan material murah seperti PVC pada lantai, furnitur plastik, atau cat dinding berkualitas rendah. Padahal, material ini dapat melepaskan senyawa kimia (seperti VOC dan formaldehida) terutama saat panas dan lembab. Zat tersebut bisa memicu sakit kepala, alergi, hingga masalah pernapasan.


Sebaliknya, pemakaian material ramah lingkungan, misalnya cat rendah VOC, furnitur kayu solid, atau kain alami dapat meningkatkan keamanan dan menunjang kesehatan penghuni. Saat ini, banyak kosan modern menggunakan material sintetis yang praktis tapi bisa punya efek kesehatan kalau salah penanganan:


a. PVC (Polyvinyl Chloride)
Biasanya ada di lantai vinyl, plafon, pipa, tirai plastik.
⚠ Bisa melepaskan VOC (Volatile Organic Compounds) dan ftalat, terutama saat baru dipasang atau kena panas → memicu iritasi mata, sakit kepala, gangguan pernapasan, bahkan jangka panjang berhubungan dengan kanker.

b. PPC/Plastik lain (misalnya polikarbonat, akrilik, resin sintetis)
Dipakai di furniture murah, lemari plastik, atau lapisan dinding.
Kalau kualitas rendah, bisa melepas zat kimia berbau menyengat yang bikin ruangan pengap dan memicu alergi.

c. Cat dinding berbahan kimia tinggi
Cat yang tidak ramah lingkungan biasanya mengandung formaldehida dan VOC.
⚠ Udara dalam ruangan bisa tercemar → gejala “sick building syndrome” (pusing, lelah, sulit konsentrasi).

d. Kain sintetis (karpet murah, tirai polyester, busa kasur)
Bisa menyimpan debu, tungau, dan melepaskan mikroplastik.
⚠ Menjadi pemicu alergi, kulit gatal, dan asma.

Ilustrasi berbagai furnitur (Sumber: Pinterest @mrzeminska)
Ilustrasi berbagai furnitur (Sumber: Pinterest @mrzeminska)
4. Dampak bagi penghuni dan lingkungan


a. Bagi penghuni:
Meningkatkan risiko ISPA, asma, alergi, dan masalah kesehatan lainnya seperti sick building syndrome, apakah itu? Sick Building Syndrome (SBS) merupakan kondisi yang disebabkan kualitas kamar yang buruk. WHO menjelaskan bahwa SBS terjadi ketika penghuni mengalami gejala seperti sakit kepala, iritasi mata, hidung tersumbat, batuk kering, kulit gatal, cepat lelah, atau sulit konsentrasi, tanpa adanya penyakit spesifik. Gejala ini biasanya membaik begitu penghuni keluar dari kamar (Krieger & Higgins, 2002).

Kos dengan ventilasi minim, pencahayaan buruk, kelembaban tinggi, serta material yang melepaskan zat kimia berbahaya adalah faktor utama pemicu SBS. Dengan kata lain, kalau kamu merasa “sakit tapi cuma saat di kos,” bisa jadi itu bukan tubuhmu yang bermasalah, melainkan kamar tempatmu tinggal. Kejadian kesakitan ini dapat menyebabkan produktivitas menurun karena sulit fokus, cepat pusing, atau kualitas tidur buruk dan disusul dengan implikasi biaya pengobatan yang meningkat

Sick Building Syndrome (Sumber: Pinterest @randall2019)
Sick Building Syndrome (Sumber: Pinterest @randall2019)


b. Bagi bumi:

Kondisi kos yang pengap dan lembab sering membuat penghuni mengandalkan penggunaan AC (air conditioner) sepanjang hari. Memang terasa sejuk, tapi penggunaan AC berlebihan tentu meningkatkan konsumsi listrik. Akibatnya, biaya bulanan membengkak, sementara secara lebih luas, energi yang dipakai kebanyakan masih bersumber dari batu bara. Hal ini akan menambah emisi karbon ke atmosfer. Dengan kata lain, kebiasaan sederhana seperti menyalakan AC 24 jam bukan hanya merugikan penghuni secara finansial, tetapi juga menyumbang pada krisis iklim global.


5. Rekomendasi praktis dalam memilih kos/ tempat tinggal


Untuk mencegah risiko tersebut, ada beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan penghuni kos:


a. Pilih kamar dengan jendela cukup besar dan sinar matahari masuk setidaknya satu jam sehari.
b. Pastikan sirkulasi udara alami lancar, dan gunakan kipas atau ventilasi silang bila memungkinkan.
c. Hindari kamar yang berbau apek atau dindingnya berjamur.
d. Gunakan AC seperlunya dan bersihkan filternya secara rutin.
e. Tambahkan tanaman dalam ruangan (misalnya lidah mertua) untuk menyaring udara.
f. Bila memungkinkan, pilih furnitur dari bahan alami dibanding plastik murah.

Kenyamanan kamar kos bukan sekadar soal lokasi dan harga sewa, tetapi memberi pengaruh langsung pada kualitas hidup penghuninya. Mahasiswa atau pekerja yang tinggal di kamar dengan ventilasi minim, pencahayaan buruk, dan material tidak ramah lingkungan lebih rentan stres, cepat lelah, hingga menurun performa produktivitasnya (Muryanto & Herlian, 2024).

Jadi, sebelum memutuskan tinggal di suatu kos, tanyakan pada diri sendiri: apakah kamar ini membuat saya bisa bernapas lega, hidup sehat, dan nyaman? Karena kos yang sehat hari ini akan membawa tubuh yang lebih kuat dan bumi yang lebih lestari esok hari.

Daftar Pustaka

Chandra, B. (2007). Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC.

Dharmayanti, M. (2021). Evaluasi sanitasi lingkungan rumah kos wanita di sekitar kampus pusat Universitas Islam Indonesia [Skripsi, Universitas Islam Indonesia]. Universitas Islam Indonesia Repository.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan rumah sehat. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077/Menkes/PER/V/2011 tentang pedoman penyehatan udara dalam ruang rumah. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Krieger, J., & Higgins, D. L. (2002). Housing and health: Time again for public health action. American Journal of Public Health, 92(5), 758–768. https://doi.org/10.2105/AJPH.92.5.758

Muryanto, B. A., & Herlian, E. (2024). Analisis kenyamanan interior kamar kos terhadap aktivitas penghuni. Seminar Ilmiah Arsitektur (SIAR VI 2024), 792–801. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Standar Nasional Indonesia. (2002). SNI 03-6572-2001: Tata cara perencanaan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung. Badan Standardisasi Nasional.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun