Mohon tunggu...
Lindawati
Lindawati Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Setiap orang unik, Setiap orang istimewa, Setiap orang berharga, Jadilah diri sendiri :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bermain dan Perkembangan Anak

29 Mei 2021   14:34 Diperbarui: 29 Mei 2021   14:48 1373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ani sangat ceria saat duduk di ayunan kebun. Cici terlihat asyik bersama boneka dan menggunakan alat masak-masakan. Teddy bersemangat melempar dan menangkap bola bersama ayahnya. Deni dan Loli bergantian melempar dadu dan menjalankan pion di papan ular-tangga. Mira dan teman-teman saling berkejar-kejaran di sekitar halaman sekolah. Tentunya kita semua setuju bahwa mereka semua sedang bermain.

Bermain berbeda dengan aktivitas lainnya. Umumnya anak bermain digerakkan oleh motivasi dari dalam diri dan tanpa paksaan dari orang lain. Saat bermain, anak dapat menemukan dunia tanpa risiko. Mereka bebas dari aturan luar, tidak serius, menyenangkan, dan sangat menarik. Beragam aktivitas permainan yang dapat dilakukan anak. Namun demikian, sifat permainan yang dipilih anak dipengaruhi oleh usia dan minat mereka (Brooks, 2011).  

Perkembangan Kategori Bermain 

Aktivitas bermain berkembang sesuai dengan kemampuan berpikir dan motorik anak. Pada masa bayi (hingga usia 2 tahun), aktivitas bermain terlihat sederhana, melakukan gerakan berulang dengan objek ataupun tanpa objek. Kategori ini disebut bermain fungsional, seperti berlari-lari mengelilingi ruangan, menggerakkan mainan mobil maju-mundur, meremas-remas plastisin tanpa bertujuan membuat sesuatu.

Bermain seolah-olah (make-believe play) terjadi pada usia 2 hingga 6 tahun. Dimana anak memainkan peran sehari-hari atau imajinasi seperti situasi seperti di rumah, sekolah, kantor polisi, memerankan cerita dari buku, atau karakter di televisi. Permainan seolah-olah pada usia yang lebih muda (beberapa anak mulai usia 12 bulan) terlihat pada aktivitas seperti menyuapi boneka dengan peralatan makan mainan. Awalnya permainan tersebut dilakukan anak sendiri atau bersama ibu dan saudara kandung, kemudian berkembang dengan kesempatan bertemu dengan teman sebaya.

Tahapan bermain konstruktif pada rentang usia 3 hingga 6 tahun. Dimana anak terlihat membuat atau mengonstruksi sesuatu, seperti membuat rumah dari susunan balok, memasang puzzle, atau menggambar (Berk, 2005).

Bermain dan Kompetensi Anak

Sebagai orangtua atau orang dewasa terdekat, kita seringkali berpikir "Apa sih manfaatnya anak bermain?" Pada dasarnya, bermain dapat membantu perkembangan kompetensi pada diri anak (Hetherington, 2003), yaitu:   

  • Memfasilitasi perkembangan kognitif. Hal ini terjadi saat anak mengeksplorasi lingkungan, belajar hal-hal yang terdapat di sekitar, dan memecahkan masalah.
  • Memberi kesempatan memecahkan beberapa masalah emosional, seperti belajar mengatasi kecemasan dan konflik diri dalam situasi yang tidak mengancam.  Bermain menciptakan perasaan tenang, gembira, dan menyenangkan sehingga memampukan anak lebih mudah menyelaraskan diri dengan tuntutan lingkungan. Selain itu, bermain dapat mengalirkan tekanan dalam diri anak sehingga emosi negatif menjadi berkurang.
  • Meningkatkan perkembangan sosial. Khususnya dalam permainan seolah-olah, yaitu melalui bermain satu peran (Batman) atau beberapa peran dalam satu sesi bermain (guru dan murid). Saat anak memainkan peran, ia juga belajar perilaku yang sesuai pada setiap situasi, memahami dan berinteraksi dengan orang lain, serta mempraktikkan peran sosial yang mereka akan lakukan di masa mendatang.

Mendampingi Anak Bermain

Bermain dengan orangtua merupakan aktivitas yang berharga bagi anak, meskipun orangtua hanya meluangkan waktu 20 menit. Apa yang dapat dilakukan orangtua saat mendampingi anak bermain?

  • Hadir dan berminat pada aktivitas anak

Hadir artinya memberikan perhatian penuh saat beraktivitas bersama anak. Bahkan orangtua tertarik dan ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan anak. Jadi, orangtua tidak sekedar duduk di dekat anak sambil mengerjakan aktivitas lain.

  • Mengikuti alur dan petunjuk anak

Selama kegiatan bermain, sebaiknya orangtua tidak memberi tuntutan ("Kamu harus mengganti baju boneka itu") dan perintah ("Letakkan gelasnya disini") pada anak. Hal ini bertujuan untuk menjadikan kegiatan bermain sebagai waktu berinteraksi dan bersenang-senang dengan anak. Di luar kegiatan bermain, anak telah menyediakan banyak waktu untuk memenuhi tuntutan dan permintaan orangtua maupun pengasuh.

  • Menghargai kreativitas anak

Pada permainan yang mendukung kebebasan berekspresi anak (mis. menyusun balok, lego, membentuk plastisin, menggambar, merangkai puzzle), orangtua dapat bergabung dengan membuat karya sendiri. Kreativitas anak menjadi terhambat saat orangtua terlalu banyak mengarahkan ("Bunganya warna merah aja"), bertanya ("Ini apa ya? Kenapa digambar disini? Bukannya lebih bagus di sebelah sini?"), dan mengoreksi ("Warna hijau tidak cocok, warna kuning aja"). Setelah anak menyelesaikan permainan, anak dan orangtua dapat menceritakan hasil karya masing-masing. Orangtua dapat mengapresiasi karya anak, seperti "Ibu suka kamu memilih plastisin warna hijau untuk membuat apel" atau "Ayah kagum kamu bisa merangkai lego menjadi mobil yang unik". Hal ini dapat mengembangkan rasa percaya diri anak.

Mari ayah dan bunda, kita sediakan waktu bermain bersama anak untuk mendukung perkembangan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun