Mohon tunggu...
Tripviana Hagnese
Tripviana Hagnese Mohon Tunggu... Bisnis, Penulis, Baker

Saya seorang istri, ibu rumah tangga, yang juga mengelola bisnis, ada bakery, laundry, dan parfum.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Diskriminasi Gender Perempuan di Tiongkok, Budaya yang Menyakitkan bagi Perempuan Kala Itu

30 September 2025   16:28 Diperbarui: 30 September 2025   16:46 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Milik Tripviana Hagnese: Diskriminasi Gender Perempuan di Tiongkok, Budaya yang Menyakitkan bagi Perempuan Kala Itu

Gambar Milik Tripviana Hagnese: Diskriminasi Gender Perempuan di Tiongkok, Budaya yang Menyakitkan bagi Perempuan Kala Itu
Gambar Milik Tripviana Hagnese: Diskriminasi Gender Perempuan di Tiongkok, Budaya yang Menyakitkan bagi Perempuan Kala Itu

Gambar Milik Tripviana Hagnese: Diskriminasi Gender Perempuan di Tiongkok, Budaya yang Menyakitkan bagi Perempuan Kala Itu
Gambar Milik Tripviana Hagnese: Diskriminasi Gender Perempuan di Tiongkok, Budaya yang Menyakitkan bagi Perempuan Kala Itu

Budaya Tiongkok, seperti banyak peradaban kuno, memiliki sejarah panjang praktik yang mencerminkan ketidaksetaraan gender. Dua contoh paling ekstrem dan terkenal adalah tradisi mengikat kaki perempuan dan sistem preferensi anak laki-laki.

Tradisi Mengikat Kaki (Foot Binding) 

Tradisi mengikat kaki (Foot Binding atau - Chnz) adalah contoh paling jelas dari diskriminasi gender ekstrem yang dilembagakan secara budaya terhadap perempuan di Tiongkok.

Sejarah dan Tujuan Budaya

  • Kapan: Praktik ini dimulai sekitar abad ke-10 Masehi (awal Dinasti Song) dan mencapai puncaknya pada Dinasti Qing (abad ke-17 hingga awal abad ke-20).
  • Tujuan: Tujuannya adalah menciptakan "kaki teratai emas" (Golden Lotus) yang idealnya berukuran hanya 7-10 cm. Praktik ini didorong oleh:
    1. Estetika dan Seksualitas: Kaki kecil dianggap sangat menarik dan sensual oleh pria. Cara berjalan wanita yang terikat kakinya---yang disebut "langkah teratai"---dianggap anggun dan memikat.
    2. Status Sosial: Wanita dari keluarga kaya dan bangsawan harus memiliki kaki terikat karena mereka tidak perlu bekerja. Ini menjadi simbol status dan kemakmuran keluarga.
    3. Pengendalian: Kaki yang cacat membatasi mobilitas wanita, secara efektif menjaganya tetap terkurung di rumah, yang mencerminkan nilai-nilai patriarki Konfusianisme.

Proses dan Diskriminasi Ekstrem

Prosesnya dimulai pada anak perempuan berusia 4 hingga 9 tahun.

  • Penyiksaan: Kaki dibungkus erat dengan perban, memaksa empat jari kaki ditekuk ke bawah telapak kaki, mematahkan tulang lengkungan kaki.
  • Dampak: Prosesnya sangat menyakitkan dan sering menyebabkan infeksi, gangrene, hingga kematian. Bahkan jika berhasil, wanita tersebut akan menderita seumur hidup dan sangat terbatas dalam bergerak.
  • Akhir Praktik: Mengikat kaki baru secara efektif dilarang dan dihapus pada awal abad ke-20 setelah jatuhnya Dinasti Qing dan didirikannya Republik Tiongkok, meskipun beberapa wanita tua yang masih hidup saat ini menjadi bukti sejarah praktik tersebut.

Diskriminasi Gender Pria dan Wanita dalam Masyarakat Tiongkok

Selain mengikat kaki, ketidaksetaraan gender tertanam dalam struktur sosial Tiongkok berdasarkan ajaran Konfusianisme yang sangat patriarki, yang mengutamakan urutan hierarki dan kepatuhan.

1. Preferensi Anak Laki-laki (Son Preference)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun