Mohon tunggu...
Tripviana Hagnese
Tripviana Hagnese Mohon Tunggu... Bisnis, Penulis, Baker

Saya seorang istri, ibu rumah tangga, yang juga mengelola bisnis, ada bakery, laundry, dan parfum.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Denny Sumargo (Densu) VS. Netizen: Drama Podcast yang Lebih Panas dari Kasus Aslinya!

2 Oktober 2025   16:06 Diperbarui: 2 Oktober 2025   16:30 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambar Milik Tripviana Hagnese: Denny Sumargo (Densu) VS. Netizen: Drama Podcast yang Lebih Panas dari Kasus Aslinya!
Gambar Milik Tripviana Hagnese: Denny Sumargo (Densu) VS. Netizen: Drama Podcast yang Lebih Panas dari Kasus Aslinya!

Gambar Milik Tripviana Hagnese: Denny Sumargo (Densu) VS. Netizen: Drama Podcast yang Lebih Panas dari Kasus Aslinya!
Gambar Milik Tripviana Hagnese: Denny Sumargo (Densu) VS. Netizen: Drama Podcast yang Lebih Panas dari Kasus Aslinya!

Gambar Milik Tripviana Hagnese: Denny Sumargo (Densu) VS. Netizen: Drama Podcast yang Lebih Panas dari Kasus Aslinya!
Gambar Milik Tripviana Hagnese: Denny Sumargo (Densu) VS. Netizen: Drama Podcast yang Lebih Panas dari Kasus Aslinya!

Kasus Yaimin vs. Sahara Rental di Malang itu sudah panas, tapi ternyata drama di belakang layar Podcast Denny Sumargo (Densu) itu jauh lebih meledak! Ini adalah kasus langka di mana NETIZEN MENGONTROL KONTEN, dan itu membuat seorang Densu yang terkenal tenang jadi NGAMUK MAKSIMAL!

Ini adalah kasus tentang kekuatan dan kekacauan media sosial yang paling epic sejauh ini.

 *Drama 'Keep' atau 'Cancel'': Permintaan Netizen yang Saling Kontradiktif

Begini alur kisah yang membuat Densu seperti terjebak di antara dua tebing:

  1. Awal Mula: Keterlibatan Densu: Densu, dengan platform yang masif, mengundang pihak-pihak terkait kasus ini. Tujuannya biasanya untuk mencari perspektif seimbang.
  2. Perang Vote dan Tekanan Publik: Setelah wawancara, terjadi perdebatan sengit di kolom komentar dan media sosial Densu:
    • Tim Pro-Yaimin: Mendesak Densu TIDAK MENAYANGKAN episode dengan Sahara. Alasannya: Takut Sahara menggunakan platform Densu untuk memutarbalikkan fakta atau pembenaran diri yang bisa makin menyakiti Yaimin dan masyarakat. Mereka menuntut keadilan sosial.
    • Tim Kontra-Yaimin (Tim Fairness): Mendesak Densu HARUS MENAYANGKAN semua pihak. Alasannya: Demi prinsip jurnalistik/keseimbangan dalam podcast. Semua orang berhak didengar, meskipun publik sudah punya judgement duluan.
  3. Keputusan Awal dan Backlash: Densu akhirnya memutuskan (mungkin dengan voting publik atau pertimbangan tim) untuk TIDAK MENAYANGKAN episode Sahara. Plot twist-nya? Keputusan itu TETAP DISERANG! Ia dituduh tidak profesional, takut backlash, atau bahkan dituduh memihak.

Respon Emosional Densu: Sang Curhat di Instagram

Inilah bagian yang paling juicy! Setelah dibully karena cancel penayangan, kesabaran Densu habis. Dia NGAMUK di media sosial!

1. Kemarahan Seorang Kreator Konten:

Densu, yang biasanya 'penampung' masalah orang, kini yang emosi karena masalahnya sendiri. Ia marah karena karya dan keputusannya dikendalikan dan tetap dihujat---sebuah fenomena yang disebut "dilema kreator".

2. Statement Balik Arah: "Saya Akan Tayangkan!"

Puncaknya, Densu menyatakan bahwa dia AKAN MENAYANGKAN episode tersebut, seolah menantang balik netizen. Inti dari statement emosional ini: "Ini platform saya, saya yang memutuskan! Jangan atur saya!" Ini adalah perlawanan seorang public figure terhadap tiran bernama opini publik.

 Tanggapan Netizen & Makna Perilaku Ini

Tanggapan netizen dalam kasus ini adalah cerminan kekuasaan media sosial yang luar biasa:

1. Fenomena Digital Mob Justice (Hukum Massa Digital):

Netizen merasa mereka punya hak moral untuk menentukan apa yang boleh dan tidak boleh ada di ruang publik, terutama jika melibatkan isu keadilan.

Gossip-nya: Begitu mereka memutuskan Sahara itu 'jahat', mereka merasa perlu memotong semua jalur komunikasi Sahara, termasuk podcast Densu. Mereka tidak ingin kebingungan narasi atau pembenaran diri muncul.

2. Kelelahan Empati (Empathy Fatigue):

Masyarakat sudah lelah dengan kasus-kasus ketidakadilan. Mereka butuh kejelasan dan pihak yang kalah segera. Ketika Densu berusaha menjadi jembatan netral, ia dianggap menunda penghakiman yang sudah mereka tentukan.

3. Risiko Platform Besar:

Densu adalah superstar di dunia podcast. Netizen tahu bahwa suara yang muncul di platform-nya akan didengar luas. Ini membuat tekanan untuk "memilih sisi" jadi jauh lebih besar.

Akhirnya, Densu mengajarkan kita satu hal: Dalam kasus yang viral dan emosional, keseimbangan di mata netizen seringkali diartikan sebagai keberpihakan pada yang mereka benci. Densu terjebak; mau cancel atau tayang, dia tetap dihujat.

Pertanyaannya sekarang: Jika episode Sahara ditayangkan, apakah netizen akan merasa terpuaskan dengan drama baru, atau justru mengamuk lebih parah? Tentu saja, sebagai master gossip, kita tahu: apapun yang terjadi, views Densu akan meledak!

#tripvianahagnese

#gossip

#densu

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun