Pernahkah kita membayangkan, di tengah riuhnya dunia yang semakin sibuk dan serba cepat, Indonesia justru muncul sebagai salah satu negara paling rajin berdoa di dunia? Temuan ini datang dari survei Pew Research Center & World Bank, yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia menjadikan doa sebagai bagian penting dari keseharian. Bukan hanya sebagai kewajiban spiritual, tapi juga sebagai bentuk pengharapan dan ketenangan di tengan segala tantangan hidup.
Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara paling rajin berdoa dengan persentase nyaris sempurna, yakni 95%. Sementara di urutan kedua dan ketiga ditempati oleh Kenya dan Nigeria dengan persentase yang sama, 84%. Urutan ketiga ditempati oleh Malaysia dengan persentase 80%, diikuti oleh Filipina 79%, Brasil 76%, Bangladesh 75%, Ghana 73%, Sri Lanka 72%, dan Kolombia 71%.
Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia juga dihuni oleh beragam pemeluk agama lain seperti Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kunghucu. Meski berbeda keyakinan, satu hal yang menyatukan: semangat untuk selalu berserah diri kepada Tuhan melalui doa.
Berdoa bukan hanya aktivitas seremonial yang dilakukan di tempat ibadah. Di banyak keluarga Indonesia, doa menjadi pembuka dan penutup hari. Anak sekolah diajarkan berdoa sebelum belajar, para pekerja sering memulai aktivitas dengan doa bersama, bahkan ketika sedang dalam kesulitan sekalipun, doa menjadi tempat kembali yang menenangkan.
Tradisi ini terasa kental di berbagai budaya lokal. Di pedesaan, masih ada upacara adat yang diiringi doa-doa kepada leluhur. Di kota, doa menjadi penyambung harapan, bahkan dalam senyapnya hati yang terluka.
Mengapa Indonesia rajin berdoa? Bisa jadi, karena masyarakat kita masih memegang nilai spiritual yang kuat. Tapi di balik itu, ada juga faktor sosial dan emosional. Ketika sistem belum sepenuhnya berpihak, ketika hidup terasa berat, doa menjadi pelarian yang paling dekat. Dalam sunyi, banyak orang menggantungkan harapan kepada yang Maha Kuasa.
Bukan berarti kita menyerah, justru sebaliknya. Doa adalah bentuk perlawanan paling tenang terhadap dunia yang kadang tak berpihak. Lewat doa, kita diajarkan sabar, tabah, dan tetap berharap.
Predikat sebagai negara paling rajin berdoa adalah cermin bahwa bangsa ini masih percaya pada kekuatan spritual. Namun tentu saja, doa idealnya tak hanya berhenti di bibir. Ia perlu diwujudkan dalam tindakan seperti kejujuran, kepedulian, dan integritas.
Karena pada akhirnya, sekuat apapun doa kita, akan sia-sia bila tidak disertai usaha dan empati. Doa adalah energi, dan energi itu mestinya menggerakkan.
Menjadi negara paling rajin berdoa bukanlah perlombaan, tapi cerminan. Cerminan bahwa dalam kesederhanaan hidup, dalam derasnya arus zaman, kita masih punya pegangan. Semoga, dari doa-doa yang terlantun saban hari, lahir pula manusia-manusia yang kuat, lembut hatinya, dan peduli pada sesama.
Karena Indonesia sejatinya tak hanya besar karena jumlah umat beragamanya, tapi karena jiwa-jiwa yang tetap setia berdoa, berharap, dan berbuat baik.