Mohon tunggu...
Tri Oktavianus Hia
Tri Oktavianus Hia Mohon Tunggu... MAHASISWA TEKNIK INFORMATIKA

TRI OKTAVIANUS HIA - MAHASISWA TEKNIK INFORMATIKA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Korupsi Kepala Daerah : Ironi di Tengah Semangat Otonomi

12 Juni 2025   21:05 Diperbarui: 12 Juni 2025   21:08 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

korupsi kepala daerah : ironi di tengah semangat otonomiInput sumber gambarOtonomi daerah di Indonesia digagas sebagai jalan untuk mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Harapannya, kepala daerah memiliki ruang lebih luas untuk membuat kebijakan sesuai kebutuhan lokal. Namun sayangnya, kebebasan ini sering kali berujung pada penyalahgunaan wewenang.

Fakta yang menyedihkan: sejak era otonomi diberlakukan, ratusan kepala daerah tersangkut kasus korupsi. Bahkan, data KPK menunjukkan bahwa banyak kepala daerah yang tersandung kasus suap pengadaan barang dan jasa, jual beli jabatan, hingga gratifikasi proyek infrastruktur. Ini menjadi ironi yang nyata. Otonomi yang seharusnya menjadi jalan pemerataan, justru membuka peluang besar bagi praktik koruptif.

Masalah utamanya bukan pada konsep otonominya, tapi pada lemahnya sistem pengawasan dan mahalnya biaya politik lokal. Dalam Pilkada, banyak kandidat menghabiskan dana miliaran rupiah. Setelah terpilih, tak sedikit yang “balas budi” ke para penyokong dana. Dari sinilah awal terjadinya kongkalikong proyek daerah, yang pada akhirnya merugikan rakyat.

Publik sering hanya melihat korupsi dalam bentuk besar, seperti proyek mangkrak atau dana bansos yang tidak sampai ke masyarakat. Padahal, korupsi di daerah sering berjalan halus, sistematis, dan berulang, seperti “fee” proyek yang dianggap wajar, atau mark up anggaran rutin. Ini adalah bentuk korupsi yang membudaya.

Lalu, siapa yang bisa menghentikan ini?

Pertama, pengawasan terhadap kepala daerah harus diperkuat. Tidak cukup hanya mengandalkan KPK. Aparat pengawasan internal dan lembaga legislatif lokal harus berfungsi lebih aktif, bukan malah ikut bermain. Kedua, partai politik perlu bertanggung jawab terhadap kader yang diusung. Jangan hanya memprioritaskan elektabilitas, tapi abaikan integritas.

Ketiga, masyarakat juga punya peran besar. Jangan pilih calon karena popularitas atau serangan fajar. Pilih pemimpin yang punya rekam jejak bersih dan program yang jelas. Media lokal juga penting dalam membongkar praktik-praktik curang di pemerintahan daerah.

Otonomi daerah tetap relevan dan penting bagi Indonesia yang luas dan beragam. Namun, otonomi harus dibarengi tanggung jawab, transparansi, dan integritas. Jika tidak, kita hanya menciptakan “raja-raja kecil” yang sibuk memperkaya diri dan kelompoknya, bukan melayani rakyat.

Korupsi kepala daerah adalah ironi pahit di tengah semangat reformasi. Dan selama tidak ada perubahan sistemik, maka otonomi hanya menjadi panggung bagi pertunjukan kekuasaan yang penuh topeng.

Korupsi kepala daerah adalah ironi pahit di tengah semangat reformasi. Dan selama tidak ada perubahan sistemik, maka otonomi hanya menjadi panggung bagi pertunjukan kekuasaan yang penuh topeng.

Lebih dari Sekadar Masalah Moral

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun